Maesarah Basri menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Ia berusaha tenang mendengar pertanyaan putranya yang memang ia tak berkenan mendengarnya.Bukan tanpa alasan, Maesarah tidak akan pernah mengijinkan Yusuf dekat dengan anak mantan calon suaminya-Mariyam Nuha. Ia tidak ingin berhubungan dengan keluarga Farah.Sebelumnya ia berpikir jika Yusuf hanya menganggap Farah cinta anak remaja semata, namun kenyataannya Yusuf ternyata memang masih mencintainya hingga sekarang. Bahkan nama Farah muncul dalam alam bawah sadarnya. Saat ia kehilangan ingatannya. Hanya satu nama yang justru masih teringat olehnya. Sialnya, nama itu adalah Farah!!Maesarah tidak berniat berbohong soal nama yang disebutkan oleh Yusuf. Ia akan tetap menceritakan soal siapa pemilik nama itu. Hanya saja, ia tidak akan menjelaskan kedekatan mereka selama ini. Wanita paruh baya itu merasa semesta tengah mendukung rencananya, menjauhkan Yusuf dari Farah. Ia juga sudah mengatur perjodohan Yusuf dengan Elia.
“Farah, tunggu!”Nada berlari mengejar Farah yang begitu cepat pergi meninggalkannya. Mengabaikan Nada, gadis bermanik hazel itu menghampiri seorang pria bertubuh jangkung yang berada di halaman rumahnya sembari menggendong seorang bayi.Langkah Farah terhenti saat baru menyadari jika ia berlari seperti orang gila hanya karena melihat pria itu-yang ia kira Yuusuf.Perawakan Yusuf mirip pamannya bernama Ziddan. Ada juga garis wajah yang mirip dengannya. Farah nyaris jatuh karena kurang berhati-hati saat berhenti. Manik mata pria itu menatap Farah dengan keterkejutan. Beberapa saat, ia mengamati Farah kemudian ia tersenyum saat ia baru mengingat sosok gadis cantik di depannya.“Farah ya? Masyaallah, sudah besar.”Ziddan menyapa Farah dengan penuh keramahtamahan. Seketika ia teringat beberapa tahun silam. Ia masih mengingat ketika Nuha datang ke pondok saat Attar menikahi Maesarah. Ia yakin wanita yang dilihatnya itu adalah Mariyam Nuha. Hanya saja, Nuha berlari begitu cepat setelah me
Malam itu Farah dan keluarganya tengah menikmati makan malam dengan khidmat. Suasana terasa hening karena tak ada yang bersuara hingga acara makan selesai.Darren menaruh sendok ke dalam piring lalu meneguk air minumnya. Barulah setelah makan, ia pun bersuara. “Mbak Farah mau berlibur kemana? Apa sudah punya rencana?”Farah berhenti mengunyah setelah mendengar pertanyaan sang ayah. Tangannya meraih gelas berisi jus mangga di sampingnya kemudian meneguknya perlahan, berharap dengan minum akan mengurangi kecemasannya. Ia sudah memutuskan untuk berlibur ke Kairo. Namun ia tidak tahu apakah ayahnya menyetujui rencananya atau tidak. Karena ia belum pernah berpelesiran ke negara Mesir sebelumnya. Ia lebih sering berlibur ke negara asal sang kakek, Jonathan Dash ke Australia, Eropa dan tempat kelahiran Naufal Alatas.Berusaha mengontrol kecemasan, Farah menghela nafas pelan kemudian menggerakan bibirnya lalu bersuara. “Ayah, aku dan Nada sudah memutuskan akan berlibur ke Kairo. Kebetulan pam
Tubuh Farah luruh ke lantai saat mendengar kabar apa yang menimpa dengan Yusuf. Nada langsung panik dan berusaha membantu Farah untuk bangun. Sebagai seorang sahabat ia pun bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Farah. Ia pun sedih mendengar kabar buruk tersebut namun ia berusaha kuat demi Farah.Farah sangat syok saat mendengar kabar buruk yang menimpa Yusuf. Nada menenangkannya dengan cepat. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Nada menahan bobot tubuh Farah yang terasa berat meskipun Halimah pun ikut membantunya.“Farah, sudah-sudah, bangun!”Nada berusaha membantu Farah bangun dengan menarik ke dua tangannya untuk bangkit.Tubuh Farah lemas sekali. Ia tak percaya saat dosen itu mengatakan padanya tentang kabar kecelakaan yang menimpa Yusuf.“Di mana sekarang Yusuf?”Farah memberanikan diri bertanya pada Halimah.Dosen itu hanya terdiam, ia tidak mengetahui kabar Yusuf selanjutnya setelah peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Ia hanya mendapat saat laporan dari bagian kemahasiswaa
