Setelah acara gladi resik berlangsung, tak berselang satu menit acara prosesi pelepasan para murid pun berlangsung. Pembukaan acara dimulai dari penampilan nasyid, murotal alquran hingga sambutan dari pihak civitas akademika. Kemudian dilanjutkan acara inti prosesi Wisuda hingga diakhiri penampilan-penampilan para murid yang unjuk gigi, sebagai hiburan melalui bidang seni dan bela diri. Acara pun selesai pada waktunya. Para orang tua yang hadir dalam acara graduation day para murid kelas dua belas ikut terharu melihat anak-anak mereka mengikuti prosesi momen penting tersebut. Usai acara dilanjutkàn pengambilan dokumentasi foto. Di sana telah disediakan fotografer khusus untuk mengabadikan momen penting tersebut. Ada juga yang membawa kameramen pribadi, menggunakan smartphone masing-masing sehingga memilih studio foto profesional yang terletak tak jauh dari area gedung. Salwa merasa lega telah melewati acara tersebut, akhirnya ia bisa melepas atribut wisuda yang merepotkan termasuk
“Tentu saja kau bahagia. Maaf aku menanyakan pertanyaan retorik. Kau sudah bahagia menjadi istri dan juga ibu tiga orang anak.” Muhammad Attar meralat perkataannya. Ia melambaikan tangannya memanggil putra semata wayangnya. “Yusuf, ayo, Nak! Ummi kasihan mencarimu,” seru Attar lagi. Sementara itu Yusuf terlihat mencebik karena harus berpisah dengan Farrah. “Tak mau Abi! Aku masih mau main sama Farrah.” Yusuf menggeleng ribut. “Ayo Sayang! Lain kali mainnya.” Attar membujuk putranya. “Gak mau!” Kembali Yusuf merajuk. “Ayah! Ayah Darren!” pekik Farrah ketika melihat Darren berjalan ke arahnya melewati Attar. Attar spontan menoleh pada Darren dengan sedikit terkesiap. Khawatir perkataannya barusan terdengar olehnya. “Yusuf, dia Ayahku! Handsome bukan?” cicit Farah langsung merentangkan ke dua tangannya ingin digendong ayahnya. “Sweety, kau sedang bermain dengan siapa?” tanya Darren menatap wajah cantik putri kesayangannya. Farrah menghujani wajah ayahnya dengan ciuman penuh k
“Maaf, Bu Ustazah Linda, saya tak ingin berduet dengan Salwa. Soalnya takut Neng Mas marah.”Acep mendekati Linda dan berbicara serius padanya.“Kenapa marah?” Linda memandangi wajah muridnya dengan serius.“Bu, Neng Mas itu calon jodoh masa depan Acep. Doain ya biar Acep cepat kerja dan dapat restu dari Mandor Soleh,”Linda menahan tawa. Setahu dirinya, Neng Mas terlihat memandang Acep seperti memandang sesuatu yang paling dibencinya.“Iya, Ibu doain! Kau kuliah yang benar baru kerja. Setelah itu baru kau lamar si Neng!”Ustazah Linda menepuk-nepuk pundak Acep. Mata Acep langsung berkaca-kaca, mendapat dukungan moril pertama kali dirinya dalam meraih cinta Neng Mas.Acep menyerahkan mikrofon pada Salwa. Salwa pun menaiki panggung minimalis tersebut dengan perasaan riang gembira. Pada dasarnya ia memang suka bernyanyi.“Bang, lagunya yang viral itu loh! Yang menyedihkan!” seru Salwa pada pemain instrumen musik di belakangnya.Kemudian intro musik mulai mengalun. Dawai gitar mulai dip
“Hei, kok kelihatan bete?” tanya Raja melihat Daniel yang duduk dengan menggenggam gelas berisi soda di tangan kanannya.Daniel menghela nafas panjang.“Tadi gadis yang suaranya bagus itu cewek lo?”Raja tak berhenti mengoceh, penasaran melihat mimik wajah rekan kerjanya yang awalnya ceria dan bersemangat, kini setelah kepergian gadis itu terlihat semacam anak kecil yang ditinggalkan oleh ke dua orang tuanya.Daniel meneguk soda dingin perlahan untuk menghilangkan rasa haus pada tenggorokannya. Lebih tepatnya menenangkan diri.Biasanya ia memilih minuman beralkohol, minimal bir dalam kemasan kaleng untuk memperbaiki suasana hatinya yang buruk. Namun semenjak mengenal gadis itu perlahan ia mulai meninggalkan minuman haram tersebut.“Dia bukan cewekku!” sahut Daniel kemudian menaruh gelas kosong di atas meja, memandang Raja dengan serius.Raja sontak menaikkan alisnya sebelah, berupaya membaca isi kepala temannya tersebut.“Dia calon istriku!” ucap Daniel dengan tegas.“Wow! It’s amazin
Setelah menyelesaikan urusan administrasi, Aruni pergi kembali menemui Salwa karena sebentar lagi seorang musyrifah akan mengantar mereka menuju asrama perempuan. (Musyrifah; pengurus asrama pondok perempuan)Ketika Aruni menemui Salwa, terlihat di sana ada Zahra dan Ilham. Aruni pun menyapa mereka. Ilham kemudian memperkenalkan Zahra pada Aruni yang baru pertama kali bertatap muka dengannya.“Ummi Aruni ini Zahra adik saya. Dia baru masuk madrasah aliyah sambil mondok di sini juga.” Ilham memperkenalkan adik perempuannya.“Nak Zahra cantik mirip sekali Ummi nya. Di mana sekarang Ummi dan Abi mu?” tanya Aruni yang mendapat tatapan tajam dari putrinya yang enggan mondok di pesantren.Namun Aruni berteguh keyakinan, ia mengabaikan sikap apapun putrinya tersebut. Ia tahu dan sepenuhnya sadar jika putrinya memang agak bandel dan sukar diatur sehingga jalan satu-satunya ialah putrinya harus didisiplinkan melalui pendidikan agama di pesantren.Kehilangan sang ayah membuatnya kehilangan figu
Setelah mengunjungi rumah pemilik pondok pesantren sekaligus silaturahmi dengan sahabat almarhum Hilal, Salwa dan Aruni diajak oleh seorang musyrifah ke kamar asrama putri untuk menunjukan di mana letak kamar yang akan ditinggali oleh Salwa.Kamar yang Salwa tempati berada di gedung A, khusus para santriwati dan terletak di lantai tiga. Di sana kamar khusus untuk anak mahasiswa yang mengenyam pendidikan kuliah dari universitas yang berbeda di sekitar pondok pesantren tersebut.Desain kamar asrama sangat indah dan modern. Furniture di dalamnya juga indah dan cukup mewah untuk sebuah pondok.Kamar Salwa terdiri dari dua bunk bed yang berarti dua ranjang bertingkat. Ia akan tinggal bersama tiga orang santriwati lainnya. Dua ranjang terlihat rapi sekali sebab para santriwati belum pulang ke pondok. Ada satu ranjang seperti telah ditempati, tampaklah seprainya sedikit kusut seperti baru saja di duduki.Furniture lainnya yaitu dua buah lemari besar mungkin bisa memuat untuk pakaian dan buk
Senja itu …Suasana terasa hening di sebuah ruang keluarga yang luas dan berdesain interior modern. Bahkan jika ada seekor nyamuk yang lewat dan berisik sekalipun maka akan terdengar seperti suara bising suporter bola di telinga. Ataupun suara deru nafas yang halus akan terdengar seperti hembusan angin darat. Suara keheningan tersebut bukan tanpa alasan.Keheningan terjadi setelah Daniel kepergok menggunakan sarung bermotif kotak-kotak yang mirip dipakai oleh kakaknya ketika ia pergi menunaikan sholat jumat di masjid. Hanya gara-gara berpenampilan seperti itu menimbulkan sebuah spekulasi yang imajinatif. Sang ayah mulai menerka-nerka. Sebetulnya apa yang terjadi pada putra bungsunya itu. Ada begitu banyak prasangka bersarang pada tempurung kepalanya. Tidak ada dalam sejarah, sepanjang usia putranya tersebut, memakai sarung ala pemuda melayu. Meskipun ia pernah diajak berkunjung ke keluarganya yang muslim ketika hari raya, tak pernah ia menaruh ketertarikan menggunakan kain tersebut.
Selama tinggal di pondok, Salwa baru pertama kalinya menyaksikan sebuah fenomena mengejutkan. Insiden percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang santriwati kelas Aliyah. Tak pernah ada dalam pikirannya sekalipun. Beberapa santri berusaha membujuk santriwati tersebut dengan menaiki gedung, menyusulnya dan berbicara dengannya, bernegosiasi. Di bawah para santri yang lain membentangkan semacam kain untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Bisa saja saat lengah dan dalam waktu yang teramat singkat gadis itu menjatuhkan dirinya ke sana. Yang dipertaruhkan bukan lagi nasib gadis itu, namun reputasi pesantren yang dijaga baik oleh Kiai Umar. Insiden mengerikan terjadi tepat di pesantren yang ia bina. Dalam hal ini pasti semua orang akan menyalahkan pihak civitas akademika pesantren dan jajarannya yang tak becus mendidik para santrinya. Namun tiba-tiba terdengar suara orang yang bernyanyi menggunakan TOA, memecah pikiran semua orang termasuk santriwati yang memiliki suicide obses