Fajar mulai menyingsing ketika Vella dan Maria terus berjalan menyusuri jalan setapak yang jarang dilalui. Kaki mereka terasa lelah dan tubuh mereka kedinginan oleh embun pagi. Namun, semangat untuk terus melarikan diri dari cengkeraman Carlos memberikan kekuatan pada setiap langkah mereka.
Maria berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam. "Kita perlu mencari tempat untuk bersembunyi dan beristirahat, Vella. Kita tidak bisa terus berjalan tanpa henti."
Vella mengangguk, mengakui kebenaran kata-kata Maria. "Tapi di mana? Kita tidak tahu jalan ini."
Mereka melanjutkan perjalanan, berharap menemukan tempat aman. Setelah beberapa saat, mereka melihat sebuah rumah kecil di kejauhan, dikelilingi oleh pepohonan dan semak belukar. Rumah itu tampak seperti pondok tua, tetapi mungkin bisa menjadi tempat persembunyian sementara.
"Di sana," kata Maria, menunjuk ke arah pondok. "Kita bisa beristirahat di sana untuk sementara waktu."
Vella setuju, dan mereka mempercepat langkah menuju pondok tersebut. Mereka membuka pintu kayu yang berderit dan masuk ke dalam. Pondok itu sederhana, dengan beberapa perabotan tua dan sebuah perapian yang sudah lama tidak digunakan. Tetapi itu cukup untuk mereka beristirahat dan merencanakan langkah berikutnya.
Sementara itu, di mansion, Carlos memerintahkan anak buahnya untuk memperluas pencarian. Dia duduk di ruang kontrol keamanan, matanya tidak pernah lepas dari layar monitor. Kegagalan untuk menangkap Vella dan Maria membuatnya semakin marah dan terobsesi.
"Temukan mereka," katanya dengan suara penuh kebencian. "Mereka tidak akan bisa lari jauh."
Anak buah Carlos menyisir setiap jalan dan hutan di sekitar mansion, menggunakan kendaraan dan anjing pelacak untuk mencari jejak mereka. Carlos tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya, dan dia tidak akan berhenti sampai berhasil menangkap Vella dan Maria.
Di pondok, Maria dan Vella duduk di dekat perapian, mencoba menghangatkan diri. Vella membuka tas kecil yang dibawa Maria, mencari makanan dan air.
"Kita harus memikirkan rencana berikutnya," kata Vella sambil mengunyah sepotong roti. "Carlos pasti tidak akan berhenti mencariku."
Maria mengangguk. "Aku setuju. Kita harus menemukan cara untuk keluar dari daerah ini dan mencari bantuan. Mungkin kita bisa pergi ke kota terdekat dan melapor ke polisi."
Vella merasa sedikit lega mendengar rencana itu. "Tapi bagaimana kita bisa sampai ke sana tanpa tertangkap?"
Maria mengeluarkan peta yang dia bawa. "Kita akan menggunakan jalan-jalan kecil yang tidak banyak dilalui orang. Aku mengenal daerah ini sedikit, dan aku tahu ada beberapa jalan setapak yang bisa membawa kita ke kota tanpa harus melewati jalan utama."
Vella mengangguk, merasa sedikit lebih optimis. "Baiklah. Kita harus beristirahat sejenak, lalu melanjutkan perjalanan sebelum mereka menemukan kita."
Beberapa jam kemudian, setelah beristirahat dan memulihkan tenaga, Vella dan Maria siap untuk melanjutkan perjalanan. Mereka meninggalkan pondok dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat mereka. Mereka mengikuti peta yang dibawa Maria, berjalan melewati jalan-jalan setapak yang tersembunyi di antara pepohonan dan semak belukar.
Perjalanan terasa melelahkan, tetapi Vella dan Maria terus berjalan dengan tekad yang kuat. Setiap suara dan gerakan di sekitar mereka membuat mereka semakin waspada. Mereka tahu bahwa penjaga Carlos mungkin saja berada di dekat mereka.
