Kreet,Pintu gudang terbuka dan bertepatan pintu tersebut terbuka seorang gadis jatuh lemas dan menimpa sosok pemuda yang membukakan pintu untuknya. “Astagfirullah,” gumam pemuda itu terperanjat ketika melihat seorang gadis cantik yang tak sadarkan diri, menimpa tubuhnya. Pikiran buruknya segera berkelana, alasan gadis itu terjebak di sana mungkin karena ada orang yang jahat berusaha mengurungnya dan melakukan tindakan asusila padanya. Pemuda itu beristighfar dalam hati, ia berniat membantu gadis itu dengan memangkunya dan menidurkannya di atas bangku kayu yang berada di depan gudang tua tersebut. Pantas saja ia merasa ingin mengecek gudang tua itu, padahal sebelumnya ia tak berniat sama sekali membuka gudang lama bekas tempat penyimpanan teh kering tersebut.Pemuda itu tengah melakukan pengawasan berkala pada kebun teh milik orang tuanya. Kebetulan hari itu panen raya teh. Para buruh pemetik teh tengah melakukan ritual mereka, memetik pucuk teh yang siap panen.Namun entah mendapa
Seorang pria berpakaian baju tahanan berwarna jingga tengah duduk terpuruk di balik meja persegi panjang. Wajahnya yang dulu terlihat tampan nan gagah kini terlihat lusuh dan menyedihkan mirip gembel.Rambutnya yang awalnya hitam kini menampakkan helaian berwarna kinantan karena tidak disemir. Jambang sudah memenuhi sebagian wajahnya mirip semak belukar di taman yang hijau.Duduk di seberangnya, sang istri hanya menatapnya nanar. Hari itu ia mengunjunginya bukan untuk membesuknya dan mengetahui keadaannya. Namun naasnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang dialami sang suami. Sang istri datang ke sana hanya untuk mengabarinya bahwa ia sudah melayangkan surat gugatan cerai pada pengadilan agama.Mungkin bagi sebagian orang akan melihat satu sisi bahwa istrinya itu benar-benar matre. Ia bersedia hidup bersama suaminya dalam gelimang harta. Selama suaminya bekerja sebagai anggota dewan yang terhormat. Namun ketika suaminya terpeleset karena terjerat kasus korupsi, pencucian uan
“Salwa ada yang nyari.”Salah satu teman sekampus Salwa menghampiri Salwa yang tengah duduk di cafetaria kampus.“Siapa?” tanya Salwa menaruh kembali sendok dan garpu ke tempat asalnya. Saat ini ia baru saja akan menikmati makan makanan pedas favoritnya, semangkuk bakso lengkap dengan iga sapi.Siang itu ia makan siang sendiri sebab sahabatnya Neng Mas tidak masuk kuliah karena sakit.“Aku tidak menanyakan namanya.”Teman sekampusnya hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Hem, di mana dia sekarang?” tanya Salwa penasaran. Semoga saja orang yang mencarinya bukan orang yang tengah ia pikirkan. Bisa jadi asumsinya keliru. Hem, tapi siapa lagi orang yang intens menemuinya selain dia. Seribu alasan yang dibuat-buat, mirip karangan bebas yang dibacakan saat bulan bahasa.“Dia di perpustakaan menunggumu. Katanya sampaikan pesan darinya jika aku bertemu denganmu. Telepon kamu gak aktif ya?”Salwa kemudian menengok ponselnya yang memang berada di mode terbang.Salwa memasukkan kembali pon
Pemuda yang menolong Violeta saat ini tengah duduk termenung dengan kepala yang sedikit berdenyut. Ia tengah menyaksikan gadis yang terlihat frustrasi dan berniat ingin melakukan apa yang disebut bunuh diri, tengah menikmati berbagai aneka makanan yang ia pesan dari aplikasi gofood milik pemuda tersebut.Uh hu hukVioleta terbatuk ketika ia makan begitu lahap.“Minumlah!”Pemuda tampan berwajah dingin tersebut menyodorkan sebotol air mineral padanya.“Bukain!” seru Violeta dengan sedikit merengek, meminta pemuda itu membukakan tutup botol air mineral. Pemuda itu hanya menurut saja karena merasa kasihan.Pun, ia hanya menghela nafas berat setelah menolong gadis yang menurutnya butuh pertolongan. Namun nyatanya belum satu jam mereka bertemu gadis itu sudah menguras kantong dompetnya. Ia memesan makanan via aplikasi online miliknya hingga lima ratus ribu lebih.Tapi bukan sepenuhnya salah Violeta. Ketika Violeta mengamuk, ia berusaha menenangkannya. Setelah tenang ia menawarinya makan ka
Anak muda berkacamata tebal tengah mematut di depan cermin. Ia tengah menyisir rambutnya dengan hati-hati setelah memakai seragam putih-abu lengkap dengan jas almamater kebanggaannya. Tak lupa ia menyemprotkan parfum beraroma amber wood pada beberapa titik tubuhnya. Ketika ia lewat maka harum aroma tubuhnya akan tertinggal, menebar wewangian.Ia pun menaruh satu botol kaca parfum berukuran minimalis dan facial foam ke dalam tas ranselnya termasuk sisir untuk tetap menjaga penampilannya agar tetap prima hingga pulang sekolah menjelang sore.Penampilan sebagai anak siswa menengah atas di mana merupakan masa pubertas yang sedang hangat-hangatnya, harus terlihat sempurna. Begitulah asumsinya yang harus selalu perfeksionis.Seragam yang dipakai harus terlihat rapi mengkilap dan wangi. Tak jarang anak muda itu seringkali menyetrika ulang seragamnya yang sudah disetrika sebelumnya oleh sang ibu. Merasa hasil karya ibunya tidak sesuai harapannya.“Rasyid, kau mau berangkat sekolah atau ikut
Sedari kemarin Nuha merasa pusing luar biasa. Sahila mengundangnya untuk menghadiri acara pertunangan salah satu anggota keluarga Alatas besok senin. Namun gamis pemberian Sahila tidak bisa ditemukan di lemari manapun. Naasnya, gamis tersebut ialah dresscode yang akan dipakai olehnya ketika pesta berlangsung. Jika ia kedapatan tidak mengenakannya maka ia merasa tak menghargai sang pemberi. Nuha sudah mencari ke dalam walk in closet bahkan hingga mengeluarkan semua gamis miliknya, mencari dengan teliti hingga mencari ke bagian binatu namun masih belum menemukannya.Niatnya hari itu ia meminta tukang jahit langganannya untuk mengecilkan gamis berdesain abaya etnik tersebut sebab gamis tersebut berukuran besar dan panjang sehingga jika Nuha yang mengenakannya maka tubuhnya akan tenggelam. “Mbak nyari apa?” Bik Ningsih yang baru saja memasak untuk makan siang menghampiri nyonya muda untuk mengabari makan siang sudah siap.“Aku nyari gamis, Bik,” jawab Nuha menyeka peluh yang menetes d
Daniel mengerem mobilnya mendadak ketika mendengar perkataan Salwa yang memintanya berhenti.“Ough! Sakit Mister!”Salwa mengeluh karena keningnya terbentur dashboard mobil. “Sally, kamu gak kenapa-kenapa? Sakit gak?” Daniel panik. Ia tak peduli soal ketinggalan dalam membuntuti Aruni. Ia takut gadis itu kenapa-kenapa. “Gak apa-apa cuma kejedot aja dikit. Salahku juga minta stop.”“Yakin?”Daniel menoleh dan menatap lekat gadis itu. “Mana aku lihat?”Daniel memangkas jarak di antara mereka, mencondongkan tubuhnya untuk melihatnya dari jarak dekat.Salwa menggeleng sembari memegangi pelipisnya dan beringsut mundur hingga punggungnya menempel pada jendela mobil. “Aku baik kok,”“Ya udah, let’s go!” seru Daniel antusias.Mereka pun melanjutkan misi mereka, membuntuti Aruni seharian. Kini posisi Aruni berada cukup jauh dari mereka. Namun mereka juga berada di posisi aman karena tak ketinggalan Aruni. Aruni menaiki ojol menuju daerah Pakuan.Daniel merasa lapar lantas ia bersuara. “Aku
“Sal, kamu gak kenapa-kenapa?” tanya Daniel pada Salwa yang sudah duduk manis di jok mobil. Semenjak ia melihat pertarungan yang terjadi di antara ibunya dan penjambret tersebut ia seperti orang yang kerasukan jin penunggu pohon bungur. Tatapan matanya kosong dengan bibir tipis yang sedikit menganga.Sialnya nampak seksi dan menggemaskan di mata seorang Daniel.“Cepat pakai sabuk pengamannya! Kendaraan kita mau lepas landas! Roket akan segera berangkat ke bulan!”Daniel mengetuk-ketukan jarinya ke atas setir mobil. Rasanya gemas melihat gadis itu. Ingin dirinya mencubit pipinya andai boleh, sebentar saja. Namun bisa-bisa ia kena damprat habis-habisan.“Sally! Sayangnya Mas Daniel, kamu budek ya? Ayo kita pulang! Kecuali kalau kamu mau kita digerebek warga karena berduaan di dalam mobil malam-malam. Kalau aku mau aja sih! Biar langsung dibawa ke KUA. Malam ini juga aku bawa kamu langsung ke apart-”“Apa ngomong sekali lagi?”Salwa mengangkat tangan yang dikepal dan siap-siap akan menin