Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan yang sama sekali tidak nyaman. Ancaman Carlos masih menggantung di pikirannya, membebani setiap langkahnya. Ruangan yang mewah dan berkilau kini terasa seperti penjara yang semakin mencekik. Setiap detail dari perjanjian yang diberikan Carlos terus terngiang di kepalanya, membuatnya semakin putus asa.
Maria masuk ke dalam kamar dengan membawa sarapan seperti biasa. "Selamat pagi, nona Vella," sapanya lembut, meskipun senyum yang biasa menghiasi wajahnya kini tampak pudar.
"Selamat pagi, Maria," jawab Vella lesu, mencoba menata dirinya. "Ada perkembangan apa hari ini?"
Maria duduk di samping Vella, tampak cemas. "Aku mendengar bahwa Carlos akan memeriksamu nanti sore. Dia ingin memastikan bahwa kamu mengerti konsekuensi jika menolak perjanjian itu."
Vella merasakan gelombang ketakutan menyergap dirinya. "Apa yang harus aku lakukan, Maria? Aku tidak bisa membiarkan keluargaku celaka, tapi aku juga tidak bisa menerima perjanjian itu."
Maria menggenggam tangan Vella dengan erat. "Kita akan tetap melaksanakan rencana pelarian. Tapi kamu harus bersiap menghadapi apapun yang terjadi hari ini. Jangan biarkan Carlos melihat kelemahanmu."
Vella mengangguk, mencoba menguatkan dirinya. "Aku akan berusaha, Maria. Terima kasih sudah membantuku."
Waktu berlalu dengan lambat. Setiap detik terasa seperti jam bagi Vella. Dia mencoba untuk tetap tenang, tetapi bayangan pertemuannya dengan Carlos terus menghantuinya. Dia menghabiskan sebagian besar waktu di kamar, memikirkan berbagai cara untuk mengatasi situasi ini.
Sore harinya, pintu kamar Vella terbuka dan Carlos masuk dengan langkah yang pasti. Wajahnya dingin dan ekspresinya tak terbaca, membuat Vella merasa semakin tertekan.
"Vella," panggil Carlos dengan suara datar. "Sudahkah kamu membuat keputusan?"
Vella berusaha mengumpulkan keberanian. "Aku... aku butuh lebih banyak waktu untuk memikirkannya."
Carlos menatap Vella tajam, matanya penuh dengan ancaman yang tersirat. "Waktu kamu hampir habis, Vella. Kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu menolak."
Vella mencoba mempertahankan suaranya tetap stabil. "Mengapa kamu melakukan ini padaku? Apa sebenarnya yang kamu inginkan?"
Carlos mendekati Vella, berdiri di depannya dengan sikap yang mendominasi. "Aku tidak perlu menjelaskan diriku padamu, Vella. Yang perlu kamu tahu adalah bahwa aku tidak akan ragu untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendapatkan apa yang kuinginkan."
Vella merasakan dinginnya tatapan Carlos dan menyadari betapa serius ancamannya. Dia tahu bahwa berusaha melawan hanya akan memperburuk keadaan.
"Aku... aku akan menandatangani perjanjian itu," kata Vella akhirnya, suaranya bergetar.
Carlos tersenyum tipis, tanpa menunjukkan tanda-tanda kebaikan. "Bagus. Kamu telah membuat keputusan yang bijaksana. Aku akan mengirim seseorang untuk mengurus dokumen tersebut. Sementara itu, nikmati makan malammu nanti."
Malam itu, Vella kembali ke ruang makan dengan perasaan hampa. Semua rencana pelarian yang telah disusun bersama Maria terasa semakin mustahil. Carlos telah menunjukkan betapa tak berdayanya dia di hadapan kekuasaan dan ancaman yang ditunjukkan.
Di meja makan, Carlos sudah menunggu. Dia tampak tenang dan percaya diri, seperti seorang raja yang baru saja memenangkan pertempuran.
"Silakan duduk," katanya tanpa emosi.
Vella duduk dengan hati yang berat. Makanan mewah disajikan di depannya, tetapi nafsu makannya hilang. Dia hanya bisa memikirkan ancaman yang menggantung di atas kepala keluarganya.