Di mansion, Carlos menerima laporan dari salah satu anak buahnya. "Tuan, kami menemukan jejak mereka di dekat hutan belakang. Mereka menuju arah barat."
Carlos tersenyum dingin. "Bagus. Kejar mereka dan bawa mereka kembali. Jangan biarkan mereka lolos."
Anak buah Carlos segera bergerak, mengikuti jejak yang ditemukan. Mereka mempercepat langkah, berusaha mengejar Vella dan Maria sebelum mereka berhasil melarikan diri lebih jauh. Carlos memutuskan untuk ikut dalam pengejaran, memastikan bahwa dia akan melihat sendiri saat Vella tertangkap kembali.
Sementara itu, Vella dan Maria akhirnya melihat cahaya kota di kejauhan. Mereka merasa lega dan bersemangat, tetapi mereka tahu bahwa bahaya masih mengintai.
"Kita hampir sampai," kata Maria dengan suara penuh harapan. "Kita bisa mencari kantor polisi dan meminta bantuan."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara kendaraan terdengar dari arah belakang. Vella dan Maria berhenti sejenak, melihat beberapa mobil hitam mendekat dengan cepat. Jantung mereka berdetak kencang, menyadari bahwa mereka mungkin telah ditemukan.
"Bersembunyi!" bisik Maria dengan panik. Mereka berlari menuju semak belukar di pinggir jalan, berusaha menyembunyikan diri dari pandangan kendaraan yang mendekat.
Mobil-mobil itu berhenti di dekat tempat mereka bersembunyi. Penjaga-penjaga Carlos keluar dari mobil, membawa senjata dan senter. Mereka mulai menyisir area tersebut, mencari Vella dan Maria dengan teliti. Carlos keluar dari salah satu mobil, wajahnya dingin dan penuh determinasi.
Vella menahan napas, berharap mereka tidak ditemukan. Maria memegang tangan Vella erat-erat, berusaha memberikan kekuatan. Mereka tahu bahwa ini adalah momen penentuan. Jika mereka ditemukan sekarang, semua usaha mereka akan sia-sia.
Carlos berjalan mendekati tempat Vella dan Maria bersembunyi. Vella bisa merasakan keberadaan Carlos semakin dekat. Dia meremas tangan Maria, mencoba memberikan sinyal untuk tetap tenang.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, Carlos menemukan mereka. Dengan senyum dingin di wajahnya, dia mengarahkan pistol ke arah mereka. "Keluar dari tempat persembunyian kalian," katanya dengan suara tegas.
Vella dan Maria tidak punya pilihan. Mereka keluar dari tempat persembunyian dengan tangan terangkat, mencoba menunjukkan bahwa mereka tidak berbahaya. Carlos mendekat, matanya penuh kebencian.
"Kalian pikir bisa melarikan diri dariku?" katanya dengan suara penuh amarah. "Kalian salah besar."
Vella mencoba untuk tetap tenang. "Carlos, tolong, biarkan kami pergi. Kami tidak akan melaporkanmu. Kami hanya ingin bebas."
Carlos tertawa dingin. "Bebas? Kalian tidak akan pernah bebas dari aku. Aku akan memastikan kalian membayar setiap upaya kalian untuk melarikan diri."
Dia memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk menangkap Vella dan Maria. Mereka diborgol dan dimasukkan ke dalam mobil. Carlos memandang mereka dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Kalian akan kembali ke mansion, dan kali ini, aku akan memastikan kalian tidak akan pernah bisa melarikan diri lagi," katanya dengan suara dingin.
Di dalam mobil, Vella dan Maria duduk berdampingan dengan tangan terborgol. Mereka saling bertukar pandang, mencoba mencari kekuatan satu sama lain. Ketakutan dan ketidakpastian menghantui pikiran mereka.
Setibanya di mansion, Carlos mengeluarkan Vella dan Maria dari mobil dengan kasar. Dia memegang pistolnya dengan erat, tatapannya tajam dan penuh kebencian. "Ini adalah peringatan terakhir kalian," katanya dingin.
