Hari-hari ku terus berganti, hidup ini juga pasti mati, malah jadi nyanyi??Bangun tidur liat Akang di samping tubuhku, membuat aku langsung mengucap kata syukur yang banyak. Alhamdulillah, aku bisa menghela napas lega sambil menatap sayu, wajah ganteng ustadz Husein.Kamu untukku, dan selamanya hanya untuk aku. Selanjutnya, untuk membangunkannya, kucium aja bibir merah itu sampai dia menggeliat, kaget."Sabahal khayr, ya habbibati." Walau matanya belum terbuka semua, tapi dia cukup bertenaga untuk menarik tubuhku hingga terbaring dalam pelukannya."Artinya, selamat pagi cintaku, kan?"Dia mengangguk dua kali, "iya sayangku, istriku." Aku itu heran, sunnah apa yang selalu dia amalkan sampai-sampai kalau bangun tidur, mulutnya tidak pernah bau. Ya biasa aja, kayak bukan habis bangun tidur. Kok bisa ya?Sedangkan kalau aku? Jangan ditanya deh, anak-anak aku aja mungkin pingsan, xixixixi."Sudah terdengar murotal Quran itu, sebentar lagi sholat subuh.""MasyaAllah, aku sampai tidak den
Seorang pemuda menggunakan tas selempang dan baju kemeja lengan pendek, lengkap dengan kaca mata minusnya itu telah berdiri di depan pintu sebagai tamu kita pagi ini.Alhamdulilah, sedikit lega karena bukan dari kepolisian atau apa tuh kemarin, Kedubes."Assalamualaikum, ini benar dengan kediaman ustadz Husein Alfarizi, ya?" tanya orang itu."Waalaikumsalam warohmatullah, benar Mas, saya sendiri. Ada apa ya? Mari silakan masuk kita bicara di dalam."Akang membawa tamu itu duduk dan bercengkrama di ruang tamu."Ay, buatkan teh untuk tamu kita."Aku yang lagi mengintip dibalik tembok ruang makan, mengiyakan ucapan Akang dan bergegas kembali ke dapur.Ada apa ya? Penampilannya kek, rentenir atau debkolektor gitu deh!Selesai membuat dua cangkir teh, aku kembali ke ruang tamu, menaruh dua cangkir itu di depan Akang dan tamunya.Kok aku melihat kartu nama berlogo salah satu stasiun televisi Indonesia ya?"Silakan Mas, ada keperluan apa pada saya?"Aku hendak pergi dan mempersilakan mereka
"Ini kalau boleh tahu, saya siaran di gedung televisi yang ada di Bandung kan? Saya tidak harus pulang pergi ke Jakarta?" "Benar ustadz, jadi untuk mempersingkat waktu saja. Siaran hari ini, untuk ditayangkan besok. Jadi seperti itu terus selama enam hari dalam sepekan.""Nanti suami saya hubungi lagi ya, Mas. Kita harus diskusi juga sama ibu, apakah beliau setuju atau tidak." Aku menyahut, supaya dia tahu alasan kita harus berdiskusi dulu."Baik kalau begitu, Pak, Bu. Nanti kabari saja di nomor saya itu, tapi tolong jangan terlalu lama ya. Sebab pihak penyiaran juga menanti jawabannya.""Ingsyallah, kemungkinan nanti sore saya akan memberi jawaban.""Siap ustadz , saya tunggu kabarnya. Kalau begitu, saya permisi, ya. Assalamualaikum."Aku dan Akang serentak menjawab salamnya dan menutup pintu ketika dia sudah benar-benar keluar dari rumah kami."Yuk sarapan, saya habis ini mau ngajar. Kamu ada jam komputer juga?""Ada, tapi jam 10 nanti!" Akang menggandeng tangan aku, ke ruang maka
Akhirnya, aku punya kesempatan untuk bisa duduk di meja guru lagi, seperti hari ini. Aku pikir, setelah musibah yang terjadi sama suamiku, aku akan murung, sedih, menyendiri, depresi dan bahkan menyakiti diri sendiri sampai pada akhirnya aku bakal menyerah menjadi guru. Karena semua itu, bakal mengingatkan aku pada sosok ustadz Husein.Tapi MasyaAllah, rupanya Allah maha baik dan masih mengizinkan aku untuk membagi ilmu dengan mereka, para santri wal santriwati yang masih percaya bahwa pendidiknya adalah orang yang berakhlakul karimah."Ustadzah, senang bisa melihat ustadzah lagi di ruangan komputer ini. Jangan sedih lagi ya. Kita semua selalu percaya pada ustadz dan ustadzah di sini."Salah satu santri yang aku kenal, dan memiliki kemampuan berlebih mengungkapkan isi hatinya dan itu cukup bikin aku terharu, pagi ini.Kepercayaan mereka, sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan semangat pengajar yang ada di pondok ini. Gak berlaku untuk aku aja, tapi untuk semuanya."Terima kasih ya
