Daniel mencongak menatap bergantian ke dua pria berwajah tampan di hadapannya. Yang satu Evan mirip anggota Boyband Korea sedangkan Ustaz Baihaqi mirip aktor Turki. Pria yang perhatian pada wanitanya bukan pria biasa. Mereka berwajah rupawan. Rupanya, kekasihnya salah satu most-wanted di manapun ia berada baik di kampus ataupun di lingkungan pondok. Setelah diperhatikan dengan jeli, seorang ustaz saja bisa naksir padanya. Halo, bagaimana dengan para santrinya? Tak bisa dibiarkan! Gaskeun! Satu-satunya cara ia harus segera menghalalkannya. Maka takkan ada lagi yang berani mendekatinya. Lama kelamaan Daniel menderita semacam anxiety disorder atau gangguan kecemasan tinggi gara-gara terlalu mencemaskan Salwa. Takut Salwa tertarik pada pesona pria lain. Sekuat tenaga Daniel berusaha menormalkan suasana hatinya. Ia mawas diri, ia sedang berada di rumah sakit. Suatu hal yang konyol jika ia mengamuk atau mencak-mencak pada salah satu pria itu. Bisa-bisa ia diseret satpam rumah sakit Da
Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Acara lamaran antara Daniel Dash dan Salwa Salsabila dilaksanakan secara sederhana, private dan khidmat di kediaman Aruni dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat dekat.Dekorasi cantik sudah menghiasi taman bunga yang menjadi tempat dihelat acara dengan mengusung konsep outdoor. Ada banyak bunga berwarna lembut di mana-mana.Beberapa kursi kayu diikat pita berwarna merah berjajar dengan rapi. Backdrop bernuansa rustic menyuguhkan keindahan alam nan romantisme saat bersamaan.Rombongan Daniel Dash datang dengan membawa hantaran yang disambut langsung oleh pihak keluarga wanita. Seorang fotografer sudah bersiap membidik dan mengabadikan momen penting dan indah tersebut sejak acara dimulai.Semua orang menempati tempat duduk masing-masing dan mulai menyimak sang pembawa acara yang tengah membacakan susunan acara semi formal tersebut.Salwa Salsabila duduk di singgasananya diapit oleh Neng Mas yang sudah sembuh dan Kania. Aruni, Nuha dan Sahila bera
“Kau lihatin apa Bai?” tanya Ustaz Rahman ketika mereka bertolak dari rumah Aruni usai acara pertunangan. Ustaz Baihaqi sedari tadi setengah melamun ketika menatap jendela mobil. Ustaz Rahman dan Ustaz Baihaqi ialah perwakilan pesantren yang menghadiri acara khitbah santrinya, Salwa Salsabila. Mereka kini berada dalam perjalanan pulang ke pondok. Istri Ustaz Rahman-Ustazah Aliya dan Ilham tak bisa hadir karena mereka tengah berada di Jawa, berziarah ke makam para wali songo bersama rombongan santri Pondok Pesantren Babussalam. Ilham tentu punya alasan untuk tidak menghadiri acara tersebut meskipun diundang langsung oleh Aruni. Sebetulnya, ia kecewa karena sudah keburu ditikung oleh Daniel Dash melamar gadis yang menjadi incarannya. Ia juga malah dijodoh-jodohkan oleh Kiai Umar-sang kakek bahwasanya wanita yang cocok menjadi istrinya ialah Shafiyah karena terkenal sebagai santriwati yang shalehah dan aktif di ponpes. Alhasil, Ilham tak kuasa menolak permintaan kakeknya. Berbeda de
“Neng, kau sudah siap?” tanya Salwa tatkala ia sudah berdiri di depan bibir pintu kamar asrama. Tubuh jangkungnya bersandar pada dinding dengan kaki yang sebelah ditekuk sedangkan tangannya tengah bersedekap di dada. Matanya menyapu seluruh penampilan sahabatnya yang terlihat mendung umpama awan dengan mengenakan outfit berwarna gelap, navy. Hari ini mereka akan pergi ke kampus. Neng memang tak seceria dulu. Seminggu sudah Acep tiada dan Neng masih terlihat berduka. Setiap malam diam-diam Salwa selalu terbangun ketika Neng Mas lebih dulu melaksanakan sholat qiyamul lail. Ia selalu menangis di tengah zikirnya. Nama Acep selalu dilangitkan oleh Neng Mas membuat hatinya ikut berduka dan mencelos melihatnya. “Ayo!” ucap Neng Mas mencangklongkan tas ranselnya ke balik punggungnya. Wajahnya terlihat tirus dengan matanya yang cekung. Beberapa lemak di bagian tubuhnya pula ikut menyusut. Ia menguak daun pintu kamar begitu saja hingga membuat tubuh Salwa otomatis beringsut. Ia berjalan