Sebelum Vella sempat menyadari apa yang terjadi, Carlos mengarahkan pistolnya ke kepala Maria dan menembak tanpa ragu. Suara tembakan menggema di udara, dan Maria jatuh ke tanah dengan darah mengalir dari kepalanya.
Vella berteriak, air matanya mengalir deras. "Tidak! Maria!"
Carlos memandang Vella dengan tatapan dingin. "Ini yang terjadi jika kau berani melarikan diri lagi. Ingatlah ini baik-baik, Vella. Aku tidak akan segan-segan membunuh siapapun yang mencoba membantumu."
Vella terisak, merasakan ketakutan yang mendalam. Maria tergeletak tak bernyawa di hadapannya, menjadi korban kebengisan Carlos. Dia menyadari bahwa dia sekarang benar-benar sendirian dalam menghadapi tirani Carlos.
Carlos menyuruh anak buahnya untuk membawa tubuh Maria dan membersihkan tempat itu. Dia lalu menggenggam tangan Vella dengan kasar dan menyeretnya kembali ke dalam mansion. "Kau milikku, Vella. Dan kau tidak akan pernah bisa melarikan diri dariku."
Vella tidak bisa mengalihkan pandangannya dari tubuh Maria yang tergeletak tak bernyawa di tanah. Darahnya masih mengalir, membasahi rumput di bawahnya. Tubuhnya gemetar, napasnya terisak-isak, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Carlos menariknya dengan kasar, memaksanya berjalan kembali ke mansion."Sekarang kau tahu apa yang akan terjadi jika kau mencoba melarikan diri lagi," kata Carlos dengan nada dingin. "Kau milikku, dan kau akan tetap di sini."Mereka masuk ke dalam mansion, di mana para penjaga hanya melirik sebentar sebelum melanjutkan tugas mereka. Vella merasa seperti seorang tahanan yang baru saja kembali ke penjara. Seluruh tubuhnya terasa lemas, dan kakinya hampir tidak bisa menopang berat badannya sendiri.Carlos membawanya ke kamar yang sebelumnya menjadi tempat tinggalnya. Dia membuka pintu dan mendorong Vella masuk, menutup pintu dengan keras di belakangnya. Vella jatuh ke lantai, tangannya masih terikat."Kau akan tetap di sini," kata Carlos tanpa e
Pagi menjelang dengan lambat, sinar matahari memasuki kamar Vella melalui tirai yang setengah tertutup. Vella duduk di tepi tempat tidur, memandangi surat perjanjian yang baru saja ia tanda tangani semalam. Tanda tangan itu terasa seperti cap keabadian yang mengikatnya pada kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pelayan masuk dengan membawa sarapan dan menaruhnya di atas meja. Pelayan itu melirik Vella dengan tatapan penuh simpati sebelum bergegas keluar tanpa sepatah kata pun.Vella menghela napas, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. Dia tahu bahwa sejak menandatangani surat perjanjian itu, hidupnya akan berubah secara drastis. Namun, dia juga tahu bahwa dia harus tetap kuat demi keluarganya.Carlos duduk di ruang kerjanya, matanya terpaku pada surat perjanjian yang telah ditandatangani Vella. Senyum dingin tersungging di bibirnya. Dia merasa puas karena akhirnya bisa mengendalikan Vella sepenuhnya. Namun, dia
Pagi itu, Vella terbangun lebih awal dari biasanya. Badannya masih terasa pegal dan lelah akibat pekerjaan seharian sebelumnya. Namun, dia tahu bahwa dia harus bangkit dan memulai hari yang baru. Ketika dia berpakaian, dia mendengar ketukan di pintu.Seorang pelayan berdiri di ambang pintu dengan nampan sarapan. "Tuan Carlos ingin nona vella sarapan sebelum mulai bekerja," katanya dengan nada datar.Vella mengangguk dan mengambil nampan itu, mengucapkan terima kasih dengan suara pelan. Setelah pelayan pergi, dia duduk di tepi tempat tidur, memandangi makanan yang ada di depannya. Rasa lapar mendorongnya untuk makan, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan.Setelah sarapan, Vella segera mulai bekerja. Dia membersihkan ruang tamu, menggosok lantai marmer hingga berkilau. Setiap sudut mansion yang mewah ini kini menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Meskipun dia tidak suka dengan pekerjaannya, dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.Saat sedang membersihkan, dia melihat Carlos ber
Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan gelisah. Pikirannya terus dipenuhi dengan ancaman Carlos dan gelang pelacak di pergelangan tangannya. Dia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Ketika dia berpakaian dan keluar dari kamar, seorang pelayan menghampirinya."Tuan Carlos ingin kau bersiap-siap. Ada sesuatu yang penting hari ini," kata pelayan itu dengan nada tegas.Vella mengerutkan kening. "Apa yang terjadi?"Pelayan itu tidak menjawab, hanya menyerahkan pakaian formal yang terlihat mewah. "Pakailah ini dan turun ke ruang utama dalam satu jam."Dengan hati yang penuh pertanyaan dan kekhawatiran, Vella mengambil pakaian itu dan kembali ke kamarnya. Dia mengganti pakaian dengan hati-hati, merasa aneh mengenakan gaun mewah di situasi seperti ini. Ketika dia melihat dirinya di cermin, dia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.Di ruang utama, Carlos sudah menunggu. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi, tampak berwibawa dan mengintimidasi. Ketika Vella ma
Malam itu terasa sangat dingin dan suram. Ruangan di mansion yang besar dan megah ini seakan menjadi saksi bisu dari ketegangan dan rasa takut yang mengelilingi Vella. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bergetar, baik karena dingin maupun ketakutan yang mendalam.Saat pintu kamar terbuka, Carlos masuk dengan langkah yang mantap. Wajahnya yang dingin dan tak menunjukkan ekspresi apapun menambah ketegangan di udara. Dia menutup pintu di belakangnya dengan gerakan yang tegas, seolah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar dari ruangan ini."Kau tahu apa yang harus kau lakukan vella," kata Carlos dengan suara rendah namun tegas.Vella menelan ludah dan mengangguk pelan. Dia tahu apa yang diharapkan darinya, tetapi hatinya masih menolak. Vella merasa jantungnya berdegup kencang saat Carlos mendekatinya. "Carlos, bisakah kita membicarakannya?" suaranya bergetar, berusaha keras untuk tetap tenang. "Aku... aku tidak siap."Carlos berhenti beberapa langkah darinya, menatapnya dengan t
Pagi itu terasa lebih suram dari biasanya. Langit mendung, seakan mencerminkan suasana hati Vella yang semakin berat. Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pekerjaan fisik dan tekanan mental, tubuhnya semakin terasa lelah, dan pikirannya mulai dipenuhi kecemasan yang tak kunjung hilang. Di mansion ini, setiap detik terasa seperti penantian panjang yang penuh ketidakpastian.Namun, ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Vella bisa merasakan atmosfer di rumah itu sedikit berubah. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya, membersihkan dan menyiapkan ruang-ruang yang biasanya dibiarkan kosong. Mereka bergerak dengan tergesa-gesa, seakan ada sesuatu yang penting yang akan terjadi."Apakah ada tamu yang akan datang?" Vella bertanya kepada seorang pelayan wanita tua yang lewat di dekatnya sambil membawa vas bunga yang besar.Pelayan itu melirik Vella sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Ya, tamu istimewa," katanya pelan. "Carlos meminta kami untuk memastikan semuanya sempurna. Dia sangat
