Aruni terheran-heran saat mendengar permintaan Kania yang ingin ikut bersamanya ke taman stroberi. Dengan senang hati dia akan mengajaknya. Bukankah bagus jika Kania ikut, hal tersebut menandakan hubungan mereka semakin baik. Aruni menganggap Kania seperti putrinya sendiri sebab Kania adik seayahnya dengan Nuha.“Ummi, apa tak keberatan jika aku ikut?” Kania mengulangi pertanyaan sebab melihat ekspresi Aruni dan anak-anaknya terlihat tegang. Mereka berwajah tegang bukan karena keberatan tetapi hanya terkejut mendengar permintaan Kania yang tiba-tiba.“Teh, tak apa ke taman stroberi? Begini Teh Kania, taman stroberi yang biasa kami kunjungi benar-benar taman stroberi dan tidak menyediakan fasilitas atau wahana wisata pada umumnya.”Salwa menjelaskan sedikit gambaran tentang taman stroberi karena khawatir jika setelah pergi ke sana Kania akan merasa kecewa. Harapan tak sesuai realita.“Ada kandang kelinci juga sih, yang kalau lompat-lompat mirip Teh Salwa,” sambung Rasyid menatap Salwa
Pekerjaan membuat daftar tamu undangan sudah selesai. Darren merasa bersalah gegara aksi brutalnya semalam, diam-diam Nuha bangun tengah malam saat Darren tidur menyelesaikan pekerjaannya. Nuha ketiduran di meja belajar favoritnya dengan kepala yang bertumpu pada tangannya.Darren bangun dan mendekati sang istri untuk memindahkannya tidur. Jika dia tidur seperti itu maka lehernya akan sakit dan pegal.Nuha memakai sweater untuk menutupi area pundak dan leher yang sialnya melorot saat dia tidur lelap. Seketika senyum terbit di wajah Darren. Ada banyak lukisan abstrak yang Darren buat di area leher, selangka hingga pundak sang istri. Dia memang benar-benar menikmati momen itu apalagi saat mendengar suara indah yang tiba-tiba saja muncul dari bibir istrinya.Darren tak sabar ingin segera melakukan malam terindahnya dengan istrinya.“Sayang, maafkan aku ya. Aku benar-benar kelewat batas tapi aku senang kau juga menikmatinya,” gumam Darren yang langsung mengangkat Nuha dan membaringkannya
Para terapis wanita saling lirik dengan wajah masam, menunggu Nuha untuk mengganti pakaiannya dengan handuk. Setelah melakukan serangkaian treatment kulit wajah kini Nuha akan melakukan treatment seluruh tubuh setelah berkonsultasi dengan dokter kulit. “Mbak Nuha, apakah Anda sudah siap?” tanya salah satu terapis dalam balutan seragam hitam yang rapi. Nuha mengernyitkan keningnya setelah masuk ke kamar mandi, melihat ada banyak bintik merah samar pada kulit putih mulusnya tepatnya di bagian depan dan belakang pundaknya. Dia merinding saat mengingat jika lukisan abstrak tersebut akibat kelakuan suaminya. “Ish, Mas Darren malu-maluin. Sepertinya aku tidak akan melakukan treatment tubuh dulu sebelum lukisan ini hilang.” Nuha bermonolog sembari melihat cermin di kamar mandi. Nuha keluar kamar mandi dan menghampiri para terapis yang sudah siap membantunya dengan sedikit gugup. “Mbak maaf sepertinya saya tidak jadi melakukan treatment tubuh. Apakah bisa di cancel? Saya harus segera p
“Kania!” pekik Naufal tepat ketika kakinya mendarat di atas rumput hijau yang segar saat dia turun dari mobil jip yang dia kendarai. Kania menoleh kaget melihat kedatangan papanya ke sana. Dari mana papanya tahu jika dia berada di sana. Dia menonaktifkan teleponnya sejak kemarin.Naufal menatap takjub Kania yang memakai pakaian syari mirip Nuha. Kania terlihat cantik sekali dalam busana tertutup. Ada perasaan bersalah pada Naufal mengapa dirinya tidak meminta putrinya untuk menutup auratnya. Naufal merasa menjadi ayah yang gagal.Kania sontak memundurkan langkah kakinya dan mendekati Aruni yang baru saja membersihkan tempat makan. Aruni melihat tangan Kania yang merangkul lengannya erat.“Ada apa Kania?” tanya Aruni masih tak sadar dengan kedatangan Naufal berdiri gagah di sana.“Aruni,” seru Naufal.Aruni menatap Naufal dengan tatapan bingung. “Mau jemput Kania?”Naufal pun mengangguk tetapi Kania menggeleng kasar.“Kenapa Nak?” tanya Aruni menatap Kania yang terlihat sedih saat meli