"Besok pagi, kita akan menandatangani perjanjian itu," kata Carlos sambil memotong steaknya dengan tenang. "Setelah itu, kamu akan memulai kehidupan barumu sebagai istriku."
Vella hanya bisa mengangguk, merasa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk melawan. Dia tahu bahwa dia harus tetap hidup dan berharap ada kesempatan untuk melarikan diri di kemudian hari.
Setelah makan malam, Vella kembali ke kamarnya. Maria menemuinya di sana, wajahnya penuh dengan kekhawatiran.
"Vella, apa yang terjadi?" tanya Maria.
"Aku terpaksa setuju untuk menandatangani perjanjian itu besok pagi," jawab Vella dengan suara serak. "Aku tidak punya pilihan lain."
Maria terlihat sedih mendengar kabar itu. "Kita masih bisa mencoba melarikan diri malam ini. Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita."
Vella menatap Maria dengan mata penuh air mata. "Bagaimana kita bisa melakukannya? Carlos sudah memperketat penjagaan."
Maria menggenggam tangan Vella dengan erat. "Kita harus tetap mencoba. Ini mungkin kesempatan terakhir kita."
Vella mengangguk, menyadari bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya. Mereka mulai menyusun rencana akhir dengan hati-hati, berharap bahwa mereka bisa melarikan diri dari cengkeraman Carlos yang dingin dan kejam.
Malam telah tiba. Kegelapan yang menyelimuti mansion mewah itu hanya diterangi oleh beberapa lampu taman dan cahaya bulan yang samar. Vella duduk di tepi tempat tidurnya, hatinya berdebar-debar memikirkan rencana pelarian yang akan dilaksanakan malam ini. Setiap detik terasa seperti bom waktu yang mendekati detik terakhirnya.
Maria masuk ke kamar Vella dengan langkah yang hati-hati. Dia membawa tas kecil yang berisi beberapa perbekalan penting dan peta mansion. "Sudah siap, nonVella?" bisiknya.
Vella mengangguk, mencoba menenangkan diri. "Ya, aku siap. Kita harus segera pergi sebelum penjaga berubah shift."
Maria mengangguk, membuka pintu kamar dengan perlahan. Mereka keluar dari kamar dan berjalan menyusuri koridor yang panjang dan sepi. Vella bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat seiring dengan langkah kakinya. Setiap bayangan dan suara kecil membuatnya semakin waspada.
Mereka mencapai tangga yang mengarah ke taman belakang, tempat yang sudah mereka rencanakan sebagai jalur pelarian. Maria memimpin jalan, memastikan tidak ada penjaga yang melihat mereka. Mereka berhenti sejenak di ujung tangga, mengintip ke luar untuk memastikan keadaan aman.
"Semua bersih," bisik Maria. "Ayo, cepat!"
Mereka berlari melintasi taman dengan langkah yang hati-hati namun cepat. Taman itu luas, dipenuhi oleh berbagai tanaman hias dan patung marmer yang indah. Tetapi keindahan itu tidak mampu menghilangkan rasa takut yang menghantui mereka.
Mereka berhasil mencapai pagar belakang mansion. Pagar besi tinggi dengan ujung yang tajam tampak seperti rintangan terakhir yang harus mereka taklukkan. Maria mengeluarkan kawat pengait yang sudah dia persiapkan sebelumnya, berusaha membuka kunci pagar tersebut.
"Ayo, cepatlah!" desak Vella dengan suara tertahan.
Maria berusaha secepat mungkin, namun keringat yang membasahi tangannya membuatnya sedikit kesulitan. Akhirnya, pagar terbuka dengan bunyi klik yang nyaring. Mereka mendorong pagar itu perlahan dan keluar dari mansion.
Tetapi, suara alarm tiba-tiba terdengar nyaring, menggema di seluruh area mansion. Vella dan Maria terkejut, merasa ketakutan yang luar biasa. Mereka berlari sekuat tenaga menuju hutan yang terletak di belakang mansion, berharap bisa menyembunyikan diri sebelum penjaga datang.
Di dalam mansion, Carlos mendengar suara alarm dan segera menginstruksikan anak buahnya untuk mencari Vella. "Tangkap mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" perintahnya dengan suara penuh kemarahan.
Penjaga-penjaga bergegas menyisir area mansion dan taman, mencari jejak Vella dan Maria. Carlos berjalan dengan cepat menuju ruang kontrol keamanan, memantau setiap kamera yang terpasang di area tersebut.
