Maaf, telat! Beberapa hari ini sibuk banget jadi pulang sore terus bahkan magrib, daya tahan tubuh berkurang jadi cepat sakit. Makasih masih setia membaca kisah romansa ini & bersedia menunggu. Makasih juga buat support buku n gem Love ya ...
“Hah?”Salwa terpelongo mendengar pertanyaan menjebak dari Daniel. Apakah ia cemburu pada Violeta? Yang benar saja, seekor lalat yang tadi terbang melintas ke depan wajah gadis itu pun sudah bisa menyadari aura cemburunya.Daniel masih menanyakannya. “Biar kuperjelas! Pasti tadi kau mengikutiku karena mengira aku dan Violeta akan …”“Em, enggak gitu! Enggak!”Salwa panik sendiri, mengibaskan tangannya di depan wajahnya yang terasa panas. Ini soal harga diri! Ia tak boleh memperlihatkan rasa cemburu! Pikirnya.“Bilang aja cemburu! Aku gak kenapa-kenapa kok,”“Mister, aku lupa jika di sini bisa bayar pake debit card. Aku bayar es krim dulu ya?”Salwa menghindari pertanyaan retorik itu, beringsut dari duduknya namun Daniel segera menarik lengannya.“Duduk! Aku belum selesai bicara!” titahnya tegas.Salwa terpaksa duduk dengan tanpa melihatnya. “Argh, sepertinya aku sakit perut!”Mendadak ia mengalami gejala psikosomatis jika harus berhadapan dengan lawan jenis berduaan, apalagi membahas
“Daniel sudah pulang, Honey?” tanya Jonathan, mematikan televisi dan merebahkan punggungnya pada sofa empuk di sebelah ranjangnya.Kinan yang baru saja memasuki kamar mendekatinya dan menatap sang suami dengan tatapan rumit.“Ada apa?”Jonathan penasaran dengan tatapan istrinya yang tak biasa. Sebelumnya Kinan tampak ceria karena sudah memperoleh tas bermerk keinginannya.“Tas nya jelek? Tak sesuai?”Sebagai suami yang royal, Jonathan menanyakan Kinan soal tas yang dibelinya. Ia tak suka jika melihat raut wajah istrinya yang kecut bagai buah asam. Seolah ia sudah menjadi suami yang gagal menyenangkan hati istrinya.Kinan menggeleng pelan dan menghela nafas.“Bukan soal tas. Ini soal Daniel. Dia baru saja pulang.”“Terus?”Jonathan beringsut, duduk mendekati istrinya.“Dia biasa kambuh! Mungkin kecapean.”Kinan menyandarkan kepalanya di atas paha Jonathan. Tangan Jonathan terulur mengusap rambutnya yang indah meski ia tak lagi muda.“Apakah Daniel buat masalah lagi? Tak minum obatnya l
“Mas Daniel, sudah makannya? Mbok mau ambil bekas makannya.”Seorang ART mengetuk pintu kamar Daniel dengan pelan dan suara yang agak keras sebab sedari tadi ia mematung, majikannya tak menyahut.“Apa mungkin Mas Daniel ketiduran setelah makan?” gumam wanita yang dipanggil Mbok. Kinan orang yang resik, oleh karena itu ia selalu meminta pelayan untuk segera memungut bekas makan jika makan di kamar.Terdengar suara langkah kaki di belakang Mbok tadi, Kinan berjalan menghampirinya.“Kenapa Mbok?” “Maaf, Nyonya Kinan, Mas Daniel tidak menyahut sepertinya tidur lagi usai makan.”Mbok menjawab dan beringsut mundur, mempersilakan Kinan untuk maju.Kinan langsung menerobos masuk ke dalam kamar putranya. Sudah dua jam berlalu namun Daniel tak keluar kamar, bahkan gadis yang mengantar makan malam untuknya sudah pulang ke kediaman kakaknya dengan terburu-buru.“Daniel! Apa yang kaulakukan? Kau tidak makan?”Kinan terkejut melihat putranya hanya terdiam duduk di tepi ranjang dekat nakas, dengan
Di kedai bakso, tempat mangkal anak-anak MA Al Fatma, “Jadi kau mau mau mondok sambil kuliah? Apa Ummi Aruni tak tahu dampak buruk dari berlebihan belajar selain vertigo dan kejang-kejang?” Neng Mas berbicara dengan sangat serius dan penuh percaya diri. Seolah ia seorang profesor yang serba tahu. Ia mengusap dagunya dan terlihat mengerutkan keningnya, berpikir keras tentang masalah yang menimpa sahabatnya. Kemudian wanita bertubuh berisi tersebut menggerakan bibirnya, kembali menyuarakan pendapatnya, “Aku bisa membayangkan, pagi sampai sore kuliah. Sepulang kuliah langsung pulang ke pesantren. Istirahat sejenak, ishoma lanjut mengaji sampai malam. Minimal mengaji sampai jam sepuluh malam, kadang ada jadwal mengaji sampai jam kunti. Insyaallah keluar dari pondok dan lulus fakultas kedokteran kau akan dilarikan ke rumah sakit jiwa Kesehatan Umat Manusia. Kau bukan menyandang dokter tetapi menjadi orang yang ditangani dokter.” Neng Mas mengomentari ide Aruni yang menginginkan Salwa
