“Mbak Tania, kenalkan ini Mbak ku yang baru, Mariyam Nuha.”Daniel memperkenalkan Tania yang masih berada di ambang pintu dengan polosnya. Cara Daniel berpikir memang terkadang sederhana dan menyebalkan. Dia tak memikirkan perasaan ke dua perempuan tersebut.Baik Nuha maupun Tania keberatan untuk sekedar saling berkenalan. Apalagi setelah insiden ‘pelukan’ yang terjadi kemarin. Nuha tak begitu saja melupakan kejadian itu. Begitupula Tania masih tidak rela karena merasa Nuha telah merebut kekasihnya. Tania menganggap Nuha tak lebih dari seorang pelakor.Nuha berdiri dengan tegak. Dia tak boleh kelihatan lemah di hadapan Tania. Dia harus terlihat percaya diri. Begitulah isi benak Nuha saat ini, demi menghadapi para wanita yang berusaha menggoda suaminya.Sekarang Nuha berpikir bahwa Tania adalah masa lalu suaminya dan kini dirinya masa depan suaminya. Nuha harus bisa mempertahankan pernikahannya sebagaimana dia mempertahankan miliknya.“Nuha, dia Mbak Tania mantannya Mas Darren. Tapi te
Darren meminta Nuha menunggu di ruang pribadinya selagi dia mengerjakan pekerjaannya yang belum rampung. Sesekali Darren menengok arlojinya dan menghela nafas karena pekerjaannya masih tersisa tiga puluh persen tetapi malam sudah larut. Namun jika dia terus berada di sana Darren kepikiran Nuha, merasa tak tega membiarkan istrinya menunggunya terlalu lama.“Pak Darren, biar saya saja yang menyelesaikan sisanya. Bapak tinggal tanda tangan besok,” ucap Anggara ketika mendapati wajah tuannya terlihat gelisah setelah kedatangan istrinya. Anggara mengerti betul perasaan Darren yang terlihat begitu menyayangi istrinya.“Baiklah, kau kerjakan sisanya,”-Darren kembali menyeruput kopi yang sudah dibeli istrinya malam itu hingga tandas. Senyum terbit di wajahnya manakala membaca sebaris tulisan yang tertera dalam kemasan kopi tersebut yang menyebut namanya. Dear lovely Darren Dash. Darren Dash tak pernah mengira jika Nuha bisa berbuat romantis. Dia sangat bahagia melihat Nuha yang membuat keju
Seminggu berlalu Daniel sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Seharusnya Daniel hanya sebentar menjalani rawat inap di sana karena kondisinya cukup stabil dan tubuhnya sangat kuat. Namun tiba-tiba saja daya tahan tubuhnya menurun tanpa diduga-duga sehingga membuatnya terbaring lebih lama di atas ranjang rumah sakit.Rencana pengobatan telah didiskusikan oleh pihak keluarga dan dokter spesialis yang akan menanganinya. Rumah sakit yang dituju yaitu rumah sakit kanker yang berpusat di Canada seperti yang direkomendasikan oleh Bernard.Namun ada yang aneh saat Daniel pulang ke rumah. Wajah tampannya justru terlihat murung. Dia tidak terlihat bahagia seperti seorang pasien pada umumnya yang keluar dari rumah sakit.Padahal Kinanti Wicaksono sudah membuat perayaan penyambutan kepulangan Daniel dengan sebegitu meriah. Sebuah banner bertuliskan selamat datang dan sebuah buket bunga menyambutnya dengan penuh suka cita.“Sayang, biarkan Daniel istirahat di kamar! Mungkin dia letih selama
“Apa? Delapan juta hingga sepuluh juta? Fantastis!”Salwa menyimak dengan seksama penjelasan Adelia tentang gaji profesi seorang tenaga kesehatan di ibukota. Dia mengeluarkan sebuah mesin penghitung kemudian menekan tombol angka demi angka, menghitung total gaji yang diperoleh seorang tenaga kesehatan, dokter selama satu tahun. Rahangnya nyaris jatuh saat melihat angka fantastis yang diperoleh dalam waktu dua belas bulan. “Bisa beli rumah atau mobil dalam satu tahun,” cicit Salwa dengan mata yang nyaris melompat. Matanya berbinar saat membayangkan andai saja dirinya bekerja di bidang kesehatan.“Itu belum seberapa,”Adelia kembali menggerakan bibirnya untuk menceritakan tentang jenis profesi yang memiliki gaji yang cukup tinggi.“Gaji itu untuk seorang dokter umum. Kalau dokter spesialis beda lagi bisa sepuluh juta ke atas bahkan dua puluh jutaan. Biasanya dokter bedah yang memiliki gaji paling tinggi.”“Wah keren Mbak Adel,”Salwa menaruh kembali mesin penghitung ke dalam tas ransel
Aruni terheran-heran saat mendengar permintaan Kania yang ingin ikut bersamanya ke taman stroberi. Dengan senang hati dia akan mengajaknya. Bukankah bagus jika Kania ikut, hal tersebut menandakan hubungan mereka semakin baik. Aruni menganggap Kania seperti putrinya sendiri sebab Kania adik seayahnya dengan Nuha.“Ummi, apa tak keberatan jika aku ikut?” Kania mengulangi pertanyaan sebab melihat ekspresi Aruni dan anak-anaknya terlihat tegang. Mereka berwajah tegang bukan karena keberatan tetapi hanya terkejut mendengar permintaan Kania yang tiba-tiba.“Teh, tak apa ke taman stroberi? Begini Teh Kania, taman stroberi yang biasa kami kunjungi benar-benar taman stroberi dan tidak menyediakan fasilitas atau wahana wisata pada umumnya.”Salwa menjelaskan sedikit gambaran tentang taman stroberi karena khawatir jika setelah pergi ke sana Kania akan merasa kecewa. Harapan tak sesuai realita.“Ada kandang kelinci juga sih, yang kalau lompat-lompat mirip Teh Salwa,” sambung Rasyid menatap Salwa
Pekerjaan membuat daftar tamu undangan sudah selesai. Darren merasa bersalah gegara aksi brutalnya semalam, diam-diam Nuha bangun tengah malam saat Darren tidur menyelesaikan pekerjaannya. Nuha ketiduran di meja belajar favoritnya dengan kepala yang bertumpu pada tangannya.Darren bangun dan mendekati sang istri untuk memindahkannya tidur. Jika dia tidur seperti itu maka lehernya akan sakit dan pegal.Nuha memakai sweater untuk menutupi area pundak dan leher yang sialnya melorot saat dia tidur lelap. Seketika senyum terbit di wajah Darren. Ada banyak lukisan abstrak yang Darren buat di area leher, selangka hingga pundak sang istri. Dia memang benar-benar menikmati momen itu apalagi saat mendengar suara indah yang tiba-tiba saja muncul dari bibir istrinya.Darren tak sabar ingin segera melakukan malam terindahnya dengan istrinya.“Sayang, maafkan aku ya. Aku benar-benar kelewat batas tapi aku senang kau juga menikmatinya,” gumam Darren yang langsung mengangkat Nuha dan membaringkannya
Para terapis wanita saling lirik dengan wajah masam, menunggu Nuha untuk mengganti pakaiannya dengan handuk. Setelah melakukan serangkaian treatment kulit wajah kini Nuha akan melakukan treatment seluruh tubuh setelah berkonsultasi dengan dokter kulit. “Mbak Nuha, apakah Anda sudah siap?” tanya salah satu terapis dalam balutan seragam hitam yang rapi. Nuha mengernyitkan keningnya setelah masuk ke kamar mandi, melihat ada banyak bintik merah samar pada kulit putih mulusnya tepatnya di bagian depan dan belakang pundaknya. Dia merinding saat mengingat jika lukisan abstrak tersebut akibat kelakuan suaminya. “Ish, Mas Darren malu-maluin. Sepertinya aku tidak akan melakukan treatment tubuh dulu sebelum lukisan ini hilang.” Nuha bermonolog sembari melihat cermin di kamar mandi. Nuha keluar kamar mandi dan menghampiri para terapis yang sudah siap membantunya dengan sedikit gugup. “Mbak maaf sepertinya saya tidak jadi melakukan treatment tubuh. Apakah bisa di cancel? Saya harus segera p
“Kania!” pekik Naufal tepat ketika kakinya mendarat di atas rumput hijau yang segar saat dia turun dari mobil jip yang dia kendarai. Kania menoleh kaget melihat kedatangan papanya ke sana. Dari mana papanya tahu jika dia berada di sana. Dia menonaktifkan teleponnya sejak kemarin.Naufal menatap takjub Kania yang memakai pakaian syari mirip Nuha. Kania terlihat cantik sekali dalam busana tertutup. Ada perasaan bersalah pada Naufal mengapa dirinya tidak meminta putrinya untuk menutup auratnya. Naufal merasa menjadi ayah yang gagal.Kania sontak memundurkan langkah kakinya dan mendekati Aruni yang baru saja membersihkan tempat makan. Aruni melihat tangan Kania yang merangkul lengannya erat.“Ada apa Kania?” tanya Aruni masih tak sadar dengan kedatangan Naufal berdiri gagah di sana.“Aruni,” seru Naufal.Aruni menatap Naufal dengan tatapan bingung. “Mau jemput Kania?”Naufal pun mengangguk tetapi Kania menggeleng kasar.“Kenapa Nak?” tanya Aruni menatap Kania yang terlihat sedih saat meli