“Kau lihatin apa Bai?” tanya Ustaz Rahman ketika mereka bertolak dari rumah Aruni usai acara pertunangan. Ustaz Baihaqi sedari tadi setengah melamun ketika menatap jendela mobil. Ustaz Rahman dan Ustaz Baihaqi ialah perwakilan pesantren yang menghadiri acara khitbah santrinya, Salwa Salsabila. Mereka kini berada dalam perjalanan pulang ke pondok. Istri Ustaz Rahman-Ustazah Aliya dan Ilham tak bisa hadir karena mereka tengah berada di Jawa, berziarah ke makam para wali songo bersama rombongan santri Pondok Pesantren Babussalam. Ilham tentu punya alasan untuk tidak menghadiri acara tersebut meskipun diundang langsung oleh Aruni. Sebetulnya, ia kecewa karena sudah keburu ditikung oleh Daniel Dash melamar gadis yang menjadi incarannya. Ia juga malah dijodoh-jodohkan oleh Kiai Umar-sang kakek bahwasanya wanita yang cocok menjadi istrinya ialah Shafiyah karena terkenal sebagai santriwati yang shalehah dan aktif di ponpes. Alhasil, Ilham tak kuasa menolak permintaan kakeknya. Berbeda de
“Neng, kau sudah siap?” tanya Salwa tatkala ia sudah berdiri di depan bibir pintu kamar asrama. Tubuh jangkungnya bersandar pada dinding dengan kaki yang sebelah ditekuk sedangkan tangannya tengah bersedekap di dada. Matanya menyapu seluruh penampilan sahabatnya yang terlihat mendung umpama awan dengan mengenakan outfit berwarna gelap, navy. Hari ini mereka akan pergi ke kampus. Neng memang tak seceria dulu. Seminggu sudah Acep tiada dan Neng masih terlihat berduka. Setiap malam diam-diam Salwa selalu terbangun ketika Neng Mas lebih dulu melaksanakan sholat qiyamul lail. Ia selalu menangis di tengah zikirnya. Nama Acep selalu dilangitkan oleh Neng Mas membuat hatinya ikut berduka dan mencelos melihatnya. “Ayo!” ucap Neng Mas mencangklongkan tas ranselnya ke balik punggungnya. Wajahnya terlihat tirus dengan matanya yang cekung. Beberapa lemak di bagian tubuhnya pula ikut menyusut. Ia menguak daun pintu kamar begitu saja hingga membuat tubuh Salwa otomatis beringsut. Ia berjalan
Sore itu lingkungan kampus mendadak sepi. Hanya segelintir mahasiswa yang hilir mudik keluar area kampus karena kuliah sudah selesai. Oleh karena itu tak ada satupun orang melerai Neng Mas yang tengah menghajar seorang anak mahasiswa. Entah apa penyebabnya. Yang pasti Neng Mas terlihat sangat murka padanya. Wajah lelaki itu sudah babak belur. Pipinya bonyok kena tonjok. Matanya memerah karena pembuluh darahnya pecah. Dari hidungnya mengucur deras darah merah segar. Pemuda itu tersungkur ke atas paving block dengan meringis memegangi perutnya. Benar-benar terlihat memprihatinkan. Jika terus dibiarkan nyawa lelaki itu akan melayang. Salwa langsung menyingkirkan tas ranselnya dan menghambur menghampiri Neng Mas. Ia harus segera menarik tubuh gadis itu sebelum ia semakin menggila. Masalahnya Neng Mas sama kuatnya dengannya. Lawan yang sebanding. Dalam kondisi seperti itu dinasehati takkan mempan. “Lepas, Wa!” Neng Mas memekik ketika Salwa menarik lengannya. Neng Mas sudah berdiri m
Saat Salwa tengah terlibat masalah dengan seorang anak pengacara kondang, di tempat yang lain Kania pun tengah terlibat masalah. Hanya saja masalah ia hadapi bukan masalah dengan orang lain akan tetapi masalah dengan hati. Sudah seharian ia mengurung diri di kamarnya. Penyebabnya ialah kejadian kemarin sore. Betapa senang tak terperi Kania mendengar jika ke dua orang tuanya menyetujui hubungannya dengan Din. Kania akan menikah dengan pria yang ia cintai. Tentunya, hal tersebut adalah harapan semua wanita. Singkat cerita, Naufal dan Sahila sudah menyetujui hubungan mereka setelah kehadiran Aruni dan menerima nasehatnya. Sepulang mengajar di kampus, sore itu Kania bergegas pulang karena ia ingin menjenguk Din yang tengah sakit. Menurut rekan kerja sesama dosen, Din tidak masuk kampus karena sakit demam dan baru pulang dari rumah sakit untuk pemulihan. Kampus Universitas Prabu Agung Cakrabuana memiliki gedung yang sangat luas. Oleh karena itu, meskipun Kania dan Din mengajar di sana,
