Selama tinggal di pondok, Salwa baru pertama kalinya menyaksikan sebuah fenomena mengejutkan. Insiden percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang santriwati kelas Aliyah. Tak pernah ada dalam pikirannya sekalipun. Beberapa santri berusaha membujuk santriwati tersebut dengan menaiki gedung, menyusulnya dan berbicara dengannya, bernegosiasi. Di bawah para santri yang lain membentangkan semacam kain untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Bisa saja saat lengah dan dalam waktu yang teramat singkat gadis itu menjatuhkan dirinya ke sana. Yang dipertaruhkan bukan lagi nasib gadis itu, namun reputasi pesantren yang dijaga baik oleh Kiai Umar. Insiden mengerikan terjadi tepat di pesantren yang ia bina. Dalam hal ini pasti semua orang akan menyalahkan pihak civitas akademika pesantren dan jajarannya yang tak becus mendidik para santrinya. Namun tiba-tiba terdengar suara orang yang bernyanyi menggunakan TOA, memecah pikiran semua orang termasuk santriwati yang memiliki suicide obses
Salwa mendongak dan menatap pemuda tampan yang mengenakan jaket berbahan jeans di depannya dengan perasaan rempah-rempah.Daniel terlihat semakin tampan dan aura wajahnya semakin cemerlang. Rambutnya yang semakin panjang diikat seperti biasa setengahnya asal. Meski terkesan bad boy namun terlihat sedap dipandang mata.Mati-matian Salwa berupaya untuk tidak mengingat semua hal tentang pemuda itu. Ia rela memutus komunikasi dengan siapapun termasuk dirinya demi memfokuskan diri hanya untuk belajar selama di pondok.Sekonyong-konyong pemuda yang ia rindukan itu tiba-tiba datang. Membuat semua pertahanan yang ia jaga runtuh seketika.“Aku mau rendang. Sally? Sama ya?”Daniel melambaikan tangannya pada pelayan untuk memesan makanan.“Ish, jadi ini kalian bersekongkol?” gumam Salwa mencebikkan bibirnya. Ia merasa kesal sekaligus tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya bisa mengobati rasa rindunya melihat pemuda itu dalam kondisi baik-baik saja.Alih-alih merespon perkataan gadis berkerudung
“Cukurukuk!! Kukuruyuk!! Kok! Petok!! Petok!!!”Terdengar suara seorang anak kecil tengah memanggil seekor anak ayam yang lucu.“Kiki di mana kau?” katanya lagi, merangkak, mencari ayam itu di balik semak belukar. Matanya liar bergerak-gerak menyisir seluruh tempat bahkan lubang terkecil pun untuk mencari seekor anak ayam kampung hadiah dari kakeknya.“Apa yang kau cari, Cantik?” tanya sang paman menghampiri gadis bertubuh gemuk nan lucu itu. Rambutnya yang hitam legam panjang berantakan tertiup angin. Bibirnya yang merah muda terlihat mengomel tak jelas.Mendengar sapaan pamannya ia menoleh dan berkata. “Daniel, tolong carikan aku Kiki. Dia hilang padahal, aku ingin main bersamanya.”“Cckk! Panggil Uncle dong jangan panggil nama! Kalau Farah panggil Uncle, Uncle Daniel akan membantu mencarikan si Kiki.”Daniel yang bertubuh jangkung memilih berjongkok sembari merapikan rambut anak perempuan itu. Ia melepas ikatan rambutnya kemudian dengan pelan-pelan ia merapikan rambut Farah yang se
Neng Mas merasa cemas sore itu sahabatnya masih belum kembali setelah dipanggil oleh dewan pengurus santri. Ada apakah gerangan hingga membuat Salwa berlama-lama di sana.Karena penasaran, Neng Mas keluar dari kamar asrama setelah merapikan perlengkapan OSPEK. Sesaat langkah kakinya terhenti ketika ia mendengar beberapa orang santri di lorong yang tengah bergunjing.“Dia memang anak baru. Tapi kelakuannya belagu! Mentang-mentang sudah pernah menyelamatkan anak depresi waktu itu. Besar kepala dia!”Salah satu santriwati berbicara pada santriwati lainnya.“Betul sekali! Mentang-mentang ditaksir cucunya kiai Umar, semakin ia terbang. Sayang, antara penampilan dan kelakuan berbanding terbalik. Apakah tadi kau melihat foto-foto dari Teh Shafiyah? Gilak! Dia murahan sekali! Dia jalan sama berandalan, bule lagi. Kita ‘kan gak tahu agama itu bule,” sahut yang lain semakin seru menikmati sepiring gosip dengan menu santri baru yang digunjingkan.Neng Mas merasa tak enak hati mendengar mereka me
Usai menunaikan sholat magrib seluruh jamaah melakukan dzikir dan berdoa. Daniel tersenyum menatap gelang tasbih pemberian wanitanya. Ia akan menghitung dengan biji tasbih dzikir yang ia ucapkan kendati ia masih kebingungan dzikir apa yang harus ia lafalkan pada saat itu.Ia pun melafalkan dzikir takbir dan tasbih seperti apa yang ia dengar dari jamaah yang duduk berdampingan dengannya.Ketika dzikir rampung sang imam pun memutar tubuhnya dan hendak bersalaman dengan jamaah. Karena sang imam penasaran dengan sosok pemuda yang terlihat sangat berbeda dengan yang lain, ia ingin berkenalan dengan Daniel Dash. “Namanya siapa Mas?” tanya sang imam yang masih terlihat muda tersebut. Ia mengira jika Daniel ialah seorang turis asing.“Saya Daniel,” jawab Daniel singkat.“Kalau boleh tau, maaf, Anda turis dari mana? Bahasa Indonesia Anda fasih dan bacaan iqomahnya bagus! Anda sudah lama tinggal di Indo?” “Ayah saya Aussie. Ibu orang Jawa, Mas,”“Oalah, punten dikira turis!” katanya terkekeh
Di sebuah cafetaria kampus,Seorang gadis tampak mengaduk-aduk lemon tea dingin dengan malas. Wajahnya ditekuk dan terlihat masam. Terlihat sama sekali tak ada gairah dalam hidupnya. Teman-teman satu circle nya mengerumuni gadis berwajah cantik dengan tatanan khas rambutnya dikuncir kuda. Mereka merasa aneh saja melihat sahabatnya terlihat pendiam tak biasanya ceria.“Ya … ya … wakil panitia OSPEK kok bete? Beres belum persiapan buat hari senin?”tanya salah satu teman kampusnya ikut bergabung.“Kalau soal OSPEK tak ada masalah.” Gadis itu menjawab malas.“Kenapa lo bete? Lo lagi punya masalah sama pacar lo?” “Aku super badmood! Aku sudah melakukan kesalahan fatal. Hubunganku dengan Daniel sudah khatam! Aku juga sudah mengecewakan Mommy nya. Padahal Mommy Kinan pendukungku! Ia sangat mendukung hubunganku dengan putra bungsunya itu.”Violeta mengutarakan keresahan hati pada teman-temannya.“Kalau boleh tahu, apa kesalahan yang kau buat?” tanya temannya yang lain berpenampilan tomboy
Nuha terbengong-bengong ketika mendengar cerita dari suaminya bahwa adik iparnya, Daniel Dash sudah menjadi mualaf.Nuha sempat terkejut ketika melihat Darren dan Daniel keluar dari masjid bersama. Namun Darren tidak menceritakannya sebelum mereka tiba di rumah.“Serius Mas? Aku tidak percaya!” ungkap Nuha dengan mata yang membulat sempurna. Mata hitam obsidiannya semakin melebar dengan bulu mata yang lebat bergoyang. Mirip boneka India.Darren hanya mengulum senyum menatap ekspresi yang ditunjukan istrinya. Jangankan Nuha, dirinya saja tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Seperti sebuah mimpi mendapati adiknya mengumandangkan iqomah di masjid.Adik yang ia kenal hidup bebas. Adik yang pembangkang. Adik berandalannya kini menjelma menjadi pemuda yang lebih baik.“Sayang, kau menggemaskan sekali,” Darren menyatukan kening mereka. Dengan usilnya, ia merapatkan sebelah matanya pada sebelah mata Nuha hingga bulu mata mereka beradu geli.Nuha tertawa. “Mas, iseng,”“I like your eyes, y
Pagi buta para mahasiswa senior yang terdiri dari anggota BEM kampus Prabu Agung Cakrabuana tengah mengadakan briefing acara OSPEK sebentar lagi. Mereka tengah membahas rencana kegiatan yang sudah disusun untuk kegiatan OSPEK kampus selama tiga hari. Setelahnya maka akan diserahkan pada panitia yang berasal dari fakultas.PKKMB atau yang lebih dikenal dengan OSPEK terdiri dari dua kegiatan. Pertama OSPEK kampus yang diadakan untuk seluruh mahasiswa baru dari semua fakultas dan jurusan. Yang ke dua OSPEK tiap fakultas yang diselenggarakan oleh fakultas masing-masing.Dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit, briefing selesai dan diakhiri oleh doa agar acara selama OSPEK berlangsung lancar.Semua panitia sedang bersiap-siap. Mereka sudah memakai almamater kebanggaan kampus. Beberapa ada yang memilih sarapan terlebih dahulu di cafetaria kampus karena sudah buka sejak subuh. Ada yang hanya menikmati sarapan dan kopi starbuck delivery dari Grabfoo*. Usai mengisi amunisi perut, mereka men