Vella dan Maria berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal. Mereka memasuki hutan yang gelap dan penuh dengan semak belukar. Setiap ranting yang patah di bawah kaki mereka terasa seperti suara yang mengkhianati keberadaan mereka.
"Kita harus bersembunyi," kata Maria dengan suara terengah-engah. "Mereka pasti sudah mengejar kita."
Vella mengangguk, setuju dengan usul Maria. Mereka mencari tempat yang aman di antara pepohonan, bersembunyi di balik semak-semak yang lebat. Suara langkah kaki penjaga semakin mendekat, membuat jantung Vella berdegup semakin kencang.
Di ruang kontrol keamanan, Carlos melihat pergerakan di layar monitor. Dia tahu bahwa Vella dan Maria berada di hutan belakang. "Mereka ada di hutan. Kejar mereka dan bawa mereka kembali hidup-hidup!" perintahnya dengan suara dingin.
Penjaga-penjaga bergerak cepat menuju hutan, membawa senter dan senjata. Mereka menyisir setiap sudut, berusaha menemukan jejak Vella dan Maria. Sementara itu, Vella dan Maria berusaha tetap tenang, menahan napas agar tidak terdengar oleh penjaga.
Namun, suara dari radio penjaga yang berkomunikasi membuat Vella semakin takut. Dia tahu bahwa mereka harus segera bergerak sebelum ditemukan. "Kita harus terus bergerak, Maria," bisiknya.
Maria mengangguk, dan mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, mencoba menghindari senter penjaga yang menyapu area hutan. Setiap langkah terasa seperti langkah terakhir yang bisa mereka ambil.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti seabad, mereka akhirnya berhasil keluar dari hutan. Mereka menemukan jalan setapak yang tampak jarang dilewati orang. "Kita harus mengikuti jalan ini," kata Maria. "Mungkin ini bisa membawa kita ke tempat yang aman."
Vella merasa sedikit lega, tetapi dia tahu bahwa bahaya masih mengintai. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak itu, berharap bisa menemukan bantuan atau tempat untuk bersembunyi.
Di mansion, Carlos menatap layar monitor dengan wajah marah. "Mereka berhasil keluar dari hutan," gumamnya dengan suara bergetar karena marah. "Tetapi mereka tidak akan bisa lari jauh. Aku akan menemukan mereka."
Carlos mengambil teleponnya dan memanggil beberapa anak buahnya yang paling terpercaya. "Aku ingin kalian menyebar dan mencari mereka. Pastikan mereka tidak bisa lari dari kita."
Penjaga-penjaga tambahan dikerahkan untuk menyisir area sekitar hutan dan jalan setapak. Carlos tidak akan berhenti sampai dia berhasil menemukan Vella dan Maria.
Fajar mulai menyingsing ketika Vella dan Maria terus berjalan menyusuri jalan setapak yang jarang dilalui. Kaki mereka terasa lelah dan tubuh mereka kedinginan oleh embun pagi. Namun, semangat untuk terus melarikan diri dari cengkeraman Carlos memberikan kekuatan pada setiap langkah mereka.Maria berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam. "Kita perlu mencari tempat untuk bersembunyi dan beristirahat, Vella. Kita tidak bisa terus berjalan tanpa henti."Vella mengangguk, mengakui kebenaran kata-kata Maria. "Tapi di mana? Kita tidak tahu jalan ini."Mereka melanjutkan perjalanan, berharap menemukan tempat aman. Setelah beberapa saat, mereka melihat sebuah rumah kecil di kejauhan, dikelilingi oleh pepohonan dan semak belukar. Rumah itu tampak seperti pondok tua, tetapi mungkin bisa menjadi tempat persembunyian sementara."Di sana," kata Maria, menunjuk ke arah pondok. "Kita bisa beristirahat di sana untuk sementara waktu."Vella setuju, dan mereka mempercepat langkah menuju pondok ters
