"Ini kalau boleh tahu, saya siaran di gedung televisi yang ada di Bandung kan? Saya tidak harus pulang pergi ke Jakarta?" "Benar ustadz, jadi untuk mempersingkat waktu saja. Siaran hari ini, untuk ditayangkan besok. Jadi seperti itu terus selama enam hari dalam sepekan.""Nanti suami saya hubungi lagi ya, Mas. Kita harus diskusi juga sama ibu, apakah beliau setuju atau tidak." Aku menyahut, supaya dia tahu alasan kita harus berdiskusi dulu."Baik kalau begitu, Pak, Bu. Nanti kabari saja di nomor saya itu, tapi tolong jangan terlalu lama ya. Sebab pihak penyiaran juga menanti jawabannya.""Ingsyallah, kemungkinan nanti sore saya akan memberi jawaban.""Siap ustadz , saya tunggu kabarnya. Kalau begitu, saya permisi, ya. Assalamualaikum."Aku dan Akang serentak menjawab salamnya dan menutup pintu ketika dia sudah benar-benar keluar dari rumah kami."Yuk sarapan, saya habis ini mau ngajar. Kamu ada jam komputer juga?""Ada, tapi jam 10 nanti!" Akang menggandeng tangan aku, ke ruang maka
Akhirnya, aku punya kesempatan untuk bisa duduk di meja guru lagi, seperti hari ini. Aku pikir, setelah musibah yang terjadi sama suamiku, aku akan murung, sedih, menyendiri, depresi dan bahkan menyakiti diri sendiri sampai pada akhirnya aku bakal menyerah menjadi guru. Karena semua itu, bakal mengingatkan aku pada sosok ustadz Husein.Tapi MasyaAllah, rupanya Allah maha baik dan masih mengizinkan aku untuk membagi ilmu dengan mereka, para santri wal santriwati yang masih percaya bahwa pendidiknya adalah orang yang berakhlakul karimah."Ustadzah, senang bisa melihat ustadzah lagi di ruangan komputer ini. Jangan sedih lagi ya. Kita semua selalu percaya pada ustadz dan ustadzah di sini."Salah satu santri yang aku kenal, dan memiliki kemampuan berlebih mengungkapkan isi hatinya dan itu cukup bikin aku terharu, pagi ini.Kepercayaan mereka, sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan semangat pengajar yang ada di pondok ini. Gak berlaku untuk aku aja, tapi untuk semuanya."Terima kasih ya
Akang akhirnya menyetujui kontrak kerjasama itu, dan akan menandatangani nya ketika sudah sampai di studio penyiaran kota Bandung. Aku harus ingat, bahwa ini adalah rutinitas baru yang paling tidak, butuh waktu lebih lama untuk adaptasinya.Mulai bangun pukul empat pagi, menyiapkan sarapan untuk anak-anak, bajunya, dan setelah sholat subuh kita berangkat.Retno juga aku berikan fee untuk satu jam lebih awal, karena kan dia harus stay dari jam lima pagi. Tapi setelah itu, jam tujuh nya aku juga sudah pulang dan punya waktu lebih banyak dengan mereka.Hooammm! Aku menguap beberapa kali, sampai mungkin suaraku gak enak di dengar dan ganggu aktivitas menyetirnya dia."Masih ngantuk ya, atau karena suasana dingin, jadi hawanya ngantuk banget?" tanya Akang mencoba untuk menyegarkan aku lagi dengan percakapan ini."Iya mungkin ya, soalnya ini pertama kalinya kita berkendara subuh-subuh ke stasiun siaran. Jalan aja masih sepi banget tuh!" Aku lihat Akang menepikan sedikit mobilnya dan mengge
Aku mendengar notifikasi pengingat dari handphone. Setelah aku periksa ternyata itu pengingat di tanggal 07 Januari, aku sampai lupa hari lahirku. Yang aku ingat adalah tanggal 13 Maret, hari lahirnya kedua anakku, dan 24 Mei, hari ulang tahun suamiku.Terakhir aku merayakan ulang tahun bertiga bareng anak-anak aku. Di sebuah tempat bergengsi, di mana kenyamanan menjadi nomor satu. Yapsss, di mana lagi, kalau bukan di kamar tidur!!"Kok sepi ya, pada ke mana semua orang?" gumam aku dalam hati sambil melihat jam dinding, dan sekarang pukul setengah tiga siang. Sejak pamit tidur siang ke Akang, kok sekarang justru aku gak menemukan siapa-siapa di rumah."Apa satu orangpun gak ada yang ingat, ulang tahun aku?"Begitu keluar kamar, ngecek kehidupan orang-orang itu, aku justru menemukan rumah yang sepi dan tidak ada siapa-siapa. "Akang dan anak-anak ke mana? Kok cosplay horor begini?"Aku coba menelepon ke nomor suamiku, tapi jawaban yang kudengar adalah suara nomor yang sedang tidak akti
Aku udah kayak burung dalam sangkar yang terbang bebas, menikmati perjalanan ini layaknya healing my self dari semenjak aku menikah.Langit pun turut mendukungnya, dari balik kaca mobil, langit seperti lukisan tercantik dari yang pernah aku lihat. Warna birunya sangat luas terbentang menaungi kita, ditambah hiasan warna putih dari awan-awan itu membuat mega Bandung semakin terlihat indah. Sesekali aku masih mencoba menyambungkan telepon ke nomor Akang, tapi karena gak ada jawaban terus, ya udah deh!"Hari ini, aku mau shoping!" teriak aku dengan semangat.Lalu beberapa menit kemudian aku sudah sampai di depan mall, dan sibuk memarkir mobil di tempat yang terdekat dengan pintu masuk. Sesudah itu, aku tinggal muter-muter di sini cari toko Bookmedia, yang dimaksud oleh Akang.Aku lihat sepanjang jalan, banyak banget pasangan muda-mudi yang sedang bermain di sini. Ada yang makan, ada yang cuma jalan kaki sambil genggaman tangan, ada yang lagi memilihkan baju, pokoknya mereka so sweet deh
Selama berada di mall, aku baru sadar ponsel aku kosong, dan gak ada siapa pun yang menghubungi. Aku memanggil nomor telepon Akang, juga tetap gak diangkat.Mereka sengaja ngerjain aku kali ya? Awas aja, nanti aku kerjain balik.Alhamdulilah, aku sudah sampai di rumah, dan memarkirkan mobil di tempatnya lagi. Aku keluar dari kursi pengemudi dan menenteng dua kresek besar, tapi tiba-tiba aku masih terpaku di tempat. Baru saja aku dikejutkan oleh pintu rumahku yang sedikit terbuka. Aku sangat yakin tadi sudah menutup pintu dengan rapat bahkan aku juga menguncinya, "tapi kenapa bisa terbuka ya?" batinku.Aku menelan ludah dan memberanikan diri untuk mengecek ada apakah di dalam rumah.Ada santri yang lewat pun, aku berhenti kan."Gina, tadi rumah ustadzah terkunci, itu kenapa kebuka begitu ya? Lihat ada orang masuk ke dalam gak?""Maaf ustadzah, saya tidak lihat siapa-siapa. Dari tadi sudah terbuka begitu.""Oh ya? Wah, ini beneran ada yang gak beres deh!""Kenapa ustadzah?""Ah tidak a
Akang yang sejak tadi di sampingku, yang tadinya meledek, sekarang justru dia sibuk mengusap air mataku, dan Ayah yang menepuk punggungku.Setelah merasa enakan, aku pun merapikan kembali seluruh belanjaan yang tadi sudah diacak-acak sama ibuku. Menunggu suasana kembali normal, kami semua duduk di ruang tamu, di depan sebuah kue yang di atasnya, tentu tidak ada lilin menyala satu pun, hanya ada kue aja. Ingat, meniup lilin itu adalah perbuatan bangsa Yahudi jahiliah sebelum mengenal islam, dan hukumnya haram. Yang belum tahu, dosa kemarin dimaafkan. Yang sudah tahu, jangan diulangi lagi ya!!"Alhamdulilah ya Allah, semua orang yang aku sayang ada di sini, berkumpul pada hari ulang tahun aku. Meski jatah umurku dikurang satu tahun, tapi aku bahagia." Semua memberikan senyuman tulusnya padaku, sampai aku tak berhenti meneteskan air mata yang terus mengalir."Udah Ay, habis air matanya nanti." Akang yang dari tadi sibuk menghapus air mataku, karna dia yang duduk paling dekat denganku.
Barokallah, acara makan malam ini seperti sebuah pesta untuk merayakan semua ujian yang sudah kami lewati dalam empat tahun pernikahan kami. Ibu memasak, Ayah memanggang kan daging dan kami menikmati momen ini bersama-sama.Pas kebetulan, hari ini ulang tahun aku.. jadinya kita sekalian memotong kue.Kalau ditanya, ada kah harapan buat diri sendiri?Aku gak pernah berharap apapun, karena selama ini Allah selalu memberikan apapun yang aku inginkan..Aku ingin, diberikan kesempatan untuk bertaubat dan mejadi istri yang baik untuk Akang, sudah diberikan.Aku ingin selamat dan hidup kedua kalinya dari kondisi kritis itu, maka aku ada di tahun 2022 ini sekarang.Aku minta, ingin melahirkan ditemani suami, alhamdulilah saat itu dia ada. Aku berharap Allah memberikan jalan keluar dan membebaskan Akang, dan ternyata Allah juga mengabulkan itu. Laki-laki yang sekarang, lagi duduk di sampingku, kemudian dia tertawa, dan bermain bersama anaknya.Terus aku mau harapan yang seperti apa lagi? Cuku