Senja telah bertandang, Nuha dan Darren kembali ke resort untuk istirahat. Saat malam menjelang seperti biasa Darren akan mengajak Nuha berbincang sebelum tidur, pillow talk untuk mempererat hubungan emosional mereka sebagai suami istri. Terkadang mereka membahas hal kecil hingga hal besar.Nuha masih terlihat masam setelah mendengar pertanyaan Darren soal mengundang Naufal. Nuha tidak polos, dia paham apa yang dimaksud ‘mengundang’. Mengundang yang dimaksud Darren mengandung arti lain yakni menjadikannya sebagai sosok ayah untuk Nuha yang nanti akan bersanding dengan sang ibu.Membayangkan Arunika bersanding dengan Naufal membuat Nuha merasa geram. Bukan tanpa alasan, Nuha begitu marah padanya. Nuha menganggap Hilal ayah kandungnya. Dia tidak rela jika harus melihat sang ibu bersama pria lain selain Hilal. Membayangkannya saja membuat Nuha ingin mengamuk.Darren sama sekali tak marah saat melihat reaksi Nuha mengenai ayahnya. Hal yang wajar Nuha masih merasa kecewa dan merasa dibohon
“Ummi Aruni sangat beruntung ya memiliki putri secantik Mbak Nuha. Pantas saja dapetin cogan sekelas Pak Darren,” seru Adelia seraya mendorong kursi roda Aruni, keluar rumah sekedar berjalan-jalan di sekitar halaman yang dipenuhi banyak pohon rindang. Aruni merasa bosan selalu diam di rumah sepulang dari rumah sakit oleh karena itu dia meminta sang perawat untuk menemaninya jalan-jalan di luar rumah.Kemudian mereka berhenti di samping bangku taman. Adelia duduk di sana menemani Aruni saat Aruni merasa jenuh diam di rumah sedangkan anak-anaknya sibuk memiliki kegiatan di luar rumah.Mendengar komentar Adelia, Aruni hanya menunduk dengan menyematkan senyum tipis. Seperti itulah hidup.Setiap orang hanya bisa berprasangka tanpa mengetahui fakta yang terjadi di lapangan.Adelia tidak tahu apa yang dialami Nuha hingga di titik ini Nuha memperoleh kebahagiaan karena dipersunting oleh sosok pria yang bertanggung jawab dan menyayanginya.Aruni hanya menghela nafas panjang kemudian dia menat
Kinan terlihat syok saat sang dokter mengatakan padanya bahwa putra semata wayangnya kini menderita penyakit leukimia stadium empat. Dalam arti harapan hidupnya cukup singkat.Barangkali pengobatan dan terapi yang dilakukan oleh pasien setidaknya mengurangi sel-sel kanker yang menggerogoti bagian organ tubuh lainnya yang terdampak. Namun kesembuhan ialah sebuah mukjizat.Air mata Kinan terus mengalir deras malam itu, melihat Daniel terbaring di atas ranjang rumah sakit.“Honey, tenanglah! Kau harus berpikir jernih! Dokter hanya memvonis tetapi yang berkuasa di atas segalanya Tuhan, bukan dokter.” Jonathan terus menenangkan Kinan.“Betul, Mom apa yang dikatakan Daddy. Dokter hanya memiliki tugas mengobati akan tetapi kesembuhan hanya Tuhan yang menghendaki.”Nuha ikut bersuara.Sepulang dari pantai dirinya pergi bersama Darren langsung ke rumah sakit meski tubuhnya saat ini tengah sakit karena masuk angin. Tubuhnya juga mulai terserang demam. Namun Nuha tidak menampakan sakitnya karena
Darren berusaha melepaskan pelukan Tania dari tubuhnya kendati dia merasa tak tega melihatnya terpuruk dengan tangisan yang meruah, membasahi pakaiannya.Darren memegangi ke dua pundaknya dan mendorongnya dengan lembut.“Maaf, Tania, aku sudah menikah,” ucap Darren menampar batin Tania. Tania menatap Darren dengan tatapan sendu. Darren yang berhati lembut merasa tak tega melihat seorang wanita menangis. Darren menyodorkan sehelai sapu tangannya pada Tania. “Hapuslah air matamu! Jangan mengasihani dirimu,” pungkas Darren dengan beringsut mundur, menghindarinya.Tania menerima sapu tangan tersebut dengan perasaan yang hancur. Mengapa sikap Darren berubah padanya. Semudah itukah Darren melupakannya, perasaannya dan kenangan indah bersamanya.Siapakah gadis yang telah dinikahi olehnya? Seperti apakah wanita itu hingga bisa membuat Darren berpaling darinya?Ada banyak teka-teki pertanyaan dalam benak Tania tentang keputusan Darren untuk hubungan mereka.Dengan mengumpulkan sejumput keku
Suasana terasa hening padahal para pengunjung rumah sakit mulai hilir mudik menciptakan keramaian di berbagai sudut.Percakapan terasa canggung. Baik Darren Dash maupun Tania Anne Sudibyo sibuk dengan pikiran masing-masing.“Tania, mungkin aku bukan jodohmu. Mungkin kau akan memperoleh pendamping yang lebih baik dariku.”Darren menatap Tania yang menatapnya pilu. Darren bersikap tegas dalam hal ini. Darren sudah memutuskan menikahi Nuha dan melepaskan Tania.Tania diam tergugu. Dia kehabisan kata-kata. Tak ingin mengulur waktu, Darren mengalihkan topik bahasan. Dia merasa sudah cukup memperjelas hubungan di antara dirinya dan mantan kekasihnya. Perkara Tania menerima atau tidak bukan urusannya lagi. Tania harus sadar jika Darren bukan jodohnya.Tania merasa sesak mendengar perkataan Darren berikutnya. Dia berusaha menerima itu meski sakit menyayat sembilu. Tak mungkin dirinya memaksakan diri. Keputusannya keliru dengan mengunjunginya karena hanya menambah luka.“Bernard masih di hote
Darren terlihat frustrasi karena untuk ke sekian kalinya Nuha menghilang. Nomor telepon Nuha tidak aktif sehingga tak bisa dihubungi. Darren merasa khawatir karena di luar hujan deras dan istrinya dalam kondisi sakit. Dia mondar-mandir ke sana kemari dengan gelisah.Dia telah menghubungi Salwa yang berada di rumah akan tetapi Salwa mengatakan jika kakaknya tidak pulang. Sengaja, Darren tidak menghubungi mertuanya karena khawatir kondisi mama mertuanya semakin buruk karena memikirkan Nuha.Darren menyugar rambutnya frustasi.Kinan dan Tania saling lirik melihat sikap Darren yang seperti orang tertekan.“Kenapa? Apa masalah di kantormu sudah beres?” tanya Kinan berasumsi. Dia memindai putranya dengan tatapan penuh telisik.Kinan tersenyum miring memikirkan rencana yang dia buat ternyata berhasil dan lancar tanpa harus membuat kericuhan. Nuha tiba saat Tania sudah lebih dulu berada di sana. Yang paling membuatnya puas adalah Nuha memergoki Tania saat memeluk Darren.Bagi Tania ataupun K
“Tapi … apakah kau mau memaafkan Papa?” tanya Naufal menarik tangan putrinya kemudian menggenggamnya dengan lembut di atas meja bundar yang memisahkan mereka.Nuha akhirnya mengangguk.Naufal kini terisak kembali karena merasa terharu melihat putrinya yang begitu pemaaf.“Kau seorang pemaaf, Mariyam, terima kasih banyak,”Naufal memejamkan matanya, memastikan saat ini putri yang selama dia nantikan datang menghampirinya. “Papa, semua orang memanggilku, Nuha,” protes Nuha di sela-sela tangisannya.“Aku suka memanggilmu dengan Mariyam! Kau adalah seorang gadis suci yang alim seperti Mariyam ibunya Isya. Kau adalah malaikat yang datang ke dalam kehidupan Kania dan Papa. Apapun yang telah menimpamu sama sekali tidak mengurangi kesucianmu sebagai seorang wanita.”“Papa terlalu berlebihan. Bagaimana bisa aku disandingkan dengan ibunda Mariyam yang ahli ibadah.”“Tidak apa-apa, itu hanya pendapat Papa. Di saat para gadis seusiamu mengumbar auratnya untuk mencari atensi dan simpati pada pemu
Selepas shalat magrib, Nuha masih duduk di atas sajadah untuk berdoa.“Nuha, lihatlah siapa yang datang!” seru Naufal menghampiri Nuha.Nuha menoleh kemudian melipat mukenanya dan kembali menaruhnya ke dalam rak lemari.“Siapa Papa?” tanya Nuha setelah merapikan khimar yang dipakainya. Dia berjalan keluar dari mushola mengikuti langkah kaki sang ayah. Dia mengira yang datang ialah Kania.Seorang pria tampan tengah tersenyum begitu manis pada Nuha. Dia berdiri mematung di ambang pintu. Namun Nuha sama sekali tak membalas senyumannya. Dia menghampiri Naufal yang tengah berpura-pura merapikan buku menu masakan ke dalam lemari buku.“Apa Papa menelepon dia?” tanya Nuha berwajah masam.Naufal mengangguk. “Mariyam, Nuha, tak baik kau menginap di sini. Suamimu sangat mengkhawatirkanmu. Kau bisa pulang dan bicara baik-baik dengannya. Kau bisa datang dan menginap di sini setelah ada restu dari suamimu. Jika kau menginap di sini maka Papa akan mengabari Kania agar menginap di sini juga,”“Pa-pa