Sore itu lingkungan kampus mendadak sepi. Hanya segelintir mahasiswa yang hilir mudik keluar area kampus karena kuliah sudah selesai. Oleh karena itu tak ada satupun orang melerai Neng Mas yang tengah menghajar seorang anak mahasiswa. Entah apa penyebabnya. Yang pasti Neng Mas terlihat sangat murka padanya. Wajah lelaki itu sudah babak belur. Pipinya bonyok kena tonjok. Matanya memerah karena pembuluh darahnya pecah. Dari hidungnya mengucur deras darah merah segar. Pemuda itu tersungkur ke atas paving block dengan meringis memegangi perutnya. Benar-benar terlihat memprihatinkan. Jika terus dibiarkan nyawa lelaki itu akan melayang. Salwa langsung menyingkirkan tas ranselnya dan menghambur menghampiri Neng Mas. Ia harus segera menarik tubuh gadis itu sebelum ia semakin menggila. Masalahnya Neng Mas sama kuatnya dengannya. Lawan yang sebanding. Dalam kondisi seperti itu dinasehati takkan mempan. “Lepas, Wa!” Neng Mas memekik ketika Salwa menarik lengannya. Neng Mas sudah berdiri m
Saat Salwa tengah terlibat masalah dengan seorang anak pengacara kondang, di tempat yang lain Kania pun tengah terlibat masalah. Hanya saja masalah ia hadapi bukan masalah dengan orang lain akan tetapi masalah dengan hati. Sudah seharian ia mengurung diri di kamarnya. Penyebabnya ialah kejadian kemarin sore. Betapa senang tak terperi Kania mendengar jika ke dua orang tuanya menyetujui hubungannya dengan Din. Kania akan menikah dengan pria yang ia cintai. Tentunya, hal tersebut adalah harapan semua wanita. Singkat cerita, Naufal dan Sahila sudah menyetujui hubungan mereka setelah kehadiran Aruni dan menerima nasehatnya. Sepulang mengajar di kampus, sore itu Kania bergegas pulang karena ia ingin menjenguk Din yang tengah sakit. Menurut rekan kerja sesama dosen, Din tidak masuk kampus karena sakit demam dan baru pulang dari rumah sakit untuk pemulihan. Kampus Universitas Prabu Agung Cakrabuana memiliki gedung yang sangat luas. Oleh karena itu, meskipun Kania dan Din mengajar di sana,
“Astagfirullah,” Beberapa kali Neng Mas mengusap wajahnya dan beristighfar. Setelah ia menunaikan sholat isya, barulah ia sadar apa yang telah ia lakukan tadi selama di kampus.Sebuah ingatan terlintas di kepala Neng Mas ketika ia bertemu dengan lelaki bernama Kevin.Flashback on“Kau tau, ternyata anak yang terkenal lugu itu menyimpan sisi gelap. Kau lihat saja berita! Makanya jangan sombong jadi anak!” ucap Kevin pada seorang teman lelakinya. “Maksudmu, si Acep Suracep itu? Argh, bener serius dia sniper? Kayaknya salah orang. Mana mungkin anak culun bisa jadi sniper!” sahut kawannya tertawa lepas sembari menutup mulutnya hingga terbatuk-batuk. “Gak mungkin! Kayaknya itu hoaks. Mungkin pelakunya orang lain, cuman nyari kambing hitam. Cari anak yang bloon.”“Serius! Asep Safruddin alias Acep pelakunya! Dasar anak gobl*! Pembunuh bayaran!” katanya ketika Neng Mas melewati mereka. Kevin sadar, Neng Mas berjalan melewatinya. “Lakinya bego dan crushnya juga sama-sama bego. Ough! Kasiha
Malam itu Neng Mas dan Kevin dipertemukan meskipun masalahnya sudah dianggap selesai berkat kesepakatan yang dibuat oleh Salwa dengan Kevin.Dengan terpaksa Neng Mas menepikan egonya untuk menyampaikan permintaan maafnya kepada Kevin dan ibunya. Kebetulan, ayahnya Kevin sedang berada di luar kota.“Saya minta maaf Kevin dan Tante,” ujar Neng Mas dengan patah-patah.Alih-alih merespon Neng Mas, ibunda kevin berkata dengan nada mengejek. “Jadi ini preman kampus modelan ukhti? Cih! Kok bisa ya …” sindir ibunda Kevin sembari memindai penampilan Neng Mas dari atas ke bawah lalu dari bawah ke atas seperti tengah melihat penampakan.“Mohon maaf, Bu, tolong jangan menghina santri kami. Gadis ini punya nama. Neng Mas. Jangan samakan dengan preman di jalanan.”Ustaz Baihaqi memasang badan untuk membela santrinya. Bagaimanapun, ia harus melindungi mereka dan menjaga kehormatan mereka.Dalam hal ini, Neng Mas juga tak sepenuhnya salah. Pemantik perkelahian ialah perkataan Kevin sendiri.Setelah m
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap