Thanks for your supports my Goodreaders.
Maesarah duduk dan menatap putranya dengan dalam. Ia mendesah pelan mendengar perkataan putranya, ia sedikit terkesiap. Bagaimana lagi? Mungkin Elia berusaha untuk mempertahankan Yusuf. Ia tidak ingin Yusuf mengingat Farah. Padahal Farah sahabatnya sejak sekolah. Sungguh terdengar kejam memang!Maesarah merasa cukup terkejut melihat reaksi Yusuf. Ia tidak pernah berbicara seserius itu sebelumnya, apalagi melihat responnya tengah cerita persahabatan mereka. Sebuah ide pun melintas di kepala Maesarah. “Yusuf, dalam sebuah persahabatan tentu saja ada namanya perselisihan. Lagipula, Elia sepertinya mungkin trauma tidak ingin berteman lagi dengannya. Kita tidak tahu apa yang dialami oleh Elia dan Farah.”Maesarah meraih tangan putranya dan mengusap punggung tangannya perlahan. Kemudian wanita bertubuh semampai itu pun melanjutkan kalimatnya. “Apakah Elia pernah menceritakan hal buruk tentang Farah padamu?”Yusuf menggeleng pelan. “Demi kebaikan, Elia lebih baik tidak menceritakan apapun t
Farah tertegun melihat ekspresi Elia. Benarkah Elia menyesal karena telah memutuskan hubungan persahabatan dengannya? Jika demikian, Farah senang sekali mendengarnya. Akhirnya mereka kini bisa bersama lagi menjadi sahabat seperti dulu.Kini ke dua gadis cantik tersebut duduk di taman rumah sakit yang nyaman dan hening. Di sana mereka saling berbagi cerita sebagai dua orang sahabat yang telah lama terpisah.Farah yang diberkati hati yang lembut mendengar cerita Elia dengan senang hati. Sesekali mereka tertawa di sela-sela cerita masing-masing. Mereka masih mengingat kejadian lucu saat zaman sekolah dulu. Hingga tibalah Elia mengutarakan alasan mengapa ia bisa sampai tak bisa berkomunikasi lagi dengannya. “Maaf, jadi karena penculikan itu, membuatmu dan keluargamu tak nyaman.”Farah berkomentar dengan perasaan bersalah. Elia berkata bahwa keluarganya melarangnya untuk berkawan lagi dengan Farah karena insiden penculikan itu. Lebih tepatnya, salah menculik. Farah anak seorang sultan. Aya
“Sayang, cepat buka pintunya! Tolong!”Seorang pria paruh baya tampan dengan rambut yang berwarna pirang terus menggedor-gedor pintu kamarnya beberapa kali. Ia berusaha melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya. Namun istrinya tak urung membukakan pintu untuknya.“Sayang, cepat! Tolong, Mas!” imbuh pria itu lagi sembari mendengus kesal. Ia melepas jaketnya lalu menyampirkan ke pundaknya. Wajahnya terlihat kusut masai. Beberapa kali ia mendesah dan melenguh untuk kemudian memanggil istri tercinta.“Tolong apa Mas?”Sang istri ternyata muncul di belakangnya dengan bersedekap tangan di dada dan mendecak pelan. “Sekarang mau minta tolong apa?”Sang suami hanya menarik sudut bibirnya dengan wajah tengil. Sandiwara kali ini gagal total. Istrinya sudah keburu memergokinya. Pria itu memangkas jarak di antara mereka. Ia menatap istrinya dengan lekat. Sehari tak bertemu dengannya rasanya terasa lama. Sungguh, ia selalu merindukan istri tercinta. “Sayang, tolong! Mas panas dan gerah. Ar
[Farah, bagaimana kalau yang ini?]Nada memperlihatkan gaun ke tujuh saat melakukan video call dengannya. Pada awalnya, gadis bermata sipit itu keberatan ketika diajak oleh Farah untuk bertemu dengan Yusuf karena Farah mengajak Elia.Kepadanya, Farah menceritakan soal pertemuannya dengan Elia. Nada tak lantas percaya dengan sikap Elia, tak seperti Farah. Ia masih kecewa pada gadis yang manipulatif itu.Namun ketika Farah mengatakan padanya bahwa ia akan mengajak Asyraf untuk mengunjungi Yusuf, Nada yang 0gah-ogahan langsung antusias mendengarnya. Mumpung Asyraf belum kembali ke Aussie, setidaknya ia bisa bertemu sesaat selama berada di sana.[Nada, kita cuman pergi ke rumah Yusuf! Bukan menghadiri gala premiere atau fashion show.]Farah mengingatkan sahabatnya. Nada terlalu bersemangat menyambut reuni kecil mereka. Ia mengangkat mata, menatap sahabatnya dan mendecak pelan. Ranjang Nada yang berada di belakangnya, dipenuhi oleh gaun yang menumpuk. Di belakang punggung gadis itu, seorang
Attar terkesiap tatkala melihat kedatangan beberapa orang teman dekat Yusuf. Kebetulan sore itu Attar baru saja pulang dari kantor. Ia cukup terperanjat melihat kedatangan mereka yang secara tiba-tiba. Tampak Asyraf dan Rahes berjalan lebih dulu menghampiri pria berwajah Arab tersebut. Kemudian di belakang mereka Farah, Nada dan Elia menyusul mereka."Assalamualaikum, Om Attar!" sapa Rahes lebih dulu. Pemuda berwajah mirip aktor Turki itu langsung mencium punggung tangan Attar dengan takzim. Ia memiliki hubungan yang dekat dengan Attar sebab pernah menjadi santri Kiai Ashabi-ayahnya Attar. "Rahes, bagaimana kabarmu?" sapa Attar dengan mata yang berbinar. Sungguh, ia senang melihat kedatangan mereka yang hendak membesuk Yusuf. Mereka sungguh perhatian. Yusuf memang butuh sokongan moril dari orang terdekatnya selain keluarga. "Rahes sehat, Om. Om sendiri bagaimana kabarnya sekarang?" tukas Rahes dengan senyum yang mengembang. Ia begitu mengagumi sosok pria dewasa di depannya. Bukan t
Dua orang sahabat kini sedang menikmati acara makan siang di sebuah food court yang berada di mall. Mereka memilih makanan cepat saji untuk makan siang hari itu mengingat waktu mereka tak banyak. Di sela-sela menunggu pesanan tiba, mereka saling bertukar cerita untuk membunuh waktu.“Bagaimana perasaanmu?”Nada bertanya pada Farah yang terlihat sumringah setelah beberapa hari yang lalu bertemu dengan Yusuf. Farah kini terlihat ceria dan begitu bersemangat dalam menjalani hari-harinya. Sebagai sahabat seiya sekata, Nada tahu betul semua tingkah Farah.Kendati ke duanya sibuk, mereka masih tetap bisa meluangkan waktu bersama meski sekedar menghabiskan waktu hanya dengan makan siang bersama. Farah memilih magang untuk mengisi waktu libur semester panjangnya. Sementara itu Nada memilih magang di kantor ayahnya menjadi asisten CEO di salah satu perusahaan cabang milik sang ayah.“Aku b-baik,” jawab Farah sembari mengulum senyum.“Bentar, baik kabarnya atau suasana hatinya nih,” goda Nada me
Suara tawa seorang pria mengusik indera pendengaran Farah. Gadis cantik itu bangun setelah menyelesaikan hukuman yang diberikan oleh tantenya. Ia menoleh ke arah sumber suara dengan sedikit terkesiap. Kemudian ia tertawa kecil hingga memperlihatkan deret giginya yang rapi.“Yusuf? Argh, kau menertawakanku,” katanya dengan bibir yang mencebik. Sumpah demi apapun, Yusuf terkagum-kagum melihat tingkah gadis di hadapannya. Ia tidak melihat cela apapun dari gadis itu. Sungguh, Farah terlihat menggemaskan saat ia tertawa, tersenyum, cemberut bahkan mencebik.“Maaf, kau lucu sekali saat mengomel.”Yusuf menatap gadis itu dengan tatapan yang lembut. Tatapannya beralih dari Salwa yang sudah pergi menjauh dari sana pada gadis bermanik hazel di depannya.Farah tertegun sejenak lalu berkata. “Aku memang lucu dan imut.”Mendengar perkataan Farah yang narsis, Yusuf hanya manggut-manggut dengan mengulum senyum.“Kalau aku bisa berjalan. Aku akan menggantikanmu untuk menjalani hukumanmu.”Tiba-tiba sa
“Berani sekali kau menampar wajahku, Bitc*!” umpat pemuda itu tak terima karena tamparan Farah yang sukses mempermalukannya. Pemuda itu menjadi tontonan dan hiburan para pengunjung kedai. Sebagian besar mendukung Farah karena melihat sikap pemuda itu yang tidak sopan.Karena tak terima, pemuda tadi langsung mengangkat tangannya hendak menampar balik Farah. Yusuf hanya bisa menggeram pelan menyaksikan adegan itu. Ia pun lantas menggerakan kursi rodanya ingin menghadang pemuda yang lancang itu.Namun sebelum rencananya terwujud, seseorang menahan tamparan pemuda tadi. Seorang pemuda bertubuh tinggi menjulang mencekal pergelangan tangan pemuda tengil tersebut seraya menatapnya dengan tatapan yang menghunus tajam. Bahkan ia berhasil mengunci tubuh pemuda itu dan mem-piting lehernya. Hingga ia memohon-mohon minta dilepaskan.“Ampun, ampun!” katanya dengan penuh harap.“Kau bilang ampun? Keluar kau dari sini!”Pemuda bermasker itu langsung mendorong pemuda tengil tadi hingga jatuh terhuyung
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap