Aku mengantar Sarah, ke stasiun terdekat karena dia harus berangkat menuju kota Yogyakarta, di mana dia akan tinggal bersama tantenya Clara yang kebetulan seorang janda, dan tidak memilki seorang anak. Tante Dian namanya, tepatnya adiknya dari ibu tiri Clara, yang alhamdulilah para sahabat aku ikut membantu mencarikan tempat yang terbaik untuk Sarah. Kita harus bertanggungjawab penuh padanya, karena kita yang membawanya.Tapi syukurlah, solusi yang diberikan Clara disetujui sama Sarah, dan hari ini dia akan berangkat menuju kota tersebut dengan menaiki kereta."Hati-hati ya Sarah, kabar Mba kalau sudah sampai di sana. Jaga diri baik-baik."Agak sedih sih, pisah sama Sarah karena kita berdua udah melewati banyak waktu berdua, tegang berdua, nangis berdua, nampar pipinya dua kali, aku nyengir inget itu.Kalau untuk kebaikan kita semua dengan cara seperti ini, ya apa boleh buat."Mba juga ya! Semoga pernikahan Mba langgeng terus, dan selamanya dengan ustadz Husein. Doakan aku ya Mba!"
"Ada apa Ay, serius banget natap handphonenya."Aku kemudian menaruh handphone ini, karena Akang menegurku."Ini loh, berita tentang kamu heboh banget di Instagram. Mana ada foto aku yang lagi pelukan sama kamu!"Suamiku nyengir pas lihat fotonya di cover berita. "Ya gak apa-apa lah, kita kan suami istri juga.""Iya sih, tapi kan orang-orang jadi tahu kalau Akang orangnya romantis!" Dia pun tersipu malu, karena aku."Syukurlah dari berita itu, semua kesalahpahaman yang saya alami bisa hilang. MasyaAllah, selama di dalam sel saya cuma bisa merenung, mengingat semua dosa. mungkin saya pernah menyakiti hati orang lain, mungkin saya pernah dzolim terhadap orang lain, sampai harus menanggung ujian yang begitu berat. Saya cuma bisa tafakur, mengingat siapa saja yang pernah sakit hati karena saya.""Termasuk si El Samuel itu kan?"Dia mengangguk yakin, "mungkin karena itu dia marah."Aku mendengar satu cerita dari Akang bahwa adik dari si Ikhsan itu, punya dendam yang gak jelas. Hanya karen
"kenapa Bu? Menyesal ya sudah berburuk sangka sama suami saya?"Suasana tegang ketika aku berteriak seperti barusam. Akang pun sampai heran sendiri, karena aku gak bisa mengontrol emosi dengan baik sampai meneriaki orang yang lebih tua."Hajar aja Mba, kasih pelajaran sama mereka!" Retno tak kalah berapi dan mendukung aku untuk lebih kejam. Keknya, kita berdua psikopat deh, No??"Retno diam, jaga mulutnya!" Akang memberi penekanan pada Retno untuk diam dan tidak usah mengompori aku terus."Mana yang kemarin menghina suami saya? Ngata-ngatain sesuka hatinya? Sekarang mau minta maaf gitu?"Melihat aku di luar kendali begitu, Akang dengan sigap menarik tubuhku dan membawaku ke belakang tubuhnya. "Maafkan istri saya Bu, Pak, dia sedang sensitif akhir-akhir ini!" Akang berusaha mereda emosiku, dan juga emosi para orang tua itu yang bisa saja mencuat gara-gara perkataan aku."Tidak Pak ustadz, kami lah yang harus meminta maaf dan wajar saja beliau marah Pak, kami memang sedikit keterlalua
"Umaa!!" Anak-anak gemes itu berlarian begitu melihat aku memasuki rumah. Mereka kangen ibunya pasti, setelah seminggu ditinggal pergi, dan masih mengurus masalah Sarah.Tapi tenang, Uma udah selesai kali ini dan bisa memiliki waktu sepuasnya bersama kalian."Anak-anak Uma yang soleh solehah, udah pada makan belum?""cudah Uma, tadi matan telul sama mba yetno..." Biasalah, lidah anak kecil masih cadel, belum mengerti kosa kata sepenuhnya."Pintar, anak Uma ini pintar semuanya. High five dulu!" Mereka tos di kedua sisi telapak tanganku."Abi mana?""Di yual, ko banyak oyang, Uma?" Zulaikha mendatangi aku sehabis menggambar di bukunya."Iya Nak, itu ibu dan bapaknya kakak-kakak yang mau mondok. Brisik ya? Tutup kuping aja!" Mereka pun berlarian gemas sambil menutup kupingnya sendiri, dan berceloteh tak karuan. Semoga jadi ahli surga semua, anakku.Kemudian ibu datang menghampiri aku setelah selesai menunaikan sholat dhuha nya."Itu heboh sekali yang di luar, kemarin maka mencaci suami
Hari-hari ku terus berganti, hidup ini juga pasti mati, malah jadi nyanyi??Bangun tidur liat Akang di samping tubuhku, membuat aku langsung mengucap kata syukur yang banyak. Alhamdulillah, aku bisa menghela napas lega sambil menatap sayu, wajah ganteng ustadz Husein.Kamu untukku, dan selamanya hanya untuk aku. Selanjutnya, untuk membangunkannya, kucium aja bibir merah itu sampai dia menggeliat, kaget."Sabahal khayr, ya habbibati." Walau matanya belum terbuka semua, tapi dia cukup bertenaga untuk menarik tubuhku hingga terbaring dalam pelukannya."Artinya, selamat pagi cintaku, kan?"Dia mengangguk dua kali, "iya sayangku, istriku." Aku itu heran, sunnah apa yang selalu dia amalkan sampai-sampai kalau bangun tidur, mulutnya tidak pernah bau. Ya biasa aja, kayak bukan habis bangun tidur. Kok bisa ya?Sedangkan kalau aku? Jangan ditanya deh, anak-anak aku aja mungkin pingsan, xixixixi."Sudah terdengar murotal Quran itu, sebentar lagi sholat subuh.""MasyaAllah, aku sampai tidak den
Seorang pemuda menggunakan tas selempang dan baju kemeja lengan pendek, lengkap dengan kaca mata minusnya itu telah berdiri di depan pintu sebagai tamu kita pagi ini.Alhamdulilah, sedikit lega karena bukan dari kepolisian atau apa tuh kemarin, Kedubes."Assalamualaikum, ini benar dengan kediaman ustadz Husein Alfarizi, ya?" tanya orang itu."Waalaikumsalam warohmatullah, benar Mas, saya sendiri. Ada apa ya? Mari silakan masuk kita bicara di dalam."Akang membawa tamu itu duduk dan bercengkrama di ruang tamu."Ay, buatkan teh untuk tamu kita."Aku yang lagi mengintip dibalik tembok ruang makan, mengiyakan ucapan Akang dan bergegas kembali ke dapur.Ada apa ya? Penampilannya kek, rentenir atau debkolektor gitu deh!Selesai membuat dua cangkir teh, aku kembali ke ruang tamu, menaruh dua cangkir itu di depan Akang dan tamunya.Kok aku melihat kartu nama berlogo salah satu stasiun televisi Indonesia ya?"Silakan Mas, ada keperluan apa pada saya?"Aku hendak pergi dan mempersilakan mereka
"Ini kalau boleh tahu, saya siaran di gedung televisi yang ada di Bandung kan? Saya tidak harus pulang pergi ke Jakarta?" "Benar ustadz, jadi untuk mempersingkat waktu saja. Siaran hari ini, untuk ditayangkan besok. Jadi seperti itu terus selama enam hari dalam sepekan.""Nanti suami saya hubungi lagi ya, Mas. Kita harus diskusi juga sama ibu, apakah beliau setuju atau tidak." Aku menyahut, supaya dia tahu alasan kita harus berdiskusi dulu."Baik kalau begitu, Pak, Bu. Nanti kabari saja di nomor saya itu, tapi tolong jangan terlalu lama ya. Sebab pihak penyiaran juga menanti jawabannya.""Ingsyallah, kemungkinan nanti sore saya akan memberi jawaban.""Siap ustadz , saya tunggu kabarnya. Kalau begitu, saya permisi, ya. Assalamualaikum."Aku dan Akang serentak menjawab salamnya dan menutup pintu ketika dia sudah benar-benar keluar dari rumah kami."Yuk sarapan, saya habis ini mau ngajar. Kamu ada jam komputer juga?""Ada, tapi jam 10 nanti!" Akang menggandeng tangan aku, ke ruang maka
Akhirnya, aku punya kesempatan untuk bisa duduk di meja guru lagi, seperti hari ini. Aku pikir, setelah musibah yang terjadi sama suamiku, aku akan murung, sedih, menyendiri, depresi dan bahkan menyakiti diri sendiri sampai pada akhirnya aku bakal menyerah menjadi guru. Karena semua itu, bakal mengingatkan aku pada sosok ustadz Husein.Tapi MasyaAllah, rupanya Allah maha baik dan masih mengizinkan aku untuk membagi ilmu dengan mereka, para santri wal santriwati yang masih percaya bahwa pendidiknya adalah orang yang berakhlakul karimah."Ustadzah, senang bisa melihat ustadzah lagi di ruangan komputer ini. Jangan sedih lagi ya. Kita semua selalu percaya pada ustadz dan ustadzah di sini."Salah satu santri yang aku kenal, dan memiliki kemampuan berlebih mengungkapkan isi hatinya dan itu cukup bikin aku terharu, pagi ini.Kepercayaan mereka, sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan semangat pengajar yang ada di pondok ini. Gak berlaku untuk aku aja, tapi untuk semuanya."Terima kasih ya