Vella tidak bisa mengalihkan pandangannya dari tubuh Maria yang tergeletak tak bernyawa di tanah. Darahnya masih mengalir, membasahi rumput di bawahnya. Tubuhnya gemetar, napasnya terisak-isak, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Carlos menariknya dengan kasar, memaksanya berjalan kembali ke mansion."Sekarang kau tahu apa yang akan terjadi jika kau mencoba melarikan diri lagi," kata Carlos dengan nada dingin. "Kau milikku, dan kau akan tetap di sini."Mereka masuk ke dalam mansion, di mana para penjaga hanya melirik sebentar sebelum melanjutkan tugas mereka. Vella merasa seperti seorang tahanan yang baru saja kembali ke penjara. Seluruh tubuhnya terasa lemas, dan kakinya hampir tidak bisa menopang berat badannya sendiri.Carlos membawanya ke kamar yang sebelumnya menjadi tempat tinggalnya. Dia membuka pintu dan mendorong Vella masuk, menutup pintu dengan keras di belakangnya. Vella jatuh ke lantai, tangannya masih terikat."Kau akan tetap di sini," kata Carlos tanpa e
Pagi menjelang dengan lambat, sinar matahari memasuki kamar Vella melalui tirai yang setengah tertutup. Vella duduk di tepi tempat tidur, memandangi surat perjanjian yang baru saja ia tanda tangani semalam. Tanda tangan itu terasa seperti cap keabadian yang mengikatnya pada kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pelayan masuk dengan membawa sarapan dan menaruhnya di atas meja. Pelayan itu melirik Vella dengan tatapan penuh simpati sebelum bergegas keluar tanpa sepatah kata pun.Vella menghela napas, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. Dia tahu bahwa sejak menandatangani surat perjanjian itu, hidupnya akan berubah secara drastis. Namun, dia juga tahu bahwa dia harus tetap kuat demi keluarganya.Carlos duduk di ruang kerjanya, matanya terpaku pada surat perjanjian yang telah ditandatangani Vella. Senyum dingin tersungging di bibirnya. Dia merasa puas karena akhirnya bisa mengendalikan Vella sepenuhnya. Namun, dia
Pagi itu, Vella terbangun lebih awal dari biasanya. Badannya masih terasa pegal dan lelah akibat pekerjaan seharian sebelumnya. Namun, dia tahu bahwa dia harus bangkit dan memulai hari yang baru. Ketika dia berpakaian, dia mendengar ketukan di pintu.Seorang pelayan berdiri di ambang pintu dengan nampan sarapan. "Tuan Carlos ingin nona vella sarapan sebelum mulai bekerja," katanya dengan nada datar.Vella mengangguk dan mengambil nampan itu, mengucapkan terima kasih dengan suara pelan. Setelah pelayan pergi, dia duduk di tepi tempat tidur, memandangi makanan yang ada di depannya. Rasa lapar mendorongnya untuk makan, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan.Setelah sarapan, Vella segera mulai bekerja. Dia membersihkan ruang tamu, menggosok lantai marmer hingga berkilau. Setiap sudut mansion yang mewah ini kini menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Meskipun dia tidak suka dengan pekerjaannya, dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.Saat sedang membersihkan, dia melihat Carlos ber
Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan gelisah. Pikirannya terus dipenuhi dengan ancaman Carlos dan gelang pelacak di pergelangan tangannya. Dia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Ketika dia berpakaian dan keluar dari kamar, seorang pelayan menghampirinya."Tuan Carlos ingin kau bersiap-siap. Ada sesuatu yang penting hari ini," kata pelayan itu dengan nada tegas.Vella mengerutkan kening. "Apa yang terjadi?"Pelayan itu tidak menjawab, hanya menyerahkan pakaian formal yang terlihat mewah. "Pakailah ini dan turun ke ruang utama dalam satu jam."Dengan hati yang penuh pertanyaan dan kekhawatiran, Vella mengambil pakaian itu dan kembali ke kamarnya. Dia mengganti pakaian dengan hati-hati, merasa aneh mengenakan gaun mewah di situasi seperti ini. Ketika dia melihat dirinya di cermin, dia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.Di ruang utama, Carlos sudah menunggu. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi, tampak berwibawa dan mengintimidasi. Ketika Vella ma