Ruangan di mansion mewah itu terasa sunyi, dengan hanya cahaya redup dari lampu di sudut ruangan yang berusaha menerangi kegelapan. Vella duduk di tepi ranjang, menggenggam ujung selimut dengan erat, tubuhnya terasa kaku. Dia masih mengenakan pakaian tidur sederhana berwarna putih, tetapi pikirannya penuh dengan ketakutan dan kecemasan yang tak bisa ia hilangkan. Setiap malam di mansion ini terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.Vella tak tahu harus melakukan apa. Dia sudah berusaha melarikan diri, tapi setiap upayanya selalu gagal. Dan sekarang, ancaman Carlos terus menggema di pikirannya. Keluarganya... Carlos akan mencelakai mereka jika dia mencoba kabur lagi. Rasa bersalah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu membuatnya tak berdaya.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan suara derit pelan, namun langkah kaki yang berat dan mantap terdengar jelas di ruangan itu. Vella tahu siapa yang datang bahkan tanpa harus menengok. Tubuhnya langsung tegang, seperti refleks alam
Carlos duduk di kursi rumah sakit, memandang Sofia yang terbaring di tempat tidur. Wajah Sofia tampak pucat, tetapi tetap memancarkan kecantikan yang dulu memikat hati Carlos. Sudah satu bulan sejak Sofia terbangun dari komanya, dan selama itu, Carlos hampir setiap hari menemani dan merawatnya. Tidak ada satu pun pekerjaan yang lebih penting daripada menjaga Sofia atau begitulah pikirnya.Setiap hari, Carlos datang ke rumah sakit dengan membawa bunga atau makanan kesukaan Sofia, mencoba menghiburnya dengan segala cara. Namun, di balik perhatian itu, Sofia menyembunyikan sesuatu yang besar sesuatu yang jika Carlos mengetahuinya, bisa menghancurkan segalanya.carlos belum memberitahu sofia jika anak yang dikandungnya tidak selamat . selama satu bulan ini carlos memberitahu pada sofia jika anak mereka sudah lahir dan selamat dari kecelakaan yang mereka alami. Carlos belum memberi tahu Sofia tentang ini. Bagaimana mungkin? Bagaimana ia bisa menghancurkan harapan satu-satunya yang ia milik
Pagi ini, suasana di mansion terasa lebih sunyi dari biasanya. Carlos sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Aku mengamati dari jauh saat dia mengenakan jas hitamnya yang sempurna, dengan ekspresi dingin yang biasa terpancar di wajahnya. Sudah lebih dari satu bulan sejak Sofia datang ke mansion, dan selama itu pula Carlos terus menjaga jarak dariku.Aku merasa tubuhku semakin lemah, dengan rasa mual yang sering muncul setiap pagi. Aku sudah menduga bahwa aku hamil, tapi belum ada waktu yang tepat untuk memberi tahu Carlos. Ditambah lagi, kehadiran Sofia membuat segalanya semakin rumit.Sejak Carlos membawa sofia ke mansion, Sofia seolah mengambil alih seluruh mansion ini. Dan yang lebih buruk, aku diperlakukan seperti seorang pembantu. Tidak ada hari tanpa Sofia mengerjaiku, membuatku melakukan pekerjaan yang bahkan seharusnya bukan tanggung jawabku."Vella, Cuci semua pakaian di kamar tamu, bersihkan seluruh lantai, dan pastikan dapur ini berkilau sebelum sore," katanya dengan nad
Hari-hari terasa semakin panjang di mansion, terutama setelah kedatangan Sofia. Carlos hampir tidak lagi memberikan perhatian padaku, bahkan lebih jarang menatap mataku. Meski aku tidak mengharapkan cinta darinya, ketidakpeduliannya sekarang membuat luka di hatiku semakin dalam. Namun, yang paling menakutkan adalah rahasia yang aku simpan di perutku. Perasaan mual yang semakin sering datang dan perubahan pada tubuhku menguatkan firasat bahwa aku mungkin sedang hamil. Tapi, bagaimana aku bisa mengatakannya kepada Carlos saat Sofia kembali dalam hidupnya? Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu."nona Vella, kau di dalam?" suara Maria terdengar lembut dari luar. Aku segera membuka pintu dan melihat wajah khawatirnya."nona Kau baik-baik saja?" pelayan bertanya, matanya menelisik tubuhku seolah ingin memastikan bahwa aku tidak sakit.Aku tersenyum tipis dan mengangguk. "Aku baik-baik saja. Hanya... lelah."pelayan masuk ke dalam, lalu berbisik. " nona Kau harus berhati-hati. Nona so
