Makasih supportnya my lovely goodreaders. Moga rezekinya melimpah. Amin.
“Sayang, cepat buka pintunya! Tolong!”Seorang pria paruh baya tampan dengan rambut yang berwarna pirang terus menggedor-gedor pintu kamarnya beberapa kali. Ia berusaha melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya. Namun istrinya tak urung membukakan pintu untuknya.“Sayang, cepat! Tolong, Mas!” imbuh pria itu lagi sembari mendengus kesal. Ia melepas jaketnya lalu menyampirkan ke pundaknya. Wajahnya terlihat kusut masai. Beberapa kali ia mendesah dan melenguh untuk kemudian memanggil istri tercinta.“Tolong apa Mas?”Sang istri ternyata muncul di belakangnya dengan bersedekap tangan di dada dan mendecak pelan. “Sekarang mau minta tolong apa?”Sang suami hanya menarik sudut bibirnya dengan wajah tengil. Sandiwara kali ini gagal total. Istrinya sudah keburu memergokinya. Pria itu memangkas jarak di antara mereka. Ia menatap istrinya dengan lekat. Sehari tak bertemu dengannya rasanya terasa lama. Sungguh, ia selalu merindukan istri tercinta. “Sayang, tolong! Mas panas dan gerah. Ar
[Farah, bagaimana kalau yang ini?]Nada memperlihatkan gaun ke tujuh saat melakukan video call dengannya. Pada awalnya, gadis bermata sipit itu keberatan ketika diajak oleh Farah untuk bertemu dengan Yusuf karena Farah mengajak Elia.Kepadanya, Farah menceritakan soal pertemuannya dengan Elia. Nada tak lantas percaya dengan sikap Elia, tak seperti Farah. Ia masih kecewa pada gadis yang manipulatif itu.Namun ketika Farah mengatakan padanya bahwa ia akan mengajak Asyraf untuk mengunjungi Yusuf, Nada yang 0gah-ogahan langsung antusias mendengarnya. Mumpung Asyraf belum kembali ke Aussie, setidaknya ia bisa bertemu sesaat selama berada di sana.[Nada, kita cuman pergi ke rumah Yusuf! Bukan menghadiri gala premiere atau fashion show.]Farah mengingatkan sahabatnya. Nada terlalu bersemangat menyambut reuni kecil mereka. Ia mengangkat mata, menatap sahabatnya dan mendecak pelan. Ranjang Nada yang berada di belakangnya, dipenuhi oleh gaun yang menumpuk. Di belakang punggung gadis itu, seorang
Attar terkesiap tatkala melihat kedatangan beberapa orang teman dekat Yusuf. Kebetulan sore itu Attar baru saja pulang dari kantor. Ia cukup terperanjat melihat kedatangan mereka yang secara tiba-tiba. Tampak Asyraf dan Rahes berjalan lebih dulu menghampiri pria berwajah Arab tersebut. Kemudian di belakang mereka Farah, Nada dan Elia menyusul mereka."Assalamualaikum, Om Attar!" sapa Rahes lebih dulu. Pemuda berwajah mirip aktor Turki itu langsung mencium punggung tangan Attar dengan takzim. Ia memiliki hubungan yang dekat dengan Attar sebab pernah menjadi santri Kiai Ashabi-ayahnya Attar. "Rahes, bagaimana kabarmu?" sapa Attar dengan mata yang berbinar. Sungguh, ia senang melihat kedatangan mereka yang hendak membesuk Yusuf. Mereka sungguh perhatian. Yusuf memang butuh sokongan moril dari orang terdekatnya selain keluarga. "Rahes sehat, Om. Om sendiri bagaimana kabarnya sekarang?" tukas Rahes dengan senyum yang mengembang. Ia begitu mengagumi sosok pria dewasa di depannya. Bukan t
Dua orang sahabat kini sedang menikmati acara makan siang di sebuah food court yang berada di mall. Mereka memilih makanan cepat saji untuk makan siang hari itu mengingat waktu mereka tak banyak. Di sela-sela menunggu pesanan tiba, mereka saling bertukar cerita untuk membunuh waktu.“Bagaimana perasaanmu?”Nada bertanya pada Farah yang terlihat sumringah setelah beberapa hari yang lalu bertemu dengan Yusuf. Farah kini terlihat ceria dan begitu bersemangat dalam menjalani hari-harinya. Sebagai sahabat seiya sekata, Nada tahu betul semua tingkah Farah.Kendati ke duanya sibuk, mereka masih tetap bisa meluangkan waktu bersama meski sekedar menghabiskan waktu hanya dengan makan siang bersama. Farah memilih magang untuk mengisi waktu libur semester panjangnya. Sementara itu Nada memilih magang di kantor ayahnya menjadi asisten CEO di salah satu perusahaan cabang milik sang ayah.“Aku b-baik,” jawab Farah sembari mengulum senyum.“Bentar, baik kabarnya atau suasana hatinya nih,” goda Nada me