Malam itu terasa sangat dingin dan suram. Ruangan di mansion yang besar dan megah ini seakan menjadi saksi bisu dari ketegangan dan rasa takut yang mengelilingi Vella. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bergetar, baik karena dingin maupun ketakutan yang mendalam.Saat pintu kamar terbuka, Carlos masuk dengan langkah yang mantap. Wajahnya yang dingin dan tak menunjukkan ekspresi apapun menambah ketegangan di udara. Dia menutup pintu di belakangnya dengan gerakan yang tegas, seolah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar dari ruangan ini."Kau tahu apa yang harus kau lakukan vella," kata Carlos dengan suara rendah namun tegas.Vella menelan ludah dan mengangguk pelan. Dia tahu apa yang diharapkan darinya, tetapi hatinya masih menolak. Vella merasa jantungnya berdegup kencang saat Carlos mendekatinya. "Carlos, bisakah kita membicarakannya?" suaranya bergetar, berusaha keras untuk tetap tenang. "Aku... aku tidak siap."Carlos berhenti beberapa langkah darinya, menatapnya dengan t
Pagi itu terasa lebih suram dari biasanya. Langit mendung, seakan mencerminkan suasana hati Vella yang semakin berat. Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pekerjaan fisik dan tekanan mental, tubuhnya semakin terasa lelah, dan pikirannya mulai dipenuhi kecemasan yang tak kunjung hilang. Di mansion ini, setiap detik terasa seperti penantian panjang yang penuh ketidakpastian.Namun, ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Vella bisa merasakan atmosfer di rumah itu sedikit berubah. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya, membersihkan dan menyiapkan ruang-ruang yang biasanya dibiarkan kosong. Mereka bergerak dengan tergesa-gesa, seakan ada sesuatu yang penting yang akan terjadi."Apakah ada tamu yang akan datang?" Vella bertanya kepada seorang pelayan wanita tua yang lewat di dekatnya sambil membawa vas bunga yang besar.Pelayan itu melirik Vella sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Ya, tamu istimewa," katanya pelan. "Carlos meminta kami untuk memastikan semuanya sempurna. Dia sangat
Ruangan di mansion mewah itu terasa sunyi, dengan hanya cahaya redup dari lampu di sudut ruangan yang berusaha menerangi kegelapan. Vella duduk di tepi ranjang, menggenggam ujung selimut dengan erat, tubuhnya terasa kaku. Dia masih mengenakan pakaian tidur sederhana berwarna putih, tetapi pikirannya penuh dengan ketakutan dan kecemasan yang tak bisa ia hilangkan. Setiap malam di mansion ini terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.Vella tak tahu harus melakukan apa. Dia sudah berusaha melarikan diri, tapi setiap upayanya selalu gagal. Dan sekarang, ancaman Carlos terus menggema di pikirannya. Keluarganya... Carlos akan mencelakai mereka jika dia mencoba kabur lagi. Rasa bersalah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu membuatnya tak berdaya.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan suara derit pelan, namun langkah kaki yang berat dan mantap terdengar jelas di ruangan itu. Vella tahu siapa yang datang bahkan tanpa harus menengok. Tubuhnya langsung tegang, seperti refleks alam
Pagi ini, suasana di mansion terasa lebih sunyi dari biasanya. Carlos sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Aku mengamati dari jauh saat dia mengenakan jas hitamnya yang sempurna, dengan ekspresi dingin yang biasa terpancar di wajahnya. Sudah lebih dari satu bulan sejak Sofia datang ke mansion, dan selama itu pula Carlos terus menjaga jarak dariku.Aku merasa tubuhku semakin lemah, dengan rasa mual yang sering muncul setiap pagi. Aku sudah menduga bahwa aku hamil, tapi belum ada waktu yang tepat untuk memberi tahu Carlos. Ditambah lagi, kehadiran Sofia membuat segalanya semakin rumit.Sejak Carlos membawa sofia ke mansion, Sofia seolah mengambil alih seluruh mansion ini. Dan yang lebih buruk, aku diperlakukan seperti seorang pembantu. Tidak ada hari tanpa Sofia mengerjaiku, membuatku melakukan pekerjaan yang bahkan seharusnya bukan tanggung jawabku."Vella, Cuci semua pakaian di kamar tamu, bersihkan seluruh lantai, dan pastikan dapur ini berkilau sebelum sore," katanya dengan nad