Kini Farah dan Nada sudah berada di flat yang ditinggali oleh Elia. Selama kuliah di Mesir, Elia tinggal bersama kakak dan sepupunya di sebuah flat mewah untuk seorang mahasiswa yang berasal dari Indonesia.Elia cukup syok karena tiba-tiba Farah dan Nada mengunjungi flatnya tanpa mengabari dirinya terlebih dahulu. Dari manakah mereka mengetahui alamatnya? Siapa yang memberitahunya? Ia berpikir jika ia sudah menutup akses dirinya dengan Farah karena sebuah alasan.“Assalamu’alaikum, Elia!” sapa Farah dengan menyematkan senyuman tipis di depan Elia. Sebetulnya ia sungkan berada di sana sejak mereka putus komunikasi. Ralat, Farah tidak pernah memutus komunikasi dengannya. Elia lah yang memutuskan komunikasi terlebih dahulu tanpa alasan yang jelas.Ke dua sahabat karib itu terlihat canggung saat bertemu. Baik Farah maupun Elia merasa seperti orang asing saat ini. Mereka kini masih berdiri mematung di depan hunian Elia. Elia belum mempersilahkannya masuk.“Wa’alaikumsalam wa rohmatullah. Y
Farah menghela nafas berat karena merasa frustrasi mendengar cerita dari bibir Elia soal kabar tentang Yusuf.Namun,bagaimanapun kondisi Yusuf, Farah ingin melihatnya!!Nada mengusap lengan Farah berusaha menenangkannya. Farah terlihat terpukul namun kali ini ia tidak menangis. Ia mirip orang syok. Ia diam dengan tatapan yang kosong.Elia cukup terkejut melihat reaksi Farah. Namun bagaimana lagi. Itu satu-satunya cara agar Farah menjauh dari kehidupan Yusuf. Ia berdusta!“Elia, di mana Yusuf sekarang? Rumah sakit mana? Aku ingin melihatnya.”Farah tetap bersikukuh pada keinginannya. Ia harus bisa melihat Yusuf, meskipun itu untuk terakhir kalinya.“Farah!” salak Elia merasa tak tahan melihat Farah yang menekannya. “Farah, aku sudah bilang aku tidak tahu di mana Yusuf dirawat saat ini!”Nada terkesiap mendengar suara Elia yang setengah membentak Farah. Sahabat macam apa dia? Nada menjadi curiga pada ketulusan Elia yang bersahabat dengan Farah. Elia tak sepatutnya membentak Farah. Kare
“Yusuf, makan dulu Nak!”Maesarah meminta Yusuf untuk makan malam. Jam dinding sudah menunjukan pukul sembilan malam, namun Yusuf belum juga bersedia menyantap makan malamnya. Ia masih sibuk dengan laptopnya. Di dalam kamar, Yusuf tampak asik dengan laptop yang berada di atas pangkuannya. Manik matanya yang berwarna hitam legam tampak bergerak-gerak menatap layar persegi empat itu.Sekarang pemuda itu sudah mulai bisa mengoperasikan laptop meski di atas kursi roda. Ia mulai melakukan kegiatan positif sehingga bisa mengurangi rasa trauma dirinya akibat kecelakaan waktu silam.Bermula ia bermain game lalu melatih jari jemarinya untuk mengetik di atas papan keyboardnya. Di sana Yusuf mulai menulis apapun untuk membunuh waktu senggangnya. Dengan kegiatan baru itu, Yusuf tidak terlalu memforsir dirinya untuk mengingat memorinya yang sudah hilang. Karena ketika ia merasa begitu ingin mempercepat mengembalikan memorinya, ia seringkali diserang sakit kepala yang begitu hebat hingga pingsan.
Farah terlihat bermalas-malasan berada di kamar hotel. Terpaksa ia menunda kepulangannya karena Nada mendapat telepon dari ibunya untuk mencarikan buah tangan untuknya dan mengirimkan foto-foto mereka selama liburan di sana.“Mbak Farah yakin gak ikut Mbak Nada pergi ke toko souvenir?” tanya Nia yang saat ini tengah memijat kaki Farah yang terasa pegal akibat perjalanan jauh. Farah tidak memperlakukan Nia seperti seorang asisten yang disuruh-disuruh. Namun Nia selalu berinisiatif memijit Farah setiap kali melihat Nona mudanya itu merasa letih apalagi sakit.Farah terdiam mendengar perkataan Nia. Betul sekali apa kata Nia, seharusnya ia menemani Nada. Bukankah mereka sepakat akan menikmati liburan bersama di sana? Bahkan Nada sebetulnya sudah mengetahui niat Farah ke sana tidak sekedar berlibur, namun ingin menemui Yusuf?Nada sudah cukup mengalah dan mengikuti keinginannya. Seharusnya sebagai sahabat Farah juga tidak boleh egois. Ia juga harus selalu ada untuknya.Farah pun bangun deng