Thank you supportnya ya my goodreaders
Suatu pagi hari yang cerah, keluarga Darren Dash tengah menyantap sarapan dengan sukacita. Momentum tersebut tak hanya untuk sarapan saja, namun tempat di mana mereka berbagi cerita dan kehangatan sebagai sebuah keluarga yang harmonis. Sekalipun sibuk, Darren Dash akan menyempatkan dirinya sarapan di rumah. Karena saat sarapan, mereka semua berkumpul bersama. Karena saat makan malam, Darren Dash tidak selalu bisa ikut karena kesibukannya dalam bekerja. “Ayah dan Ibu, karena waktu libur masih panjang, aku ingin magang di rumah sakit Aunty Sally.”Saat mereka asyik menikmati sarapan yang dimasak oleh Nuha, tiba-tiba saja Farah angkat bicara. Ia lebih dulu menyelesaikan makanannya. Tentu saja, ia hanya makan sereal dan beberapa potongan buah. “Apa?”Darren menaruh garpu seketika di atas piring hingga suaranya berdenting nyaring tatkala putri kesayangannya berkata padanya. Bagaimana bisa putrinya ingin magang? Bukankah sebelumnya ia tidak berminat?Nuha pun tak kalah terkejut mendengar
“Halo, Om! Assalamu’alaikum!”Sesaat turun dari kendaraan yang dikemudikan oleh supir pribadinya, Elia langsung berjalan gontai menghampiri Attar dan Yusuf.“Waalaikumsalam wa rohmatullahi wa barokatuh,” jawab ke dua pria tampan berbeda usia tersebut. Mereka menyambut kedatangan Elia seperti biasa dengan penuh keramahtamahan.Mereka cukup terkejut akan kedatangan Elia. Mengapa gadis itu tiba-tiba saja sudah berada di sana. Padahal ia sibuk kuliah di Kairo. Nekad sekali, pikir Attar. Gadis itu terlihat begitu sayang terhadap Yusuf sampai menyempatkan diri datang ke sana.“Maaf, Om, aku datang tiba-tiba. Soalnya, saat aku pergi ke rumah. Kalian sudah pulang ke tanah air. Jadi aku datang menyusul.”Elia berkata dengan kekehan pelan. “Kebetulan Nana juga lagi sakit. Jadi aku sekalian pulang jenguk beliau dan Yusuf juga.”Yusuf hanya mendesah pelan mendengar ceritanya. Namun saat yang sama, ia pula tak enak hati karena mendengar Elia jauh-jauh datang demi dirinya. Attar menengok arloji mah
“Yusuf, apa yang kau lakukan di sini?”Saking antusias melihat Yusuf, Farah langsung menyerbunya. dengan pertanyaan. Seharusnya Farah sudah bisa menebak tujuan kedatangannya. Yusuf pasti berobat datang dalam kondisi seperti itu.“Aku ikut terapi di sini,” jawab Yusuf dengan tatapan yang tak luput dari wajah cantik gadis berjilbab putih itu. Apalagi melihat senyuman Farah yang teramat manis. Siapapun lelaki tak mungkin untuk tak mengaguminya. “Kalau kau?” “Um, aku cuma ngisi waktu libur di sini.”Farah menjawab dengan senyum yang terus mengembang. Entahlah, bertemu dengan Yusuf di sana secara tidak sengaja adalah takdir indah. Karena jika secara sengaja ia mengunjungi Yusuf rasanya sukar terwujud. Untuk bisa keluar rumah saja, ke dua orang tuanya senantiasa menyerbunya dengan berbagai pertanyaan yang intimidatif.“Magang? Kau dokter magang?” tebak Yusuf. Beberapa kali ia menelan salivanya. Kadang ia gugup jika ditatap intens oleh gadis itu. Padahal ia sendiri senang menikmati wajahnya
Melihat Yadi terdiam, Yusuf pun angkat bicara. “Om Yadi, jangan bilang ke Abi dan Ummi kalau aku beli ponsel. Nanti aku sendiri yang akan bilang. Aku juga pengen beraktifitas normal. Sekarang aku sudah bertemu dengan teman-temanku. Oleh karena itu aku pengen bisa berkomunikasi dengannya.”Yadi tergugu mendengar permintàan anak majikannya. Sebelumnya Yusuf tidak pernah memperlihatkan sikap bersikukuh seperti tadi. Namun ia terlihat agak memaksa. ‘apa karena Nona cantik itu?’ batin Yadi dilanda penasaran. Namun jujur Yadi senang melihat perubahan mood Tuan mudanya. Selama ini Tuan mudanya kesepian selama menjalani pengobatan di Kairo. Baru beberapa hari tinggal di kampung halamannya ia terlihat ceria dan bergairah dalam menjalani hidupnya.“Baiklah, mari Mas saya antar!”Yadi pun mengangguk patuh. Mungkin ia akan melapor pada Attar setelahnya. Hanya saja, saat ini ia hanya ingin melihat pemuda malang itu tersenyum. Semenjak merawatnya, Yadi merasa iba pada Yusuf yang terlihat pendiam da