Hari-hari terasa semakin panjang di mansion, terutama setelah kedatangan Sofia. Carlos hampir tidak lagi memberikan perhatian padaku, bahkan lebih jarang menatap mataku. Meski aku tidak mengharapkan cinta darinya, ketidakpeduliannya sekarang membuat luka di hatiku semakin dalam. Namun, yang paling menakutkan adalah rahasia yang aku simpan di perutku. Perasaan mual yang semakin sering datang dan perubahan pada tubuhku menguatkan firasat bahwa aku mungkin sedang hamil. Tapi, bagaimana aku bisa mengatakannya kepada Carlos saat Sofia kembali dalam hidupnya? Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu."nona Vella, kau di dalam?" suara Maria terdengar lembut dari luar. Aku segera membuka pintu dan melihat wajah khawatirnya."nona Kau baik-baik saja?" pelayan bertanya, matanya menelisik tubuhku seolah ingin memastikan bahwa aku tidak sakit.Aku tersenyum tipis dan mengangguk. "Aku baik-baik saja. Hanya... lelah."pelayan masuk ke dalam, lalu berbisik. " nona Kau harus berhati-hati. Nona so
Carlos duduk di kursi rumah sakit, memandang Sofia yang terbaring di tempat tidur. Wajah Sofia tampak pucat, tetapi tetap memancarkan kecantikan yang dulu memikat hati Carlos. Sudah satu bulan sejak Sofia terbangun dari komanya, dan selama itu, Carlos hampir setiap hari menemani dan merawatnya. Tidak ada satu pun pekerjaan yang lebih penting daripada menjaga Sofia atau begitulah pikirnya.Setiap hari, Carlos datang ke rumah sakit dengan membawa bunga atau makanan kesukaan Sofia, mencoba menghiburnya dengan segala cara. Namun, di balik perhatian itu, Sofia menyembunyikan sesuatu yang besar sesuatu yang jika Carlos mengetahuinya, bisa menghancurkan segalanya.carlos belum memberitahu sofia jika anak yang dikandungnya tidak selamat . selama satu bulan ini carlos memberitahu pada sofia jika anak mereka sudah lahir dan selamat dari kecelakaan yang mereka alami. Carlos belum memberi tahu Sofia tentang ini. Bagaimana mungkin? Bagaimana ia bisa menghancurkan harapan satu-satunya yang ia milik
Ruangan di mansion mewah itu terasa sunyi, dengan hanya cahaya redup dari lampu di sudut ruangan yang berusaha menerangi kegelapan. Vella duduk di tepi ranjang, menggenggam ujung selimut dengan erat, tubuhnya terasa kaku. Dia masih mengenakan pakaian tidur sederhana berwarna putih, tetapi pikirannya penuh dengan ketakutan dan kecemasan yang tak bisa ia hilangkan. Setiap malam di mansion ini terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.Vella tak tahu harus melakukan apa. Dia sudah berusaha melarikan diri, tapi setiap upayanya selalu gagal. Dan sekarang, ancaman Carlos terus menggema di pikirannya. Keluarganya... Carlos akan mencelakai mereka jika dia mencoba kabur lagi. Rasa bersalah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu membuatnya tak berdaya.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan suara derit pelan, namun langkah kaki yang berat dan mantap terdengar jelas di ruangan itu. Vella tahu siapa yang datang bahkan tanpa harus menengok. Tubuhnya langsung tegang, seperti refleks alam
Pagi itu terasa lebih suram dari biasanya. Langit mendung, seakan mencerminkan suasana hati Vella yang semakin berat. Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pekerjaan fisik dan tekanan mental, tubuhnya semakin terasa lelah, dan pikirannya mulai dipenuhi kecemasan yang tak kunjung hilang. Di mansion ini, setiap detik terasa seperti penantian panjang yang penuh ketidakpastian.Namun, ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Vella bisa merasakan atmosfer di rumah itu sedikit berubah. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya, membersihkan dan menyiapkan ruang-ruang yang biasanya dibiarkan kosong. Mereka bergerak dengan tergesa-gesa, seakan ada sesuatu yang penting yang akan terjadi."Apakah ada tamu yang akan datang?" Vella bertanya kepada seorang pelayan wanita tua yang lewat di dekatnya sambil membawa vas bunga yang besar.Pelayan itu melirik Vella sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Ya, tamu istimewa," katanya pelan. "Carlos meminta kami untuk memastikan semuanya sempurna. Dia sangat
