“Yusuf, makan dulu Nak!”Maesarah meminta Yusuf untuk makan malam. Jam dinding sudah menunjukan pukul sembilan malam, namun Yusuf belum juga bersedia menyantap makan malamnya. Ia masih sibuk dengan laptopnya. Di dalam kamar, Yusuf tampak asik dengan laptop yang berada di atas pangkuannya. Manik matanya yang berwarna hitam legam tampak bergerak-gerak menatap layar persegi empat itu.Sekarang pemuda itu sudah mulai bisa mengoperasikan laptop meski di atas kursi roda. Ia mulai melakukan kegiatan positif sehingga bisa mengurangi rasa trauma dirinya akibat kecelakaan waktu silam.Bermula ia bermain game lalu melatih jari jemarinya untuk mengetik di atas papan keyboardnya. Di sana Yusuf mulai menulis apapun untuk membunuh waktu senggangnya. Dengan kegiatan baru itu, Yusuf tidak terlalu memforsir dirinya untuk mengingat memorinya yang sudah hilang. Karena ketika ia merasa begitu ingin mempercepat mengembalikan memorinya, ia seringkali diserang sakit kepala yang begitu hebat hingga pingsan.
Farah terlihat bermalas-malasan berada di kamar hotel. Terpaksa ia menunda kepulangannya karena Nada mendapat telepon dari ibunya untuk mencarikan buah tangan untuknya dan mengirimkan foto-foto mereka selama liburan di sana.“Mbak Farah yakin gak ikut Mbak Nada pergi ke toko souvenir?” tanya Nia yang saat ini tengah memijat kaki Farah yang terasa pegal akibat perjalanan jauh. Farah tidak memperlakukan Nia seperti seorang asisten yang disuruh-disuruh. Namun Nia selalu berinisiatif memijit Farah setiap kali melihat Nona mudanya itu merasa letih apalagi sakit.Farah terdiam mendengar perkataan Nia. Betul sekali apa kata Nia, seharusnya ia menemani Nada. Bukankah mereka sepakat akan menikmati liburan bersama di sana? Bahkan Nada sebetulnya sudah mengetahui niat Farah ke sana tidak sekedar berlibur, namun ingin menemui Yusuf?Nada sudah cukup mengalah dan mengikuti keinginannya. Seharusnya sebagai sahabat Farah juga tidak boleh egois. Ia juga harus selalu ada untuknya.Farah pun bangun deng
“Kau tidak boleh lama memainkan laptop! Kau baru saja sembuh!”Tanpa tedeng aling-aling, Maesarah merampas laptop yang dipakai Yusuf. Ia merasa kesal pada putranya karena seharian Yusuf memainkan laptopnya.Yusuf mendengus kesal karena ibunya begitu saja menyambar laptopnya. Padahal ia sedang mencoba menghubungi salah satu teman lamanya yang diyakininya. “Ummi, sebentar!” imbuh Yusuf bernada lembut. Ia memang selalu bersikap sopan pada ibunya. Bahkan ia tidak berani membantah perintah ibunya. Sekalipun ia kehilangan sebagian besar memorinya. Namun ia tidak kehilangan kebiasaan baiknya. Perangainya tetap sopan saat berhadapan dengan orang lain, terutama ke dua orang tuanya.Maesarah mematikan layar laptop milik putranya dan menaruhnya di atas meja. Mengabaikan Yusuf, wanita dewasa itu duduk di samping putranya kemudian berkata. “Mas Yusuf baru sembuh. Jadi harus istirahat yang cukup. Mas Yusuf boleh memainkan laptop hanya satu jam. Tidak boleh lebih!”Yusuf menyimak betul perkataan ib
“Cie yang baru pulang dari Kairo? Bagaimana kabarnya? Apa sudah dapat gebetan orang sana?”Seorang pemuda bermanik mata hazel menyambut kepulangan Farah yang baru saja turun dari mobil jemputan. Ia adalah Asyraf. Saudara kembarnya yang baru saja pulang dari Aussie. Asyraf langsung memeluk Farah dengan erat dan mencium keningnya penuh kasih sayang. “My princess jet lag ya? Tumben!”Farah tak terlalu menanggapi pemuda itu. Ia hanya menatapnya sekilat kemudian tatapannya beralih pada kopernya. Ia menarik kopernya sendiri. Tak mengijinkan siapapun membawa barang bawaannya. Gadis itu terlihat badmood dengan wajah yang ditekuk.Di belakangnya Rakha dan Nia hanya membawa barang-barang serupa oleh-oleh dari Kairo.Biasanya Farah akan euforia menyambut kepulangan saudara kembarnya dari Aussie. Namun kali ini ia tidak merasakan gairah apapun. Ia hanya ingin tidur dan melupakan yang terjadi! Setelah seminggu berada di Kairo, Farah memilih segera menyudahi petualangannya di sana. Ia sama sekali
