Akhir Tania ... moga gak ganggu lagi Nuha n Mas Darren
Pesta perayaan pernikahan Darren Dash dan Mariyam Nuha didapuk sebagai salah satu perayaan pernikahan termewah yang unik di tanah air tahun ini, dengan mengusung konsep adat Sunda di mana sang mempelai wanita berasal dari kota Bogor sedangkan sang mempelai pria merupakan seorang blasteran Melayu-Aussie yang membuatnya tampak berbeda. Tak seperti pesta pernikahan saat di pantai yang mengusung konsep beach party yang terkesan modern.Ballroom hotel telah disulap sedemikian rupa mirip seperti istana. Backdrop bernuansa putih-hijau menjadi latar pelaminan. Aneka bunga hidup menghiasi semua sudut. Kursi kayu para tamu tak luput dihias dengan pita merah. Pun, makanan sebagai hidangan telah tertata rapi, mulai dari menu khas Sunda hingga Eropa disajikan oleh chef langsung.Sepasang pengantin tampak memukau dengan penampilan pakaian adat yang paripurna. Pengantin wanita tampil cantik dan elegan dengan mengenakan kebaya brokat berwarna putih lengkap dengan hiasan siger sebagai mahkota di kepal
Sebulan kemudian, ketika matahari mulai pudar dan langit terasa berat.“Di mana Nuha, Mom?” tanya Darren saat ia baru pulang dari kantor, satu tangan menenteng tas kerja dan satu tangan lainnya menyampirkan jaket ke pundaknya yang kokoh.Hal pertama yang seringkali ia tanyakan ialah sosok istrinya yang selalu menyematkan senyum manis saat menyambut kedatangannya. Ketika Nuha tidak berangkat kuliah, begitu Darren pulang maka ia sudah berdandan rapi dan cantik di depan rumah, melambaikan tangannya dengan wajah ceria, menyambut kepulangannya. Hal yang sederhana tetapi ampuh menambah cita rasa dalam hubungan mereka sebagai suami istri yang masih terbilang baru.Raut kecewa terlukis di wajahnya seketika saat tak mendapat sambutan hangat tersebut. Seperti seorang anak kecil yang merajuk, tak jadi dibelikan mainan oleh bapaknya, padahal sudah dinanti-nanti saban hari.“Nuha dari tadi di dalam kamar. Katanya masuk angin.”Kinan menoleh sejenak untuk menjawab pertanyaan putra sambungnya kemudi
“Sayang, ini jahe hangat buatan Mommy. Minumlah!” Darren duduk di samping ranjang di mana Nuha berbaring memunggunginya. Tangannya terulur mengusap begitu lembut kepalanya. Hanya terdengar nafas yang menderu dari bibir Nuha. Rupanya Nuha tertidur pulas. Terlihat damai. Andai tak ingat waktu Darren ingin ikut bergabung tidur di bawah selimut yang sama dengannya. Memeluknya dan merasakan hangat tubuhnya. Sebagai sepasang pengantin baru rasa-rasanya hubungan mereka masih hangat-hangatnya, tak ingin berpisah dan ingin lebih banyak bergumul berdua. Namun Darren harus menahan diri ketika mendapati sang istri tengah sakit. Darren menengok arlojinya kemudian menaruh gelas berisi jahe di atas nakas. Ia melangkahkan kakinya menuju jendela raksasa yang menghadap balkon. Tampak di luar sana matahari telah benar-benar tumbang di ufuk barat saat ia menyibak tirai jendela yang tertutup. Pandangannya beredar menyisir sudut kamar, lalu ia menyimpulkan bahwa Nuha telah mengurung diri di kamar denga
Kanada, 09.00 a.m.“Argh,”Terdengar suara seorang pemuda yang frustasi tengah mengerang kesal di balik kamarnya sendirian. Menatap pantulan wajahnya di cermin besar yang terlihat pucat dengan rambut yang mulai rontok saat ia mengusainya hingga membuatnya berteriak tak karuan.Matanya seakan melompat dari tempatnya kala melihat di sela-sela jarinya terselip helaian rambut. Sebelumnya ia berpikir hanya penderita kanker otak yang mengalami kerontokan tapi dugaannya keliru sebab kerontokan diakibatkan oleh kemoterapi.Di depàn bilik kamarnya sang pengawal memasang indera pendengarannya dengan waspada, mengawasi segala tindak tanduk apa yang tuan mudanya lakukan. Ia mengkhawatirkan telah terjadi sesuatu pada majikannya. Pasalnya tuan mudanya seringkali mengalami perubahan suasana hati yang naik turun dalam waktu yang singkat dengan alasan yang tak masuk akal menurutnya.“Mas Daniel, ada yang bisa saya bantu?” tanya Riko dengan suara agak keras dan tegas.Daniel sama sekali tak menyahut, i