Akang akhirnya menyetujui kontrak kerjasama itu, dan akan menandatangani nya ketika sudah sampai di studio penyiaran kota Bandung. Aku harus ingat, bahwa ini adalah rutinitas baru yang paling tidak, butuh waktu lebih lama untuk adaptasinya.Mulai bangun pukul empat pagi, menyiapkan sarapan untuk anak-anak, bajunya, dan setelah sholat subuh kita berangkat.Retno juga aku berikan fee untuk satu jam lebih awal, karena kan dia harus stay dari jam lima pagi. Tapi setelah itu, jam tujuh nya aku juga sudah pulang dan punya waktu lebih banyak dengan mereka.Hooammm! Aku menguap beberapa kali, sampai mungkin suaraku gak enak di dengar dan ganggu aktivitas menyetirnya dia."Masih ngantuk ya, atau karena suasana dingin, jadi hawanya ngantuk banget?" tanya Akang mencoba untuk menyegarkan aku lagi dengan percakapan ini."Iya mungkin ya, soalnya ini pertama kalinya kita berkendara subuh-subuh ke stasiun siaran. Jalan aja masih sepi banget tuh!" Aku lihat Akang menepikan sedikit mobilnya dan mengge
Aku mendengar notifikasi pengingat dari handphone. Setelah aku periksa ternyata itu pengingat di tanggal 07 Januari, aku sampai lupa hari lahirku. Yang aku ingat adalah tanggal 13 Maret, hari lahirnya kedua anakku, dan 24 Mei, hari ulang tahun suamiku.Terakhir aku merayakan ulang tahun bertiga bareng anak-anak aku. Di sebuah tempat bergengsi, di mana kenyamanan menjadi nomor satu. Yapsss, di mana lagi, kalau bukan di kamar tidur!!"Kok sepi ya, pada ke mana semua orang?" gumam aku dalam hati sambil melihat jam dinding, dan sekarang pukul setengah tiga siang. Sejak pamit tidur siang ke Akang, kok sekarang justru aku gak menemukan siapa-siapa di rumah."Apa satu orangpun gak ada yang ingat, ulang tahun aku?"Begitu keluar kamar, ngecek kehidupan orang-orang itu, aku justru menemukan rumah yang sepi dan tidak ada siapa-siapa. "Akang dan anak-anak ke mana? Kok cosplay horor begini?"Aku coba menelepon ke nomor suamiku, tapi jawaban yang kudengar adalah suara nomor yang sedang tidak akti
Aku udah kayak burung dalam sangkar yang terbang bebas, menikmati perjalanan ini layaknya healing my self dari semenjak aku menikah.Langit pun turut mendukungnya, dari balik kaca mobil, langit seperti lukisan tercantik dari yang pernah aku lihat. Warna birunya sangat luas terbentang menaungi kita, ditambah hiasan warna putih dari awan-awan itu membuat mega Bandung semakin terlihat indah. Sesekali aku masih mencoba menyambungkan telepon ke nomor Akang, tapi karena gak ada jawaban terus, ya udah deh!"Hari ini, aku mau shoping!" teriak aku dengan semangat.Lalu beberapa menit kemudian aku sudah sampai di depan mall, dan sibuk memarkir mobil di tempat yang terdekat dengan pintu masuk. Sesudah itu, aku tinggal muter-muter di sini cari toko Bookmedia, yang dimaksud oleh Akang.Aku lihat sepanjang jalan, banyak banget pasangan muda-mudi yang sedang bermain di sini. Ada yang makan, ada yang cuma jalan kaki sambil genggaman tangan, ada yang lagi memilihkan baju, pokoknya mereka so sweet deh
Selama berada di mall, aku baru sadar ponsel aku kosong, dan gak ada siapa pun yang menghubungi. Aku memanggil nomor telepon Akang, juga tetap gak diangkat.Mereka sengaja ngerjain aku kali ya? Awas aja, nanti aku kerjain balik.Alhamdulilah, aku sudah sampai di rumah, dan memarkirkan mobil di tempatnya lagi. Aku keluar dari kursi pengemudi dan menenteng dua kresek besar, tapi tiba-tiba aku masih terpaku di tempat. Baru saja aku dikejutkan oleh pintu rumahku yang sedikit terbuka. Aku sangat yakin tadi sudah menutup pintu dengan rapat bahkan aku juga menguncinya, "tapi kenapa bisa terbuka ya?" batinku.Aku menelan ludah dan memberanikan diri untuk mengecek ada apakah di dalam rumah.Ada santri yang lewat pun, aku berhenti kan."Gina, tadi rumah ustadzah terkunci, itu kenapa kebuka begitu ya? Lihat ada orang masuk ke dalam gak?""Maaf ustadzah, saya tidak lihat siapa-siapa. Dari tadi sudah terbuka begitu.""Oh ya? Wah, ini beneran ada yang gak beres deh!""Kenapa ustadzah?""Ah tidak a