Suara tawa seorang pria mengusik indera pendengaran Farah. Gadis cantik itu bangun setelah menyelesaikan hukuman yang diberikan oleh tantenya. Ia menoleh ke arah sumber suara dengan sedikit terkesiap. Kemudian ia tertawa kecil hingga memperlihatkan deret giginya yang rapi.“Yusuf? Argh, kau menertawakanku,” katanya dengan bibir yang mencebik. Sumpah demi apapun, Yusuf terkagum-kagum melihat tingkah gadis di hadapannya. Ia tidak melihat cela apapun dari gadis itu. Sungguh, Farah terlihat menggemaskan saat ia tertawa, tersenyum, cemberut bahkan mencebik.“Maaf, kau lucu sekali saat mengomel.”Yusuf menatap gadis itu dengan tatapan yang lembut. Tatapannya beralih dari Salwa yang sudah pergi menjauh dari sana pada gadis bermanik hazel di depannya.Farah tertegun sejenak lalu berkata. “Aku memang lucu dan imut.”Mendengar perkataan Farah yang narsis, Yusuf hanya manggut-manggut dengan mengulum senyum.“Kalau aku bisa berjalan. Aku akan menggantikanmu untuk menjalani hukumanmu.”Tiba-tiba sa
“Berani sekali kau menampar wajahku, Bitc*!” umpat pemuda itu tak terima karena tamparan Farah yang sukses mempermalukannya. Pemuda itu menjadi tontonan dan hiburan para pengunjung kedai. Sebagian besar mendukung Farah karena melihat sikap pemuda itu yang tidak sopan.Karena tak terima, pemuda tadi langsung mengangkat tangannya hendak menampar balik Farah. Yusuf hanya bisa menggeram pelan menyaksikan adegan itu. Ia pun lantas menggerakan kursi rodanya ingin menghadang pemuda yang lancang itu.Namun sebelum rencananya terwujud, seseorang menahan tamparan pemuda tadi. Seorang pemuda bertubuh tinggi menjulang mencekal pergelangan tangan pemuda tengil tersebut seraya menatapnya dengan tatapan yang menghunus tajam. Bahkan ia berhasil mengunci tubuh pemuda itu dan mem-piting lehernya. Hingga ia memohon-mohon minta dilepaskan.“Ampun, ampun!” katanya dengan penuh harap.“Kau bilang ampun? Keluar kau dari sini!”Pemuda bermasker itu langsung mendorong pemuda tengil tadi hingga jatuh terhuyung
Seminggu berlalu dengan begitu cepat, setelah pertemuan dengan Yusuf, Farah merasa gelisah. Bukan tanpa alasan, Yusuf tidak bisa dihubungi. Hal tersebut membuatnya tersiksa karena Yusuf lagi-lagi menghilang tanpa kabar. Farah sempat berpikir jika Yusuf menjauhinya karena bullyan pemuda tengil sewaktu di kedai es krim. Namun ia merasa ada alasan lain yang tidak diketahuinya. Mungkin Yusuf kecewa padanya? Bisa jadi kan?Gadis itu berusaha memaklumi kondisi mental Yusuf mungkin begitu rapuh setelah mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Ia berusaha memahaminya kendati ia juga ingin dipahami olehnya.“Yusuf, kau masih marah ya?”gumam Farah sembari mengaduk-aduk jus mangga yang berada di atas meja. Ia duduk termenung lama di kafetaria rumah sakit sembari memikirkan tentang Yusuf. Padahal makan siang sudah selesai sedari tadi. Itupun ia hanya makan porsi nasi sedikit seperti orang sedang diet.Bahkan selama ia ngantor menjadi asisten dr. Ni Luh, ia tidak bisa bertemu dengan pemuda ta
“Mas, ada berita buruk!”Salwa segera menghampiri suaminya yang kini tengah memainkan laptop miliknya, memeriksa laporan keuangan cafe. Meskipun ia mengelola perusahaan, ia pun masih mengelola cafe kopi yang kini sudah memiliki banyak cabang di beberapa daerah di tanah air.“Apa Yang? Bentar ya,” jawab Daniel Dash sembari membetulkan kacamata bacanya. Salwa yang merasa diabaikan mendecak sebal mendengar jawaban sang suami. Ia mendadak malas membicarakan hal penting tentang keponakan mereka padanya. Melihat suaminya yang sangat sibuk hingga membawa urusan pekerjaan ke rumah, membuatnya jengkel. Padahal ia juga sudah sangat sibuk sebagai seorang dokter bedah sekaligus pemilik rumah sakit yang dikelolanya. Wanita bertubuh jangkung itu memilih merebahkan tubuhnya yang letih di atas ranjang king size. Ia pun memainkan ponselnya dengan ogah-ogahan, berharap rasa kantuk menyambanginya.Jarum pendek sudah merangkak pada angka sepuluh, namun suaminya masih saja berkutat dengan layar laptopny