Nuha keluar kamar dengan begitu antusias. Sore ini ia akan menjalani cek up rutin ke dokter kandungan meski tak ada yang mengantarnya. Mertuanya tengah berada di luar kota sedangkan Darren sedang melakukan perjalanan bisnis ke Jepang.Mau tak mau Nuha akan pergi ke sana sendirian usai kuliah. Ia belum berani mengabarkan kehamilannya pada sang ibu dengan alasan yang sedikit rumit. Kehamilan terlalu muda. Ia akan mengabarinya saat usia kehamilan telah melewati trimester pertama. Ada begitu banyak kekhawatiran yang melanda pikirannya seperti ia takut jika akan mengalami keguguran. Dan, ia tak ingin terlalu euforia atas kehamilannya.“Mbak, sudah siap?” tanya Pak Li menoleh ke belakang melihat nona mudanya baru saja duduk di bangku ke dua kendaraan yang dikemudikannya.“Sudah, Pak,” jawab Nuha dengan menyematkan senyum tipis.Pak Li mengendarai mobil dengan hati-hati dan kecepatan sedang. Pak Li sudah diwanti-wanti oleh Darren agar menjaga istrinya dengan baik.Setengah jam kemudian Nuha
Pagi itu para siswa sekolah madrasah aliyah Al Fatma tengah mengadakan ujian tengah semester. Semua guru atau dikenal dengan panggilan ustaz ataupun ustazah berpenampilan rapi, memasuki kelas masing-masing untuk mengawasi anak didiknya dalam mengawal ujian tersebut. Semua siswa pun antusias menyambut ujian tersebut meski dengan perasaan yang berkecamuk, antara gelisah dan gugup apakah mereka bisa melewati ujian tersebut dengan lancar atau tidak. Seperti halnya siswi lain Salwa sudah memasuki ruang kelasnya dan duduk di bangku sesuai nomor absensinya. Ketika Salwa hendak mendaratkan bokongnya di sebuah kursi kayu kosong, teman-teman sekelasnya yang telah tiba lebih dulu berteriak padanya. “Salaaaah!” seru mereka serentak hingga membuat Salwa mendengus kesal sebab posisinya kini tanggung, jarak bokongnya dengan dudukan kursi hanya tinggal beberapa centi lagi. Salwa terpaksa berdiri lagi dan memasang wajah garang pada temannya. “Apa? Salah apa?” pekik Salwa dengan mengedarkan pandang
Sepulang Darren Dash dari perjalanan bisnisnya, Nuha meminta restu sang suami untuk bersua dengan sang ibu karena ia merasa sangat merindukannya kendati ia sering melakukan video call dengan ibu tercinta.“Mas, apa boleh aku pergi mengunjungi Ummi? Aku sangat merindukan beliau.” Nuha berbicara pelan sekali, nafasnya masih belum teratur. Ia tengah berada di bawah satu selimut bersama sang suami.Setelah berbagi kehangatan di atas ranjang-yang awalnya takkan mereka lakukan, mengingat usia kehamilan yang masih muda, Darren memeluk Nuha begitu posesif. Nuha tak kuasa menolak sentuhan suaminya yang memabukkan. Mereka pasangan yang tengah hangat-hangatnya hingga baru beberapa hari saja berpisah membuat mereka saling merindu dan melampiaskan rasa rindu kala bertemu.“Tentu boleh Sweety!” tukas Darren dengan suara seraknya. “Makasih, Mas,”Nuha tersenyum kemudian menoleh untuk berhadapan dengan sang suami. Tangannya bergerilya menyentuh wajah sang suami yang semakin hari semakin tampan menur
Suasana begitu tegang ketika ruangan presiden direktur begitu hening. Darren Dash memasang wajah dingin di hadapan seorang direktur Legal dan Perencanaan yang bertugas mengurus perencanaan dan pembelian lahan untuk proyek yang akan dibangun. Bagaimana ia tak murka, proyek pembangunan resort-yang sudah mencapai lima puluh persen harus dihentikan karena sang penggugat meminta ganti rugi lahan dengan harga yang tak masuk akal. Selain itu mereka langsung memilih jalur hukum dan tidak bersedia melakukan mediasi secara kekeluargaan. Perusahaan merugi miliaran rupiah. Namun itu tak seberapa jika dibanding reputasi perusahaan PT JD Group yang Darren jaga selama ini.Untuk persoalan tertentu Darren Dash bersikap tegas. Ia tak suka pegawai yang tak memiliki loyalitas dan sinergi pada perusahaan.“Maaf Pak, semua kekeliruan saya. Saya kurang hati-hati dalam membeli tanah. Saya tidak tahu menahu jika tanah yang saya beli adalah tanah sengketa dan …”Sang direktur kini mirip seperti seekor mangsa