Carlos duduk di kursi rumah sakit, memandang Sofia yang terbaring di tempat tidur. Wajah Sofia tampak pucat, tetapi tetap memancarkan kecantikan yang dulu memikat hati Carlos. Sudah satu bulan sejak Sofia terbangun dari komanya, dan selama itu, Carlos hampir setiap hari menemani dan merawatnya. Tidak ada satu pun pekerjaan yang lebih penting daripada menjaga Sofia atau begitulah pikirnya.Setiap hari, Carlos datang ke rumah sakit dengan membawa bunga atau makanan kesukaan Sofia, mencoba menghiburnya dengan segala cara. Namun, di balik perhatian itu, Sofia menyembunyikan sesuatu yang besar sesuatu yang jika Carlos mengetahuinya, bisa menghancurkan segalanya.carlos belum memberitahu sofia jika anak yang dikandungnya tidak selamat . selama satu bulan ini carlos memberitahu pada sofia jika anak mereka sudah lahir dan selamat dari kecelakaan yang mereka alami. Carlos belum memberi tahu Sofia tentang ini. Bagaimana mungkin? Bagaimana ia bisa menghancurkan harapan satu-satunya yang ia milik
Ruangan di mansion mewah itu terasa sunyi, dengan hanya cahaya redup dari lampu di sudut ruangan yang berusaha menerangi kegelapan. Vella duduk di tepi ranjang, menggenggam ujung selimut dengan erat, tubuhnya terasa kaku. Dia masih mengenakan pakaian tidur sederhana berwarna putih, tetapi pikirannya penuh dengan ketakutan dan kecemasan yang tak bisa ia hilangkan. Setiap malam di mansion ini terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.Vella tak tahu harus melakukan apa. Dia sudah berusaha melarikan diri, tapi setiap upayanya selalu gagal. Dan sekarang, ancaman Carlos terus menggema di pikirannya. Keluarganya... Carlos akan mencelakai mereka jika dia mencoba kabur lagi. Rasa bersalah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu membuatnya tak berdaya.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan suara derit pelan, namun langkah kaki yang berat dan mantap terdengar jelas di ruangan itu. Vella tahu siapa yang datang bahkan tanpa harus menengok. Tubuhnya langsung tegang, seperti refleks alam
Pagi itu terasa lebih suram dari biasanya. Langit mendung, seakan mencerminkan suasana hati Vella yang semakin berat. Setelah menjalani hari-hari penuh dengan pekerjaan fisik dan tekanan mental, tubuhnya semakin terasa lelah, dan pikirannya mulai dipenuhi kecemasan yang tak kunjung hilang. Di mansion ini, setiap detik terasa seperti penantian panjang yang penuh ketidakpastian.Namun, ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Vella bisa merasakan atmosfer di rumah itu sedikit berubah. Para pelayan tampak lebih sibuk dari biasanya, membersihkan dan menyiapkan ruang-ruang yang biasanya dibiarkan kosong. Mereka bergerak dengan tergesa-gesa, seakan ada sesuatu yang penting yang akan terjadi."Apakah ada tamu yang akan datang?" Vella bertanya kepada seorang pelayan wanita tua yang lewat di dekatnya sambil membawa vas bunga yang besar.Pelayan itu melirik Vella sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Ya, tamu istimewa," katanya pelan. "Carlos meminta kami untuk memastikan semuanya sempurna. Dia sangat