Nuha masih setia duduk di atas kursi rotan di depan klinik. Dia berusaha menepis prasangka buruk pada suaminya. Barangkali Darren memang sedang pergi ke toilet dan tak sengaja meninggalkan ponselnya di mobil di mana kebetulan Kinan dan Tania berada. Mungkin Kinan mengajak Tania ke tempat arisan sosialita.Nuha percaya Darren akan menjemputnya meski tidak menjawab teleponnya. Karena dari awal bahkan Darren berniat akan menemani Nuha selama melakukan perawatan di klinik kecantikan. Oleh karena itu Nuha memutuskan untuk menunggunya sembari membaca buku novel yang dia bawa. Sebuah bacaan ringan untuk menghibur suasana hatinya yang buruk.Satu jam berlalu. Nuha bahkan sudah selesai membaca satu buah novel. Kini dia mengambil buku yang lain dari dalam tasnya, sebuah buku tentang pengembangan diri. Daripada Nuha berprasangka yang tidak-tidak tentang suaminya, lebih baik Nuha membaca buku berjudul Spark Joy yang ditulis oleh Marie Kond*. Di sampingnya beberapa wanita sudah hilir mudik bergan
Nuha menahan diri untuk tidak mengungkapkan perasaannya sampai mereka tiba di apartemen Darren di Jakarta. Jika beradu mulut di dalam mobil akan sangat membahayakan. Dia tidak ingin membuat kekonyolan berujung pada keributan atau bahkan bisa menyebabkan kecelakaan karena Darren tidak fokus mengemudikan kendaraannya. Dua jam kemudian mereka tiba di apartemen. Darren ingin mengajak Nuha untuk beristirahat sejenak di sana sebelum pergi untuk makan malam di salah satu restoran fine in dine yang sudah dia reservasi sebelumnya. Lebih tepatnya Darren ingin menghabiskan beberapa hari di sana bersama sang istri. Darren butuh istirahat setelah menghabiskan waktunya untuk bekerja dan mengurus adiknya. Darren menempelkan kartu akses unit apartemen pada pintu masuk. Dia mempersilakan Nuha untuk masuk duluan. Darren menutup pintu dan menyusul Nuha yang memilih duduk di ruang tamu. Nuha menaruh tasnya dan mengeluarkan kembali buku yang tadi dia sempat baca sewaktu berada di klinik kecantikan. Saat
Hembusan angin begitu besar hingga menggoyangkan kain yang menutupi kepala gadis yang saat ini hendak menggiring satu per satu kakinya menginjak sanggurdi untuk tiba di atas punggung kuda. Kerudung yang lebar mirip bendera yang berkobar akibat tertiup angin sama sekali tak menghalangi ambisinya untuk bisa menaklukan seekor binatang liar berkaki empat yang sudah dijinakkan beribu-ribu tahun lamanya.“Om, lihatlah, sekarang aku bisa ‘kan menunggangi Baron? Tanpa bantuan coach lo!”Salwa menarik tali kekang kuda dan merapatkan ke dua kakinya pada badan seekor kuda sumbawa bernama Baron, mengajak kuda berwarna hitam itu berjalan mengelilingi padang rumput yang hijau membentang.Meskipun bibir tipisnya sesekali menggerutu karena kesal, dia hanya bisa diijinkan menunggangi kuda poni sendirian. Padahal dia sudah membayangkan akan menaiki kuda Arab yang berpostur tubuh tinggi sehingga terlihat keren. Mungkin Naufal khawatir Salwa jatuh sehingga hanya mengijinkannya menunggangi kuda lucu dan i
“Calon?” tanya Sahila dengan penasaran.“Ya semacam itulah, seorang pria dewasa yang ingin serius dengan saya. Hanya saja saya tidak meresponnya. Karena saya mencintai suami saya meski beliau sudah meninggal dunia,”Aruni mengungkapkan perasaan hatinya. Memikirkan pria lain saja sudah merasa sangat berdosa.“Euh, maaf,”“Selain itu Salwa anak ke dua saya, dia lah yang paling menolak keras jika ada pria yang mendekati saya.”Aruni terkekeh saat menceritakan anaknya yang satu itu. Salwa seperti sebuah benteng yang menghalangi siapapun yang berusaha mendekatinya.“Oh begitu,”Sahila akhirnya merasa lega ternyata dugaannya super duper keliru. Sosok Aruni bukanlah tipe pelakor. Dia seorang wanita setia. Bahkan dia datang ke sana dengan membawa kendaraan pribadinya yang sudah renta meski anak-anaknya memilih ikut menaiki mobil yang Naufal bawa.“Um, sekalian datang, saya khusus mengundang Mbak Sahila untuk datang ke acara resepsi pernikahan Nuha dan suaminya. Acara pernikahan diadakan di du