Setelah mengunjungi rumah pemilik pondok pesantren sekaligus silaturahmi dengan sahabat almarhum Hilal, Salwa dan Aruni diajak oleh seorang musyrifah ke kamar asrama putri untuk menunjukan di mana letak kamar yang akan ditinggali oleh Salwa.Kamar yang Salwa tempati berada di gedung A, khusus para santriwati dan terletak di lantai tiga. Di sana kamar khusus untuk anak mahasiswa yang mengenyam pendidikan kuliah dari universitas yang berbeda di sekitar pondok pesantren tersebut.Desain kamar asrama sangat indah dan modern. Furniture di dalamnya juga indah dan cukup mewah untuk sebuah pondok.Kamar Salwa terdiri dari dua bunk bed yang berarti dua ranjang bertingkat. Ia akan tinggal bersama tiga orang santriwati lainnya. Dua ranjang terlihat rapi sekali sebab para santriwati belum pulang ke pondok. Ada satu ranjang seperti telah ditempati, tampaklah seprainya sedikit kusut seperti baru saja di duduki.Furniture lainnya yaitu dua buah lemari besar mungkin bisa memuat untuk pakaian dan buk
Senja itu …Suasana terasa hening di sebuah ruang keluarga yang luas dan berdesain interior modern. Bahkan jika ada seekor nyamuk yang lewat dan berisik sekalipun maka akan terdengar seperti suara bising suporter bola di telinga. Ataupun suara deru nafas yang halus akan terdengar seperti hembusan angin darat. Suara keheningan tersebut bukan tanpa alasan.Keheningan terjadi setelah Daniel kepergok menggunakan sarung bermotif kotak-kotak yang mirip dipakai oleh kakaknya ketika ia pergi menunaikan sholat jumat di masjid. Hanya gara-gara berpenampilan seperti itu menimbulkan sebuah spekulasi yang imajinatif. Sang ayah mulai menerka-nerka. Sebetulnya apa yang terjadi pada putra bungsunya itu. Ada begitu banyak prasangka bersarang pada tempurung kepalanya. Tidak ada dalam sejarah, sepanjang usia putranya tersebut, memakai sarung ala pemuda melayu. Meskipun ia pernah diajak berkunjung ke keluarganya yang muslim ketika hari raya, tak pernah ia menaruh ketertarikan menggunakan kain tersebut.
Selama tinggal di pondok, Salwa baru pertama kalinya menyaksikan sebuah fenomena mengejutkan. Insiden percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang santriwati kelas Aliyah. Tak pernah ada dalam pikirannya sekalipun. Beberapa santri berusaha membujuk santriwati tersebut dengan menaiki gedung, menyusulnya dan berbicara dengannya, bernegosiasi. Di bawah para santri yang lain membentangkan semacam kain untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Bisa saja saat lengah dan dalam waktu yang teramat singkat gadis itu menjatuhkan dirinya ke sana. Yang dipertaruhkan bukan lagi nasib gadis itu, namun reputasi pesantren yang dijaga baik oleh Kiai Umar. Insiden mengerikan terjadi tepat di pesantren yang ia bina. Dalam hal ini pasti semua orang akan menyalahkan pihak civitas akademika pesantren dan jajarannya yang tak becus mendidik para santrinya. Namun tiba-tiba terdengar suara orang yang bernyanyi menggunakan TOA, memecah pikiran semua orang termasuk santriwati yang memiliki suicide obses
Salwa mendongak dan menatap pemuda tampan yang mengenakan jaket berbahan jeans di depannya dengan perasaan rempah-rempah.Daniel terlihat semakin tampan dan aura wajahnya semakin cemerlang. Rambutnya yang semakin panjang diikat seperti biasa setengahnya asal. Meski terkesan bad boy namun terlihat sedap dipandang mata.Mati-matian Salwa berupaya untuk tidak mengingat semua hal tentang pemuda itu. Ia rela memutus komunikasi dengan siapapun termasuk dirinya demi memfokuskan diri hanya untuk belajar selama di pondok.Sekonyong-konyong pemuda yang ia rindukan itu tiba-tiba datang. Membuat semua pertahanan yang ia jaga runtuh seketika.“Aku mau rendang. Sally? Sama ya?”Daniel melambaikan tangannya pada pelayan untuk memesan makanan.“Ish, jadi ini kalian bersekongkol?” gumam Salwa mencebikkan bibirnya. Ia merasa kesal sekaligus tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya bisa mengobati rasa rindunya melihat pemuda itu dalam kondisi baik-baik saja.Alih-alih merespon perkataan gadis berkerudung