“Astagfirullah,” Beberapa kali Neng Mas mengusap wajahnya dan beristighfar. Setelah ia menunaikan sholat isya, barulah ia sadar apa yang telah ia lakukan tadi selama di kampus.Sebuah ingatan terlintas di kepala Neng Mas ketika ia bertemu dengan lelaki bernama Kevin.Flashback on“Kau tau, ternyata anak yang terkenal lugu itu menyimpan sisi gelap. Kau lihat saja berita! Makanya jangan sombong jadi anak!” ucap Kevin pada seorang teman lelakinya. “Maksudmu, si Acep Suracep itu? Argh, bener serius dia sniper? Kayaknya salah orang. Mana mungkin anak culun bisa jadi sniper!” sahut kawannya tertawa lepas sembari menutup mulutnya hingga terbatuk-batuk. “Gak mungkin! Kayaknya itu hoaks. Mungkin pelakunya orang lain, cuman nyari kambing hitam. Cari anak yang bloon.”“Serius! Asep Safruddin alias Acep pelakunya! Dasar anak gobl*! Pembunuh bayaran!” katanya ketika Neng Mas melewati mereka. Kevin sadar, Neng Mas berjalan melewatinya. “Lakinya bego dan crushnya juga sama-sama bego. Ough! Kasiha
Malam itu Neng Mas dan Kevin dipertemukan meskipun masalahnya sudah dianggap selesai berkat kesepakatan yang dibuat oleh Salwa dengan Kevin.Dengan terpaksa Neng Mas menepikan egonya untuk menyampaikan permintaan maafnya kepada Kevin dan ibunya. Kebetulan, ayahnya Kevin sedang berada di luar kota.“Saya minta maaf Kevin dan Tante,” ujar Neng Mas dengan patah-patah.Alih-alih merespon Neng Mas, ibunda kevin berkata dengan nada mengejek. “Jadi ini preman kampus modelan ukhti? Cih! Kok bisa ya …” sindir ibunda Kevin sembari memindai penampilan Neng Mas dari atas ke bawah lalu dari bawah ke atas seperti tengah melihat penampakan.“Mohon maaf, Bu, tolong jangan menghina santri kami. Gadis ini punya nama. Neng Mas. Jangan samakan dengan preman di jalanan.”Ustaz Baihaqi memasang badan untuk membela santrinya. Bagaimanapun, ia harus melindungi mereka dan menjaga kehormatan mereka.Dalam hal ini, Neng Mas juga tak sepenuhnya salah. Pemantik perkelahian ialah perkataan Kevin sendiri.Setelah m
“Sayang, kau dapat dari mana bando ini? Perasaan Ibu belum pernah beliin bando mahkota model begini,” ujar Nuha mengerutkan hidungnya kala melihat Farah memakai bando di kepalanya. sebuah bando berbentuk crown berwarna silver yang berkilauan. Tangannya terulur menyentuh mahkota itu dengan penuh telisik.Seingat Nuha karena Farah sudah dibiasakan menggunakan jilbab di luar rumah, ia sudah jarang membelikannya bando. Ia hanya membelikannya ikat rambut dan jepit warna-warni. Itupun sudah jarang dipakai karena Farah lebih senang ketika rambutnya diikat ekor kuda saat di rumah. Sehingga Nuha hafal betul semua aksesoris yang dikoleksi oleh putrinya.“Lupa kali, Mbak,” sambung Bik Ningsih yang berada di belakang Nuha. “Mbak Kania ‘kan sering ngirim aksesoris. Ada satu kardus besar malah belum dibuka sama sekali.”“Aku sampai lupa. Benar juga Bik. Kania memang suka membelikan pakaian lucu dan printilan aksesoris buat Farah.”Nuha mengiyakan perkataan Bik Ningsih. Namun ia menjadi teringat Ka
Salwa mendesah pelan ketika melihat sosok wanita muda berpakaian minim bahan tengah duduk ongkang-ongkang kaki di atas sofa berbahan kulit sintetis di dalam ruang tamu unit apartemen milik Kevin.Ia baru mendapat kabar jika Kevin sudah berangkat ke Korea dua hari yang lalu. Pantas saja, meskipun apartemen kosong tetapi berantakan karena memang ditinggali oleh seseorang.Hari ke empat membersihkan unit itu barulah terlihat biang keladi yang membuat apartemen berantakan. Seorang gadis yang ternyata pacarnya Kevin.Gadis berambut curly itu memindai Salwa dari pucuk kepala hingga ujung kaki seakan tengah menggali informasi siapakah gadis di depannya ini.‘Pasti anak mahasiswi miskin yang dapat beasiswa.’ Perempuan itu bermonolog dalam batinnya.“Anak Cakra?” todongnya dengan menyilangkan kakinya hingga bagian celana dalamnya ikut mengintip.“Anak Aruni,” jawab Salwa dengan santai sesantai hidupnya menjalani hukuman Kevin.Gadis itu mendecih setelah memalingkan wajahnya.“Mon, maaf, permi