Tak terasa hari demi hari terlewati, hari yang dinanti tiba. Hari di mana Salwa Salsabila akan melepas statusnya sebagai pelajar SMA. Esok hari ia akan mengikuti kegiatan wisuda kelulusan yang akan diselenggarakan MA Al Fatma di gedung balai kota sebab aula sekolah takkan muat menampung para siswa termasuk keluarga mereka yang ingin menghadiri acara penting tersebut.Di kamar bernuansa pastel, Salwa tengah duduk di tepi ranjang sedang merapikan beberapa barang untuk acara besok.Di ambang pintu, Aruni menatap anak gadisnya dengan tatapan sendu dan haru. Kemarin Nuha sudah diperistri oleh seorang pria. Ia sudah tak tinggal di rumah lagi karena sudah berumah tangga.Kini, anak gadisnya yang lain, sebentar lagi akan memasuki dunia baru. Sebagai anak mahasiswa. Ia bukan lagi anak remaja yang manja namun seorang anak gadis yang harus mulai hidup mandiri. Ia akan meninggalkan rumah dan mengenyam pendidikan di universitas dan tinggal di pondok pesantren sesuai rencananya.Terasa berat bagi
Darren tengah menyesap secangkir kopi espresso di atas kursi ergonomis di ruangan kantornya untuk menenangkan suasana hatinya. Ia terlihat gelisah karena pekerjaannya masih menumpuk. Sementara itu pikirannya sudah berkelana ke sana kemari karena memikirkan istri tercinta. Ia baru ingat jika hari itu istrinya akan menghadiri acara Graduation Day, perayaan momen kelulusan adik iparnya.Ia bukan mengkhawatirkan soal kepergian istrinya sebab seorang pengawal terus mendampinginya. Saudara kembar Riko, Rakha.Ia khawatir disebabkan oleh alasan lainnya yaitu soal ketakutan istrinya bertemu dengan mantan calon suaminya duluSepengetahuannya, Maesarah Basri ialah salah satu ustazah atau guru yang mengajar di sekolah adik iparnya. Dan, Maesarah Basri ialah istrinya calon mantan suami istrinya sehingga otomatis kemungkinan di sana akan ada Muhammad Attar.Mengingat semua itu, Darren butuh aspirin sebab kepalanya tiba-tiba sakit.Sementara itu hari yang sama ia harus menandatangani berkas-berka
Setelah acara gladi resik berlangsung, tak berselang satu menit acara prosesi pelepasan para murid pun berlangsung. Pembukaan acara dimulai dari penampilan nasyid, murotal alquran hingga sambutan dari pihak civitas akademika. Kemudian dilanjutkan acara inti prosesi Wisuda hingga diakhiri penampilan-penampilan para murid yang unjuk gigi, sebagai hiburan melalui bidang seni dan bela diri. Acara pun selesai pada waktunya. Para orang tua yang hadir dalam acara graduation day para murid kelas dua belas ikut terharu melihat anak-anak mereka mengikuti prosesi momen penting tersebut. Usai acara dilanjutkàn pengambilan dokumentasi foto. Di sana telah disediakan fotografer khusus untuk mengabadikan momen penting tersebut. Ada juga yang membawa kameramen pribadi, menggunakan smartphone masing-masing sehingga memilih studio foto profesional yang terletak tak jauh dari area gedung. Salwa merasa lega telah melewati acara tersebut, akhirnya ia bisa melepas atribut wisuda yang merepotkan termasuk
“Tentu saja kau bahagia. Maaf aku menanyakan pertanyaan retorik. Kau sudah bahagia menjadi istri dan juga ibu tiga orang anak.” Muhammad Attar meralat perkataannya. Ia melambaikan tangannya memanggil putra semata wayangnya. “Yusuf, ayo, Nak! Ummi kasihan mencarimu,” seru Attar lagi. Sementara itu Yusuf terlihat mencebik karena harus berpisah dengan Farrah. “Tak mau Abi! Aku masih mau main sama Farrah.” Yusuf menggeleng ribut. “Ayo Sayang! Lain kali mainnya.” Attar membujuk putranya. “Gak mau!” Kembali Yusuf merajuk. “Ayah! Ayah Darren!” pekik Farrah ketika melihat Darren berjalan ke arahnya melewati Attar. Attar spontan menoleh pada Darren dengan sedikit terkesiap. Khawatir perkataannya barusan terdengar olehnya. “Yusuf, dia Ayahku! Handsome bukan?” cicit Farah langsung merentangkan ke dua tangannya ingin digendong ayahnya. “Sweety, kau sedang bermain dengan siapa?” tanya Darren menatap wajah cantik putri kesayangannya. Farrah menghujani wajah ayahnya dengan ciuman penuh k