Malam itu terasa sangat dingin dan suram. Ruangan di mansion yang besar dan megah ini seakan menjadi saksi bisu dari ketegangan dan rasa takut yang mengelilingi Vella. Dia duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bergetar, baik karena dingin maupun ketakutan yang mendalam.Saat pintu kamar terbuka, Carlos masuk dengan langkah yang mantap. Wajahnya yang dingin dan tak menunjukkan ekspresi apapun menambah ketegangan di udara. Dia menutup pintu di belakangnya dengan gerakan yang tegas, seolah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar dari ruangan ini."Kau tahu apa yang harus kau lakukan vella," kata Carlos dengan suara rendah namun tegas.Vella menelan ludah dan mengangguk pelan. Dia tahu apa yang diharapkan darinya, tetapi hatinya masih menolak. Vella merasa jantungnya berdegup kencang saat Carlos mendekatinya. "Carlos, bisakah kita membicarakannya?" suaranya bergetar, berusaha keras untuk tetap tenang. "Aku... aku tidak siap."Carlos berhenti beberapa langkah darinya, menatapnya dengan t
Pagi itu, Vella terbangun dengan perasaan gelisah. Pikirannya terus dipenuhi dengan ancaman Carlos dan gelang pelacak di pergelangan tangannya. Dia merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak pernah dia bayangkan. Ketika dia berpakaian dan keluar dari kamar, seorang pelayan menghampirinya."Tuan Carlos ingin kau bersiap-siap. Ada sesuatu yang penting hari ini," kata pelayan itu dengan nada tegas.Vella mengerutkan kening. "Apa yang terjadi?"Pelayan itu tidak menjawab, hanya menyerahkan pakaian formal yang terlihat mewah. "Pakailah ini dan turun ke ruang utama dalam satu jam."Dengan hati yang penuh pertanyaan dan kekhawatiran, Vella mengambil pakaian itu dan kembali ke kamarnya. Dia mengganti pakaian dengan hati-hati, merasa aneh mengenakan gaun mewah di situasi seperti ini. Ketika dia melihat dirinya di cermin, dia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.Di ruang utama, Carlos sudah menunggu. Dia mengenakan setelan hitam yang rapi, tampak berwibawa dan mengintimidasi. Ketika Vella ma
Pagi itu, Vella terbangun lebih awal dari biasanya. Badannya masih terasa pegal dan lelah akibat pekerjaan seharian sebelumnya. Namun, dia tahu bahwa dia harus bangkit dan memulai hari yang baru. Ketika dia berpakaian, dia mendengar ketukan di pintu.Seorang pelayan berdiri di ambang pintu dengan nampan sarapan. "Tuan Carlos ingin nona vella sarapan sebelum mulai bekerja," katanya dengan nada datar.Vella mengangguk dan mengambil nampan itu, mengucapkan terima kasih dengan suara pelan. Setelah pelayan pergi, dia duduk di tepi tempat tidur, memandangi makanan yang ada di depannya. Rasa lapar mendorongnya untuk makan, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan.Setelah sarapan, Vella segera mulai bekerja. Dia membersihkan ruang tamu, menggosok lantai marmer hingga berkilau. Setiap sudut mansion yang mewah ini kini menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Meskipun dia tidak suka dengan pekerjaannya, dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.Saat sedang membersihkan, dia melihat Carlos ber
Pagi menjelang dengan lambat, sinar matahari memasuki kamar Vella melalui tirai yang setengah tertutup. Vella duduk di tepi tempat tidur, memandangi surat perjanjian yang baru saja ia tanda tangani semalam. Tanda tangan itu terasa seperti cap keabadian yang mengikatnya pada kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pelayan masuk dengan membawa sarapan dan menaruhnya di atas meja. Pelayan itu melirik Vella dengan tatapan penuh simpati sebelum bergegas keluar tanpa sepatah kata pun.Vella menghela napas, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari ini. Dia tahu bahwa sejak menandatangani surat perjanjian itu, hidupnya akan berubah secara drastis. Namun, dia juga tahu bahwa dia harus tetap kuat demi keluarganya.Carlos duduk di ruang kerjanya, matanya terpaku pada surat perjanjian yang telah ditandatangani Vella. Senyum dingin tersungging di bibirnya. Dia merasa puas karena akhirnya bisa mengendalikan Vella sepenuhnya. Namun, dia