“Tante, aku mau pulang.”Elia berpamitan pada Maesarah karena ia merasa kesal sikap Yusuf hari itu. Semenjak ia datang ke sana bahkan untuk ke dua kalinya, Yusuf bersikap dingin padanya. Entah apa alasan Yusuf mengabaikan dirinya. Padahal sebelumnya ia selalu menyambut kedatangannya dengan ramah. Maesarah sudah menduga jika Yusuf sudah bertemu dengan Farah. Namun kapan waktunya ia tidak mengetahuinya. Ia dan Attar nyaris tak bicara sama sekali. Maesarah mendiamkan suaminya karena ia masih memendam kesal atas keputusan Attar. “Elia, Tante tau kau kecewa pada Yusuf. Tapi, Tante harap, kau jangan berpikir macam-macam! Bukankah kau tau suasana hati Yusuf memang naik turun dengan kondisi kesehatannya yang seperti itu.”Maesarah berupaya menghibur hati Elia yang terlihat buruk karena diabaikan oleh Yusuf sehingga membuatnya ingin segera pulang dari sana. Ia tidak ingin gadis itu kecewa dan menyerah akan hubungannya dengan Yusuf.Langkahnya untuk menyatukan ke duanya sudah terlampau jauh. T
Maesarah duduk dan menatap putranya dengan dalam. Ia mendesah pelan mendengar perkataan putranya, ia sedikit terkesiap. Bagaimana lagi? Mungkin Elia berusaha untuk mempertahankan Yusuf. Ia tidak ingin Yusuf mengingat Farah. Padahal Farah sahabatnya sejak sekolah. Sungguh terdengar kejam memang!Maesarah merasa cukup terkejut melihat reaksi Yusuf. Ia tidak pernah berbicara seserius itu sebelumnya, apalagi melihat responnya tengah cerita persahabatan mereka. Sebuah ide pun melintas di kepala Maesarah. “Yusuf, dalam sebuah persahabatan tentu saja ada namanya perselisihan. Lagipula, Elia sepertinya mungkin trauma tidak ingin berteman lagi dengannya. Kita tidak tahu apa yang dialami oleh Elia dan Farah.”Maesarah meraih tangan putranya dan mengusap punggung tangannya perlahan. Kemudian wanita bertubuh semampai itu pun melanjutkan kalimatnya. “Apakah Elia pernah menceritakan hal buruk tentang Farah padamu?”Yusuf menggeleng pelan. “Demi kebaikan, Elia lebih baik tidak menceritakan apapun t
Farah tertegun melihat ekspresi Elia. Benarkah Elia menyesal karena telah memutuskan hubungan persahabatan dengannya? Jika demikian, Farah senang sekali mendengarnya. Akhirnya mereka kini bisa bersama lagi menjadi sahabat seperti dulu.Kini ke dua gadis cantik tersebut duduk di taman rumah sakit yang nyaman dan hening. Di sana mereka saling berbagi cerita sebagai dua orang sahabat yang telah lama terpisah.Farah yang diberkati hati yang lembut mendengar cerita Elia dengan senang hati. Sesekali mereka tertawa di sela-sela cerita masing-masing. Mereka masih mengingat kejadian lucu saat zaman sekolah dulu. Hingga tibalah Elia mengutarakan alasan mengapa ia bisa sampai tak bisa berkomunikasi lagi dengannya. “Maaf, jadi karena penculikan itu, membuatmu dan keluargamu tak nyaman.”Farah berkomentar dengan perasaan bersalah. Elia berkata bahwa keluarganya melarangnya untuk berkawan lagi dengan Farah karena insiden penculikan itu. Lebih tepatnya, salah menculik. Farah anak seorang sultan. Aya
“Sayang, cepat buka pintunya! Tolong!”Seorang pria paruh baya tampan dengan rambut yang berwarna pirang terus menggedor-gedor pintu kamarnya beberapa kali. Ia berusaha melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya. Namun istrinya tak urung membukakan pintu untuknya.“Sayang, cepat! Tolong, Mas!” imbuh pria itu lagi sembari mendengus kesal. Ia melepas jaketnya lalu menyampirkan ke pundaknya. Wajahnya terlihat kusut masai. Beberapa kali ia mendesah dan melenguh untuk kemudian memanggil istri tercinta.“Tolong apa Mas?”Sang istri ternyata muncul di belakangnya dengan bersedekap tangan di dada dan mendecak pelan. “Sekarang mau minta tolong apa?”Sang suami hanya menarik sudut bibirnya dengan wajah tengil. Sandiwara kali ini gagal total. Istrinya sudah keburu memergokinya. Pria itu memangkas jarak di antara mereka. Ia menatap istrinya dengan lekat. Sehari tak bertemu dengannya rasanya terasa lama. Sungguh, ia selalu merindukan istri tercinta. “Sayang, tolong! Mas panas dan gerah. Ar