Nuha keluar kamar dengan begitu antusias. Sore ini ia akan menjalani cek up rutin ke dokter kandungan meski tak ada yang mengantarnya. Mertuanya tengah berada di luar kota sedangkan Darren sedang melakukan perjalanan bisnis ke Jepang.Mau tak mau Nuha akan pergi ke sana sendirian usai kuliah. Ia belum berani mengabarkan kehamilannya pada sang ibu dengan alasan yang sedikit rumit. Kehamilan terlalu muda. Ia akan mengabarinya saat usia kehamilan telah melewati trimester pertama. Ada begitu banyak kekhawatiran yang melanda pikirannya seperti ia takut jika akan mengalami keguguran. Dan, ia tak ingin terlalu euforia atas kehamilannya.“Mbak, sudah siap?” tanya Pak Li menoleh ke belakang melihat nona mudanya baru saja duduk di bangku ke dua kendaraan yang dikemudikannya.“Sudah, Pak,” jawab Nuha dengan menyematkan senyum tipis.Pak Li mengendarai mobil dengan hati-hati dan kecepatan sedang. Pak Li sudah diwanti-wanti oleh Darren agar menjaga istrinya dengan baik.Setengah jam kemudian Nuha
Pagi itu para siswa sekolah madrasah aliyah Al Fatma tengah mengadakan ujian tengah semester. Semua guru atau dikenal dengan panggilan ustaz ataupun ustazah berpenampilan rapi, memasuki kelas masing-masing untuk mengawasi anak didiknya dalam mengawal ujian tersebut. Semua siswa pun antusias menyambut ujian tersebut meski dengan perasaan yang berkecamuk, antara gelisah dan gugup apakah mereka bisa melewati ujian tersebut dengan lancar atau tidak. Seperti halnya siswi lain Salwa sudah memasuki ruang kelasnya dan duduk di bangku sesuai nomor absensinya. Ketika Salwa hendak mendaratkan bokongnya di sebuah kursi kayu kosong, teman-teman sekelasnya yang telah tiba lebih dulu berteriak padanya. “Salaaaah!” seru mereka serentak hingga membuat Salwa mendengus kesal sebab posisinya kini tanggung, jarak bokongnya dengan dudukan kursi hanya tinggal beberapa centi lagi. Salwa terpaksa berdiri lagi dan memasang wajah garang pada temannya. “Apa? Salah apa?” pekik Salwa dengan mengedarkan pandang
Sepulang Darren Dash dari perjalanan bisnisnya, Nuha meminta restu sang suami untuk bersua dengan sang ibu karena ia merasa sangat merindukannya kendati ia sering melakukan video call dengan ibu tercinta.“Mas, apa boleh aku pergi mengunjungi Ummi? Aku sangat merindukan beliau.” Nuha berbicara pelan sekali, nafasnya masih belum teratur. Ia tengah berada di bawah satu selimut bersama sang suami.Setelah berbagi kehangatan di atas ranjang-yang awalnya takkan mereka lakukan, mengingat usia kehamilan yang masih muda, Darren memeluk Nuha begitu posesif. Nuha tak kuasa menolak sentuhan suaminya yang memabukkan. Mereka pasangan yang tengah hangat-hangatnya hingga baru beberapa hari saja berpisah membuat mereka saling merindu dan melampiaskan rasa rindu kala bertemu.“Tentu boleh Sweety!” tukas Darren dengan suara seraknya. “Makasih, Mas,”Nuha tersenyum kemudian menoleh untuk berhadapan dengan sang suami. Tangannya bergerilya menyentuh wajah sang suami yang semakin hari semakin tampan menur
Suasana begitu tegang ketika ruangan presiden direktur begitu hening. Darren Dash memasang wajah dingin di hadapan seorang direktur Legal dan Perencanaan yang bertugas mengurus perencanaan dan pembelian lahan untuk proyek yang akan dibangun. Bagaimana ia tak murka, proyek pembangunan resort-yang sudah mencapai lima puluh persen harus dihentikan karena sang penggugat meminta ganti rugi lahan dengan harga yang tak masuk akal. Selain itu mereka langsung memilih jalur hukum dan tidak bersedia melakukan mediasi secara kekeluargaan. Perusahaan merugi miliaran rupiah. Namun itu tak seberapa jika dibanding reputasi perusahaan PT JD Group yang Darren jaga selama ini.Untuk persoalan tertentu Darren Dash bersikap tegas. Ia tak suka pegawai yang tak memiliki loyalitas dan sinergi pada perusahaan.“Maaf Pak, semua kekeliruan saya. Saya kurang hati-hati dalam membeli tanah. Saya tidak tahu menahu jika tanah yang saya beli adalah tanah sengketa dan …”Sang direktur kini mirip seperti seekor mangsa