“Nak, kau belum tidur?”Maesarah bertanya pada putranya yang terlihat senyum sendiri sembari melihat kamera yang dipegangnya. Mendengar suara ibunya, Yusuf hanya menoleh, lalu tersenyum simpul memandang ibunya sejenak. Tatapan pemuda berhidung bangir itu kembali pada kamera. Semenjak pulang dari Sungai Nil, ia terlihat bahagia dan ceria. Ia tidak tahu alasannya mengapa ia begitu bahagia. Namun yang pasti, ia suka sekali melihat foto seorang gadis hasil jepretannya. Selama tinggal di sana, Yusuf sudah tak aneh melihat gadis cantik berwajah khas wanita Arab, berkulit putih bersih, bermanik mata yang indah hingga senyuman yang khas.Namun entah mengapa hari itu, ia merasa baru pertama kali melihat sedang gadis cantik yang unik. Jika dikatakan bule atau blasteran Eropa memang betul. Namun sekilas bentuk alis dan bibirnya mirip keturunan Arab.“Ummi jadi penasaran, memang Yusuf memotret apa sih? Kelihatan happy begitu,” imbuh Maesarah dengan penasaran. Wanita bertubuh semampai itu berjala
“Farah, bangun, Nak! Kau kenapa? Mimpi buruk?”Nuha menepuk-nepuk pipi putrinya dengan lembut. Setiap malam wanita cantik itu selalu mengecek satu per satu anaknya, apakah mereka sudah tidur ataukah belum. Kemudian ia selalu mendoakan ubun-ubun mereka sesaat sebelum mereka tidur. Ketika ia membuka pintu kamar Farah yang gelap, justru ia terkejut. Farah menangis dan bergumam tak jelas dalam tidurnya. Saat merasa telapak tangan ibunya menyentuh wajahnya, Farah pun mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian ia langsung memeluk ibunya dengan erat.“Ibu, Ibu …” lirih Farah dalam dekapan sang ibu. Di sana ia meneruskan tangisannya. Anehnya, ia sendiri tak bisa mengingat mimpi apa yang baru saja ia alami. Hanya saja, dalam mimpi itu ia sedang bersedih hati hingga ia tak mampu membendung tangisannya. Mungkin alam bawah sadarnya. Saat ini gadis bermanik mata hazel itu sedang sedih karena belum bisa bertemu dengan kekasih hatinya. Sebagai seorang ibu yang baik, Nuha pun mengusap punggung putr
“Dokter! Dokter tolong selamatkan istri saya, Dok! Berapapun akan saya bayar asalkan dokter selamatkan istri saya!”Seorang pria paruh baya berlari tergopoh-gopoh sembari memangku istrinya. Terlihat istrinya tak sadarkan diri.Dokter pria yang baru saja berjalan di lorong sontak terkejut melihat kedatangan pasien tersebut. Padahal ia baru saja selesai melakukan operasi bedah. Ia pun buru-buru menyuruh perawat membawakan brankar. Dua orang perawat pria itu langsung membantu pria tadi, membaringkan istrinya ke atas brankar dan membawanya ke ruangan instalasi gawat darurat.Menurut tingkat kegawatdaruratan, wanita tadi langsung dibawa menuju garis merah, di mana ia harus menjalani resusitasi jantung. Di sana dokter jaga langsung memeriksa kondisinya. Tak lama kemudian, terdengar suara ambulans yang berisik tiba di area parkir dekat instalasi gawat darurat. Dari mobil tersebut ada seorang pasien yang menjadi korban kecelakaan mobil. Tak lama kemudian, iring-iringan mobil lain pun menyusul
“Mau minum apa Sayang?”Salwa mengambil tempat duduk kosong di samping keponakan kesayangannya. Ia menatap gadis bermanik hazel itu dengan tatapan yang penuh telisik. Ia sangat mengenal kepribadian gadis itu karena memang memiliki kemiripan dengannya dalam beberapa hal.Biasanya Farah itu selalu menunjukan wajah ceria. Namun belakangan, ia pun membenarkan ucapannya kakaknya bahwa memang Farah menjadi pendiam saat ini. Bahkan Nuha mengatur pertemuan putrinya dengan tantenya agar mencari tahu sebetulnya apa yang terjadi pada gadis cantik berwajah blasteran itu.“Aunty gak usah repot-repot.”Farah menjawab sekenanya. Ekor matanya menangkap sesuatu di atas meja, sebuah buku yang tebal tentang dunia kedokteran. Gadis itu pun mengambil buku itu, melihat-lihat blurbnya kemudian menaruhnya lagi. Ia memilih menyandarkan punggungnya pada badan sofa dengan helaan nafas kasar.“Suasana rumah sakit ramai Aunty. Aku lihat banyak pasien yang masuk karena kecelakaan tadi.”Farah mengangkat mata kemudi
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap