Seorang pria berpakaian baju tahanan berwarna jingga tengah duduk terpuruk di balik meja persegi panjang. Wajahnya yang dulu terlihat tampan nan gagah kini terlihat lusuh dan menyedihkan mirip gembel.Rambutnya yang awalnya hitam kini menampakkan helaian berwarna kinantan karena tidak disemir. Jambang sudah memenuhi sebagian wajahnya mirip semak belukar di taman yang hijau.Duduk di seberangnya, sang istri hanya menatapnya nanar. Hari itu ia mengunjunginya bukan untuk membesuknya dan mengetahui keadaannya. Namun naasnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami sang suami. Sang istri datang ke sana hanya untuk mengabarinya bahwa ia sudah melayangkan surat gugatan cerai pada pengadilan agama.Mungkin bagi sebagian orang akan melihat satu sisi bahwa istrinya itu benar-benar matre. Ia bersedia hidup bersama suaminya dalam gelimang harta. Selama suaminya bekerja sebagai anggota dewan yang terhormat. Namun ketika suaminya terpeleset karena terjerat kasus korupsi, pencucian uan
“Salwa ada yang nyari.”Salah satu teman sekampus Salwa menghampiri Salwa yang tengah duduk di cafetaria kampus.“Siapa?” tanya Salwa menaruh kembali sendok dan garpu ke tempat asalnya. Saat ini ia baru saja akan menikmati makan makanan pedas favoritnya, semangkuk bakso lengkap dengan iga sapi.Siang itu ia makan siang sendiri sebab sahabatnya Neng Mas tidak masuk kuliah karena sakit.“Aku tidak menanyakan namanya.”Teman sekampusnya hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Hem, di mana dia sekarang?” tanya Salwa penasaran. Semoga saja orang yang mencarinya bukan orang yang tengah ia pikirkan. Bisa jadi asumsinya keliru. Hem, tapi siapa lagi orang yang intens menemuinya selain dia. Seribu alasan yang dibuat-buat, mirip karangan bebas yang dibacakan saat bulan bahasa.“Dia di perpustakaan menunggumu. Katanya sampaikan pesan darinya jika aku bertemu denganmu. Telepon kamu gak aktif ya?”Salwa kemudian menengok ponselnya yang memang berada di mode terbang.Salwa memasukkan kembali pon
Pemuda yang menolong Violeta saat ini tengah duduk termenung dengan kepala yang sedikit berdenyut. Ia tengah menyaksikan gadis yang terlihat frustrasi dan berniat ingin melakukan apa yang disebut bunuh diri, tengah menikmati berbagai aneka makanan yang ia pesan dari aplikasi gofood milik pemuda tersebut.Uh hu hukVioleta terbatuk ketika ia makan begitu lahap.“Minumlah!”Pemuda tampan berwajah dingin tersebut menyodorkan sebotol air mineral padanya.“Bukain!” seru Violeta dengan sedikit merengek, meminta pemuda itu membukakan tutup botol air mineral. Pemuda itu hanya menurut saja karena merasa kasihan.Pun, ia hanya menghela nafas berat setelah menolong gadis yang menurutnya butuh pertolongan. Namun nyatanya belum satu jam mereka bertemu gadis itu sudah menguras kantong dompetnya. Ia memesan makanan via aplikasi online miliknya hingga lima ratus ribu lebih.Tapi bukan sepenuhnya salah Violeta. Ketika Violeta mengamuk, ia berusaha menenangkannya. Setelah tenang ia menawarinya makan ka
Anak muda berkacamata tebal tengah mematut di depan cermin. Ia tengah menyisir rambutnya dengan hati-hati setelah memakai seragam putih-abu lengkap dengan jas almamater kebanggaannya. Tak lupa ia menyemprotkan parfum beraroma amber wood pada beberapa titik tubuhnya. Ketika ia lewat maka harum aroma tubuhnya akan tertinggal, menebar wewangian.Ia pun menaruh satu botol kaca parfum berukuran minimalis dan facial foam ke dalam tas ranselnya termasuk sisir untuk tetap menjaga penampilannya agar tetap prima hingga pulang sekolah menjelang sore.Penampilan sebagai anak siswa menengah atas di mana merupakan masa pubertas yang sedang hangat-hangatnya, harus terlihat sempurna. Begitulah asumsinya yang harus selalu perfeksionis.Seragam yang dipakai harus terlihat rapi mengkilap dan wangi. Tak jarang anak muda itu seringkali menyetrika ulang seragamnya yang sudah disetrika sebelumnya oleh sang ibu. Merasa hasil karya ibunya tidak sesuai harapannya.“Rasyid, kau mau berangkat sekolah atau ikut
Sedari kemarin Nuha merasa pusing luar biasa. Sahila mengundangnya untuk menghadiri acara pertunangan salah satu anggota keluarga Alatas besok senin. Namun gamis pemberian Sahila tidak bisa ditemukan di lemari manapun. Naasnya, gamis tersebut ialah dresscode yang akan dipakai olehnya ketika pesta berlangsung. Jika ia kedapatan tidak mengenakannya maka ia merasa tak menghargai sang pemberi. Nuha sudah mencari ke dalam walk in closet bahkan hingga mengeluarkan semua gamis miliknya, mencari dengan teliti hingga mencari ke bagian binatu namun masih belum menemukannya.Niatnya hari itu ia meminta tukang jahit langganannya untuk mengecilkan gamis berdesain abaya etnik tersebut sebab gamis tersebut berukuran besar dan panjang sehingga jika Nuha yang mengenakannya maka tubuhnya akan tenggelam. “Mbak nyari apa?” Bik Ningsih yang baru saja memasak untuk makan siang menghampiri nyonya muda untuk mengabari makan siang sudah siap.“Aku nyari gamis, Bik,” jawab Nuha menyeka peluh yang menetes d
Daniel mengerem mobilnya mendadak ketika mendengar perkataan Salwa yang memintanya berhenti.“Ough! Sakit Mister!”Salwa mengeluh karena keningnya terbentur dashboard mobil. “Sally, kamu gak kenapa-kenapa? Sakit gak?” Daniel panik. Ia tak peduli soal ketinggalan dalam membuntuti Aruni. Ia takut gadis itu kenapa-kenapa. “Gak apa-apa cuma kejedot aja dikit. Salahku juga minta stop.”“Yakin?”Daniel menoleh dan menatap lekat gadis itu. “Mana aku lihat?”Daniel memangkas jarak di antara mereka, mencondongkan tubuhnya untuk melihatnya dari jarak dekat.Salwa menggeleng sembari memegangi pelipisnya dan beringsut mundur hingga punggungnya menempel pada jendela mobil. “Aku baik kok,”“Ya udah, let’s go!” seru Daniel antusias.Mereka pun melanjutkan misi mereka, membuntuti Aruni seharian. Kini posisi Aruni berada cukup jauh dari mereka. Namun mereka juga berada di posisi aman karena tak ketinggalan Aruni. Aruni menaiki ojol menuju daerah Pakuan.Daniel merasa lapar lantas ia bersuara. “Aku
“Sal, kamu gak kenapa-kenapa?” tanya Daniel pada Salwa yang sudah duduk manis di jok mobil. Semenjak ia melihat pertarungan yang terjadi di antara ibunya dan penjambret tersebut ia seperti orang yang kerasukan jin penunggu pohon bungur. Tatapan matanya kosong dengan bibir tipis yang sedikit menganga.Sialnya nampak seksi dan menggemaskan di mata seorang Daniel.“Cepat pakai sabuk pengamannya! Kendaraan kita mau lepas landas! Roket akan segera berangkat ke bulan!”Daniel mengetuk-ketukan jarinya ke atas setir mobil. Rasanya gemas melihat gadis itu. Ingin dirinya mencubit pipinya andai boleh, sebentar saja. Namun bisa-bisa ia kena damprat habis-habisan.“Sally! Sayangnya Mas Daniel, kamu budek ya? Ayo kita pulang! Kecuali kalau kamu mau kita digerebek warga karena berduaan di dalam mobil malam-malam. Kalau aku mau aja sih! Biar langsung dibawa ke KUA. Malam ini juga aku bawa kamu langsung ke apart-”“Apa ngomong sekali lagi?”Salwa mengangkat tangan yang dikepal dan siap-siap akan menin
Darren nyaris meledak melihat kedatangan adiknya yang membawa adik iparnya saat malam sudah larut. Ia ingin sekali menampar wajahnya sebab sudah seenak jidat membawa seorang anak perawan bersamanya. Apalagi malam itu malam minggu. Siapapun akan mengira jika Daniel dan Salwa tengah menghabiskan malam minggu bersama.Dan apa yang dilakukan sepasang muda mudi saat malam minggu selain berpacaran, kencan dan …Darren buru-buru beristighfar ketika pikirannya berkelana jauh, sangat jauh. Hingga membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Melihat iparnya, rasanya tak mungkin gadis itu melakukan hal-hal di luar batas norma dan agama. Namun mengingat adiknya, pikirannya menjadi buruk kembali. Adiknya tak bisa dipercaya melihat track record nya sebagai mantan cassanova.Tatapan Darren langsung terhunus pada adiknya yang terlihat tenang. Namun seketika gemuruh amarahnya meredup ketika mengamati lamat-lamat penampilan mereka berdua. Sorot tatapannya yang tajam bergerak-gerak mirip agen intelijen yang se
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap