Suasana terasa hening padahal para pengunjung rumah sakit mulai hilir mudik menciptakan keramaian di berbagai sudut.Percakapan terasa canggung. Baik Darren Dash maupun Tania Anne Sudibyo sibuk dengan pikiran masing-masing.“Tania, mungkin aku bukan jodohmu. Mungkin kau akan memperoleh pendamping yang lebih baik dariku.”Darren menatap Tania yang menatapnya pilu. Darren bersikap tegas dalam hal ini. Darren sudah memutuskan menikahi Nuha dan melepaskan Tania.Tania diam tergugu. Dia kehabisan kata-kata. Tak ingin mengulur waktu, Darren mengalihkan topik bahasan. Dia merasa sudah cukup memperjelas hubungan di antara dirinya dan mantan kekasihnya. Perkara Tania menerima atau tidak bukan urusannya lagi. Tania harus sadar jika Darren bukan jodohnya.Tania merasa sesak mendengar perkataan Darren berikutnya. Dia berusaha menerima itu meski sakit menyayat sembilu. Tak mungkin dirinya memaksakan diri. Keputusannya keliru dengan mengunjunginya karena hanya menambah luka.“Bernard masih di hote
Darren terlihat frustrasi karena untuk ke sekian kalinya Nuha menghilang. Nomor telepon Nuha tidak aktif sehingga tak bisa dihubungi. Darren merasa khawatir karena di luar hujan deras dan istrinya dalam kondisi sakit. Dia mondar-mandir ke sana kemari dengan gelisah.Dia telah menghubungi Salwa yang berada di rumah akan tetapi Salwa mengatakan jika kakaknya tidak pulang. Sengaja, Darren tidak menghubungi mertuanya karena khawatir kondisi mama mertuanya semakin buruk karena memikirkan Nuha.Darren menyugar rambutnya frustasi.Kinan dan Tania saling lirik melihat sikap Darren yang seperti orang tertekan.“Kenapa? Apa masalah di kantormu sudah beres?” tanya Kinan berasumsi. Dia memindai putranya dengan tatapan penuh telisik.Kinan tersenyum miring memikirkan rencana yang dia buat ternyata berhasil dan lancar tanpa harus membuat kericuhan. Nuha tiba saat Tania sudah lebih dulu berada di sana. Yang paling membuatnya puas adalah Nuha memergoki Tania saat memeluk Darren.Bagi Tania ataupun K
“Tapi … apakah kau mau memaafkan Papa?” tanya Naufal menarik tangan putrinya kemudian menggenggamnya dengan lembut di atas meja bundar yang memisahkan mereka.Nuha akhirnya mengangguk.Naufal kini terisak kembali karena merasa terharu melihat putrinya yang begitu pemaaf.“Kau seorang pemaaf, Mariyam, terima kasih banyak,”Naufal memejamkan matanya, memastikan saat ini putri yang selama dia nantikan datang menghampirinya. “Papa, semua orang memanggilku, Nuha,” protes Nuha di sela-sela tangisannya.“Aku suka memanggilmu dengan Mariyam! Kau adalah seorang gadis suci yang alim seperti Mariyam ibunya Isya. Kau adalah malaikat yang datang ke dalam kehidupan Kania dan Papa. Apapun yang telah menimpamu sama sekali tidak mengurangi kesucianmu sebagai seorang wanita.”“Papa terlalu berlebihan. Bagaimana bisa aku disandingkan dengan ibunda Mariyam yang ahli ibadah.”“Tidak apa-apa, itu hanya pendapat Papa. Di saat para gadis seusiamu mengumbar auratnya untuk mencari atensi dan simpati pada pemu
Selepas shalat magrib, Nuha masih duduk di atas sajadah untuk berdoa.“Nuha, lihatlah siapa yang datang!” seru Naufal menghampiri Nuha.Nuha menoleh kemudian melipat mukenanya dan kembali menaruhnya ke dalam rak lemari.“Siapa Papa?” tanya Nuha setelah merapikan khimar yang dipakainya. Dia berjalan keluar dari mushola mengikuti langkah kaki sang ayah. Dia mengira yang datang ialah Kania.Seorang pria tampan tengah tersenyum begitu manis pada Nuha. Dia berdiri mematung di ambang pintu. Namun Nuha sama sekali tak membalas senyumannya. Dia menghampiri Naufal yang tengah berpura-pura merapikan buku menu masakan ke dalam lemari buku.“Apa Papa menelepon dia?” tanya Nuha berwajah masam.Naufal mengangguk. “Mariyam, Nuha, tak baik kau menginap di sini. Suamimu sangat mengkhawatirkanmu. Kau bisa pulang dan bicara baik-baik dengannya. Kau bisa datang dan menginap di sini setelah ada restu dari suamimu. Jika kau menginap di sini maka Papa akan mengabari Kania agar menginap di sini juga,”“Pa-pa
Sepulang kuliah, Nuha berdiri di depan kampus Prabu Agung Cakrabuana, menunggu jemputan Pak Li.Di seberang jalan, Pak Li sudah memarkirkan mobilnya, membunyikan klakson mobil dan meminta Nuha masuk.Nuha menyebrangi jalan dengan hati-hati. Dia terkejut saat hendak menaiki mobil tersebut, Kinan berada di sana, duduk di kursi penumpang belakang. Kinan baru saja membawa kebutuhan Daniel dari rumah.Nuha pun mau tak mau duduk di samping mama mertuanya meski dengan perasaan kesal.Nuha berusaha meraih tangan Kinan untuk diciumnya tetapi Kinan sama sekali mengabaikannya dengan memasang wajah ketus.Nuha hanya menelan saliva yang terasa pahit saat melihat sikap Kinan padanya.Siapa yang salah dan siapa yang marah?Andai Kinan bukan ibu mertuanya Nuha sudah pasti akan menegurnya.Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan.“Jujur, Mommy kecewa dengan sikapmu yang kekanak-kanakkan, Nuha.”Kinan mulai angkat bicara.Nuha membolakan matanya mendengar penuturan Kinan. Lagi, Nuha berus
“Mbak Tania, kenalkan ini Mbak ku yang baru, Mariyam Nuha.”Daniel memperkenalkan Tania yang masih berada di ambang pintu dengan polosnya. Cara Daniel berpikir memang terkadang sederhana dan menyebalkan. Dia tak memikirkan perasaan ke dua perempuan tersebut.Baik Nuha maupun Tania keberatan untuk sekedar saling berkenalan. Apalagi setelah insiden ‘pelukan’ yang terjadi kemarin. Nuha tak begitu saja melupakan kejadian itu. Begitupula Tania masih tidak rela karena merasa Nuha telah merebut kekasihnya. Tania menganggap Nuha tak lebih dari seorang pelakor.Nuha berdiri dengan tegak. Dia tak boleh kelihatan lemah di hadapan Tania. Dia harus terlihat percaya diri. Begitulah isi benak Nuha saat ini, demi menghadapi para wanita yang berusaha menggoda suaminya.Sekarang Nuha berpikir bahwa Tania adalah masa lalu suaminya dan kini dirinya masa depan suaminya. Nuha harus bisa mempertahankan pernikahannya sebagaimana dia mempertahankan miliknya.“Nuha, dia Mbak Tania mantannya Mas Darren. Tapi te
Darren meminta Nuha menunggu di ruang pribadinya selagi dia mengerjakan pekerjaannya yang belum rampung. Sesekali Darren menengok arlojinya dan menghela nafas karena pekerjaannya masih tersisa tiga puluh persen tetapi malam sudah larut. Namun jika dia terus berada di sana Darren kepikiran Nuha, merasa tak tega membiarkan istrinya menunggunya terlalu lama.“Pak Darren, biar saya saja yang menyelesaikan sisanya. Bapak tinggal tanda tangan besok,” ucap Anggara ketika mendapati wajah tuannya terlihat gelisah setelah kedatangan istrinya. Anggara mengerti betul perasaan Darren yang terlihat begitu menyayangi istrinya.“Baiklah, kau kerjakan sisanya,”-Darren kembali menyeruput kopi yang sudah dibeli istrinya malam itu hingga tandas. Senyum terbit di wajahnya manakala membaca sebaris tulisan yang tertera dalam kemasan kopi tersebut yang menyebut namanya. Dear lovely Darren Dash. Darren Dash tak pernah mengira jika Nuha bisa berbuat romantis. Dia sangat bahagia melihat Nuha yang membuat keju
Seminggu berlalu Daniel sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Seharusnya Daniel hanya sebentar menjalani rawat inap di sana karena kondisinya cukup stabil dan tubuhnya sangat kuat. Namun tiba-tiba saja daya tahan tubuhnya menurun tanpa diduga-duga sehingga membuatnya terbaring lebih lama di atas ranjang rumah sakit.Rencana pengobatan telah didiskusikan oleh pihak keluarga dan dokter spesialis yang akan menanganinya. Rumah sakit yang dituju yaitu rumah sakit kanker yang berpusat di Canada seperti yang direkomendasikan oleh Bernard.Namun ada yang aneh saat Daniel pulang ke rumah. Wajah tampannya justru terlihat murung. Dia tidak terlihat bahagia seperti seorang pasien pada umumnya yang keluar dari rumah sakit.Padahal Kinanti Wicaksono sudah membuat perayaan penyambutan kepulangan Daniel dengan sebegitu meriah. Sebuah banner bertuliskan selamat datang dan sebuah buket bunga menyambutnya dengan penuh suka cita.“Sayang, biarkan Daniel istirahat di kamar! Mungkin dia letih selama