Malam itu terasa sangat dingin dan suram. Ruangan di mansion yang besar dan megah ini seakan menjadi saksi bisu dari ketegangan dan rasa takut yang mengelilingi Vella. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bergetar, baik karena dingin maupun ketakutan yang mendalam.Saat pintu kamar terbuka, Carlos masuk dengan langkah yang mantap. Wajahnya yang dingin dan tak menunjukkan ekspresi apapun menambah ketegangan di udara. Dia menutup pintu di belakangnya dengan gerakan yang tegas, seolah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar dari ruangan ini."Kau tahu apa yang harus kau lakukan vella," kata Carlos dengan suara rendah namun tegas.Vella menelan ludah dan mengangguk pelan. Dia tahu apa yang diharapkan darinya, tetapi hatinya masih menolak. Vella merasa jantungnya berdegup kencang saat Carlos mendekatinya. "Carlos, bisakah kita membicarakannya?" suaranya bergetar, berusaha keras untuk tetap tenang. "Aku... aku tidak siap."Carlos berhenti beberapa langkah darinya, menatapnya dengan t
Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan gelisah. Pikirannya terus dipenuhi dengan ancaman Carlos dan gelang pelacak di pergelangan tangannya. Dia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Ketika dia berpakaian dan keluar dari kamar, seorang pelayan menghampirinya."Tuan Carlos ingin kau bersiap-siap. Ada sesuatu yang penting hari ini," kata pelayan itu dengan nada tegas.Vella mengerutkan kening. "Apa yang terjadi?"Pelayan itu tidak menjawab, hanya menyerahkan pakaian formal yang terlihat mewah. "Pakailah ini dan turun ke ruang utama dalam satu jam."Dengan hati yang penuh pertanyaan dan kekhawatiran, Vella mengambil pakaian itu dan kembali ke kamarnya. Dia mengganti pakaian dengan hati-hati, merasa aneh mengenakan gaun mewah di situasi seperti ini. Ketika dia melihat dirinya di cermin, dia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.Di ruang utama, Carlos sudah menunggu. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi, tampak berwibawa dan mengintimidasi. Ketika Vella ma
Pagi itu, Vella terbangun lebih awal dari biasanya. Badannya masih terasa pegal dan lelah akibat pekerjaan seharian sebelumnya. Namun, dia tahu bahwa dia harus bangkit dan memulai hari yang baru. Ketika dia berpakaian, dia mendengar ketukan di pintu.Seorang pelayan berdiri di ambang pintu dengan nampan sarapan. "Tuan Carlos ingin nona vella sarapan sebelum mulai bekerja," katanya dengan nada datar.Vella mengangguk dan mengambil nampan itu, mengucapkan terima kasih dengan suara pelan. Setelah pelayan pergi, dia duduk di tepi tempat tidur, memandangi makanan yang ada di depannya. Rasa lapar mendorongnya untuk makan, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan.Setelah sarapan, Vella segera mulai bekerja. Dia membersihkan ruang tamu, menggosok lantai marmer hingga berkilau. Setiap sudut mansion yang mewah ini kini menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Meskipun dia tidak suka dengan pekerjaannya, dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.Saat sedang membersihkan, dia melihat Carlos ber
Pagi menjelang dengan lambat, sinar matahari memasuki kamar Vella melalui tirai yang setengah tertutup. Vella duduk di tepi tempat tidur, memandangi surat perjanjian yang baru saja ia tanda tangani semalam. Tanda tangan itu terasa seperti cap keabadian yang mengikatnya pada kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pelayan masuk dengan membawa sarapan dan menaruhnya di atas meja. Pelayan itu melirik Vella dengan tatapan penuh simpati sebelum bergegas keluar tanpa sepatah kata pun.Vella menghela napas, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. Dia tahu bahwa sejak menandatangani surat perjanjian itu, hidupnya akan berubah secara drastis. Namun, dia juga tahu bahwa dia harus tetap kuat demi keluarganya.Carlos duduk di ruang kerjanya, matanya terpaku pada surat perjanjian yang telah ditandatangani Vella. Senyum dingin tersungging di bibirnya. Dia merasa puas karena akhirnya bisa mengendalikan Vella sepenuhnya. Namun, dia