Sebelum berangkat sekolah Salwa mencurahkan segala isi hatinya pada sang kakak usai sarapan pagi di ruang makan. Kekecewaannya pada sang ibu yang telah menyita ponselnya hanya karena aduan dari gurunya. Sebagai seorang kakak yang bijak, Nuha akan menjadi pendengar yang baik untuk adiknya dan meminta penjelasan pada sang ibu berkenaan apa alasan sang ibu menyita ponselnya.“Ummi menyita ponselku padahal aku tidak berlebihan menggunakan benda pintar itu!” keluh Salwa ketika tangannya dengan cekatan menumpukan piring-piring kotor bekas sarapan, masih di atas meja. Matanya menyorot sang kakak dengan penuh pengharapan. Tanpa kata, hanya dengan delikan mata yang mengisyaratkan agar sang kakak melakukan sesuatu untuk menolongnya.“Ummi takkan gegabah mengambil sebuah keputusan. Kau telah berbuat salah oleh karena itu Ummi menghukummu begitu?” Bukan mengiyakan keluh kesah sang adik, Nuha memilih berasumsi dengan pemikirannya sendiri. Belajar dari kisah lampau, sang ibu pun melakukan hal yan
Seorang bidan desa yang masih mengenakan setelan seragam batik bermotif mega mendung dibalut sweater terakota dengan tatanan rambut dicepol tengah mengusap-usap punggung seorang pasien, wanita hamil yang sebentar lagi akan melahirkan. Wanita berambut panjang kusut masai tersebut telah mengalami kontraksi intens, nyaris lima menit sekali dan pembukaan lengkap.Sore itu ia datang sendirian hanya diantar ojek pangkalan untuk melahirkan di sana. Suaminya kerja di kota dan ia hanya tinggal sendiri di rumahnya. Satu tangannya menenteng tas jinjing berisi perlengkapan bayi bergambar boneka teddy bear sedang tangannya yang satu lagi mengusap perutnya yang besar sembari merintih kesakitan.Begitu wanita hamil yang berusia kepala tiga tiba di sana, pasien lain yang ingin melahirkan juga tiba tak selang beberapa menit. Sarah Hanif istrinya Alwi juga akan melahirkan di sana. Berbeda dengan pasien sebelumnya Sarah Hanif diantar sang suami kemudian disusul rombongan keluarganya, Arunika, Salwa Sal
Malam semakin larut dan terdengar seekor burung hantu berdekut di belakang klinik bersalin yang ditumbuhi perdu dan semak. Terlihat rindang dan asri saat siang hari tetapi tidak saat malam hari karena terlihat angker dan dihuni penduduk lain. Suara burung dan embusan angin mengantarkan kelahiran bayi laki-laki berwajah tampan dengan berat badan tiga kilo gram dan panjang lima puluh centi meter. Semua orang terharu menyambut kehadiran anggota baru mereka. Akhirnya Alwi memiliki putra dari Sarah setelah ujian rumah tangganya di mana ia nyaris kembali pada mantan istri pertamanya. Karena kondisi ekonomi istri pertamanya meminta cerai dengannya. Alwi langsung mengadzani bayi lelaki nya dengan berlinangan air mata. Sarah tersenyum melihat sang suami yang menatap putra mereka penuh cinta. “Selamat Sarah, akhirnya kau sempurna menjadi seorang ibu.” Aruni mengusap pucuk kepala Sarah pengganti mama mertua untuknya. Ke dua orang tua Aruni dan Alwi telah berpulang pada sang pencipta. “Bagaim
Seorang pria tambun berkacamata hitam, memakai topi baseball dan masker terlihat sedang membuntuti sebuah mobil hitam metalik di jalan raya. Kecepatan mobil SUV tersebut tidak terlalu cepat maupun lamban. Cara si pengendara mobil mirip seekor elang yang terbang dengan waspada, berhati-hati ketika berada di jalan yang ramai. Benar-benar mulus dalam mengemudikan kendaraan mewahnya.Bahkan ketika seorang pejalan kaki yang sembrono lewat ia mampu mengerem dengan begitu baik. Bisa ditarik kesimpulan orang yang mengendarai mobil tersebut ialah semacam orang yang memiliki perhitungan yang tepat.Bagi pria tambun tersebut, sebuah pepatah mewakili isi kepalanya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak perlu repot mencari si pemilik kendaraan tersebut tepat ketika ia hendak melancarkan aksi busuknya karena dewi fortuna menyambutnya dengan baik. Lelaki yang ia cari tepat berada di jalan di depannya.Ekor matanya bergerak-gerak di balik kacamata berbentuk kotak persegi mengkilap berharga ratusan dolar.