“Cukurukuk!! Kukuruyuk!! Kok! Petok!! Petok!!!”Terdengar suara seorang anak kecil tengah memanggil seekor anak ayam yang lucu.“Kiki di mana kau?” katanya lagi, merangkak, mencari ayam itu di balik semak belukar. Matanya liar bergerak-gerak menyisir seluruh tempat bahkan lubang terkecil pun untuk mencari seekor anak ayam kampung hadiah dari kakeknya.“Apa yang kau cari, Cantik?” tanya sang paman menghampiri gadis bertubuh gemuk nan lucu itu. Rambutnya yang hitam legam panjang berantakan tertiup angin. Bibirnya yang merah muda terlihat mengomel tak jelas.Mendengar sapaan pamannya ia menoleh dan berkata. “Daniel, tolong carikan aku Kiki. Dia hilang padahal, aku ingin main bersamanya.”“Cckk! Panggil Uncle dong jangan panggil nama! Kalau Farah panggil Uncle, Uncle Daniel akan membantu mencarikan si Kiki.”Daniel yang bertubuh jangkung memilih berjongkok sembari merapikan rambut anak perempuan itu. Ia melepas ikatan rambutnya kemudian dengan pelan-pelan ia merapikan rambut Farah yang se
Neng Mas merasa cemas sore itu sahabatnya masih belum kembali setelah dipanggil oleh dewan pengurus santri. Ada apakah gerangan hingga membuat Salwa berlama-lama di sana.Karena penasaran, Neng Mas keluar dari kamar asrama setelah merapikan perlengkapan OSPEK. Sesaat langkah kakinya terhenti ketika ia mendengar beberapa orang santri di lorong yang tengah bergunjing.“Dia memang anak baru. Tapi kelakuannya belagu! Mentang-mentang sudah pernah menyelamatkan anak depresi waktu itu. Besar kepala dia!”Salah satu santriwati berbicara pada santriwati lainnya.“Betul sekali! Mentang-mentang ditaksir cucunya kiai Umar, semakin ia terbang. Sayang, antara penampilan dan kelakuan berbanding terbalik. Apakah tadi kau melihat foto-foto dari Teh Shafiyah? Gilak! Dia murahan sekali! Dia jalan sama berandalan, bule lagi. Kita ‘kan gak tahu agama itu bule,” sahut yang lain semakin seru menikmati sepiring gosip dengan menu santri baru yang digunjingkan.Neng Mas merasa tak enak hati mendengar mereka me
Usai menunaikan sholat magrib seluruh jamaah melakukan dzikir dan berdoa. Daniel tersenyum menatap gelang tasbih pemberian wanitanya. Ia akan menghitung dengan biji tasbih dzikir yang ia ucapkan kendati ia masih kebingungan dzikir apa yang harus ia lafalkan pada saat itu.Ia pun melafalkan dzikir takbir dan tasbih seperti apa yang ia dengar dari jamaah yang duduk berdampingan dengannya.Ketika dzikir rampung sang imam pun memutar tubuhnya dan hendak bersalaman dengan jamaah. Karena sang imam penasaran dengan sosok pemuda yang terlihat sangat berbeda dengan yang lain, ia ingin berkenalan dengan Daniel Dash. “Namanya siapa Mas?” tanya sang imam yang masih terlihat muda tersebut. Ia mengira jika Daniel ialah seorang turis asing.“Saya Daniel,” jawab Daniel singkat.“Kalau boleh tau, maaf, Anda turis dari mana? Bahasa Indonesia Anda fasih dan bacaan iqomahnya bagus! Anda sudah lama tinggal di Indo?” “Ayah saya Aussie. Ibu orang Jawa, Mas,”“Oalah, punten dikira turis!” katanya terkekeh
Di sebuah cafetaria kampus,Seorang gadis tampak mengaduk-aduk lemon tea dingin dengan malas. Wajahnya ditekuk dan terlihat masam. Terlihat sama sekali tak ada gairah dalam hidupnya. Teman-teman satu circle nya mengerumuni gadis berwajah cantik dengan tatanan khas rambutnya dikuncir kuda. Mereka merasa aneh saja melihat sahabatnya terlihat pendiam tak biasanya ceria.“Ya … ya … wakil panitia OSPEK kok bete? Beres belum persiapan buat hari senin?”tanya salah satu teman kampusnya ikut bergabung.“Kalau soal OSPEK tak ada masalah.” Gadis itu menjawab malas.“Kenapa lo bete? Lo lagi punya masalah sama pacar lo?” “Aku super badmood! Aku sudah melakukan kesalahan fatal. Hubunganku dengan Daniel sudah khatam! Aku juga sudah mengecewakan Mommy nya. Padahal Mommy Kinan pendukungku! Ia sangat mendukung hubunganku dengan putra bungsunya itu.”Violeta mengutarakan keresahan hati pada teman-temannya.“Kalau boleh tahu, apa kesalahan yang kau buat?” tanya temannya yang lain berpenampilan tomboy
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap