Selesai sholat tahajud, aku kembali menumpahkan tangisanku di atas sajadah ini. Tempat manusia mengadu segala kesusahannya ya hanya sama Allah, Maha penolong.Aku mengadu karena hampir tak kuat menerima cobaan ini, tapi kemudian aku ingat ayat Allah yang mengatakan bahwa setelah kesusahan pasti ada kemudahan.Allah yang memberi musibah, maka Allah lah yang pastinya akan memberikan jalan keluarnya juga. Aku mengadu bukan di tempat yang salah.**Tadi pagi, aku mendapat pesan dari Pak Lutfi bahwa beliau sudah on the way ke Bandung. Jadi, aku pun siap-siap untuk segera menemuinya di kantor polisi guna mencari keterangan lebih lanjut, kenapa bisa suamiku tertuduh kasus pelecehan seksual.Bismillahitawaqaltu'alallah, aku memiliki Allah dalam musibah ini, jadi jangan khawatir."Sudah mau berangkat Rey?"Ibu mertua mendatangi aku selagi aku merapikan jilbabku di depan kaca."Iya Bu, pengacara kita sudah otw dari Jakarta, jadi Reynata juga harus siap-siap. Doakan kami ya Bu," kataku kepadanya
Selang beberapa menit, aku melihat Akang digandeng oleh seorang polisi memasuki ruangan itu dengan wajah yang segar bugar....???Betah amat di kantor polisi, agak curiga saya jadinya kan?Langsung aja tanpa basa-basi, aku mengarah padanya, dan langsung memeluknya dengan erat. Lagi-lagi tangisku pecah di pelukan Akang."Saya kangen sama kamu!" Kalau situ kangen, terus aku apa? Udah mah ditinggal 3 tahun, baru ketemu eh dipisahin lagi!"Gak mungkin kan, Akang? Tuduhan itu pasti salah, iya kan?" tanya aku mencoba untuk meyakinkan diri lagi, dari mulut tertuduhnya secara langsung. "Tentu saja Ay, kamu kan tahu bagaimana saya? Ini semua hanya fitnah. Bagaimana anak-anak? Mereka mencari abinya tidak?" sahut dia, yang tangannya membelai lembut kepalaku."Ya mencari lah pasti, Rey bilang Akang jihad di jalan Allah.""MasyaAllah, itu benar. Saya memang sedang jihad, berperang melawan fitnah keji ini, terima kasih ya Ay!""Tapi kenapa wajah Akang, seger gitu? Habis mandi? Gak lesu, kayak waja
Aku duduk anteng aja di depan ruang interogasi, sampai gak sadar waktu sudah empat jam berlalu. Tapi Akang belum juga keluar.Aneh banget, di dalam pasti dikasih banyak pertanyaan deh sama polisinya, sampai memakan waktu selama ini, atau jangan-jangan, polisinya yang malah dapat siraman rohani dari Akang?Sambil nunggu, aku sambil mengangkat telepon dari seseorang karena ponselku berbunyi."Halo, ada apa Retno?""Mba di mana, sekarang?" Kenapa nada suaranya terdengar sangat panik, ada apa ini?"Mba ya masih di kantor polisi, suami Mba belum selesai ditanya-tanya tuh, ada apa memangnya? Zulfikar sama Zulaikha baik-baik aja kan?" Entah kenapa, pikiran aku langsung ke sana."Duh, mereka baik-baik aja Mba, bukan itu Retno telepon. Tapi, di luar gaduh banget, banyak orang tua santri yang tiba-tiba mau minta anaknya kembali. Kita masih tahan soalnya harus nunggu Rois Santri, Mba mending cepet pulang deh!" papar Retno yang membuat aku reflek memijat ujung kepalaku. Belum selesai masalah Aka
Sekembalinya aku ke pondok, memang benar seperti kata Retno tadi bahwasanya aku disuguhkan oleh pemandangan yang menakjubkan. Para orang tua itu memang lagi demo di depan rumah Akang dan meminta anaknya keluar dari pondok ini.Kabar itu cepat sekali tersebarnya, mana gak pakai filter lagi.Aku rasa, mereka dari orang tua santri yang baru mondok di sini, tahun ini. Karena kalau santri lama, mereka pasti tahu tabiat dari ustadz Husein, gak mungkin melakukan pelecehan seksual.Aku mengambil napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil untuk menghampiri mereka."Kamu pasti ya istri dari si ustadz mesum itu!" Apa katanya? Aku gak salah dengar? Kurang ajar banget dia mengganti titel orang soleh seperti Akang?"Jaga mulut anda ya Bu, suami saya bukan mesum! Dia amat menjaga pandangan matanya ke yang lain muhrim, gimana bisa anda menyebutnya mesum? Cepat tarik lagi kata-kata anda!" kataku sangat tegas ke mereka semua. Aku marah sekali, sampai suaraku gemetar."Ck! Aku gak bakal menarik ucapan
Kalau aku layani terus, bisa-bisa habis energi ini. Padahal, ada urusan yang harus aku selesaikan sekarang juga.Jadi, aku menyerah terhadap orang tua santri-santri itu, dan menyerahkannya ke Paman Muhlil.Aku saat ini lagi kepikiran tentang percakapan antara aku dan Pak Lutfi tadi, setelah dari ruang interogasi."Bu, CCTV yang memperlihatkan ustadz Husein itu benar-benar seperti nyata. Waktu pembunuhan sekitar pukul 23.15 malam waktu setempat, sedangkan pertama kali beliau terekam pada pukul 23.05. Lalu, kamera CCTV tidak merekam apa-apa lagi karena keadaan di sana tampak sepi. Sayangnya, pada pukul 23.40 ustadz Husein terlihat terekam dalam kamera CCTV lagi, lalu mereka menduga tersangka telah selesai dengan aksinya." "Terus, apa kata suami saya? Kenapa dia terakam dalam waktu yang cukup lama?""Beliau menyangkal dan berkata tidak diam di tempat itu dalam waktu yang lama."Kalau suamiku menyangkalnya, sudah pasti polisi meminta bukti untuk meyakinkan argumentasi itu."Jadi Bu, menu
Sambil menunggu sholat subuh, sambil memandangi wajah-wajah sejuk dari dua bocil itu, aku memantapkan diri lagi bahwa keputusan aku untuk pergi ke sana sudah benar.Aku harus ingat bahwa di sana nanti, aku akan hidup sendiri, berjuang sendiri, dan menjaga diri sendiri. Tidak ada siapa-siapa. Tapi, karena memandang wajah anak-anak aku itu, aku justru semakin mantap. Mereka harus bersama lagi dengan Abinya, aku harus berjuang untuk itu.Setalah selesai sholat, aku berjalan ke kamar ibu mertuaku, untuk meminta izinnya."Bu??" Aku melihat beliau sedang membaca ayat suci Alquran. Aku merasa bersalah juga karena kemarin memarahi beliau yang mencoba menenangkan aku, itu sih gara-gara wali murid lebay nauzubillah. Mereka yang nitip, mereka yang ragu. Jangan dicontoh deh!"Shodaqollah hul'adzim... Iya Nak, masuk saja," sahut ibu mertuaku di antara heningnya suasana subuh.Aku langsung mendekati di mana beliau sedang duduk. "Bu, saya nitip anak-anak selama beberapa hari ini."Ibu termangu men
12 jam perjalanan, yang sukses membuat pinggangku encok! Sampai juga aku di negeri orang, cita-cita naik pesawat mau ke Korea Selatan ke negeri ginseng eh malah ke negeri gersang.Sungguh kebalikannya ya, yeorobun!!Perjalanan dari Bandara ke Kairo sekitar satu jam, persis seperti yang Akang ceritakan saat itu. Dan dari Kairo ke Danhat, itu sekitar 20 menit. Kenapa Akang memilih penginapan di pinggiran begitu setelah pindah dari apartemen? Karena kalo pas di kota metropolitan nya, biaya hidup lebih besar, dia masih memikirkan aku dan anak-anak yang ada di Indonesia.Sebelum aku melahirkan, dia sengaja memilih apartemen untuk memudahkan perjalannya menuju bandara.Maka dari itu, aku diberikan alamat oleh suamiku, tempat dia menginap. Kebetulan dia dan pemiliknya juga sangat dekat, dan langsung aja aku berikan pada supir taksinya.Ongkosnya aja dari bandara ke tempat tujuan hampir sekitar lima ratus ribu.Pusing pala Barbie.Anak-anak aku lagi apa ya? Dia cariin Umanya gak? Baru seteng
Pada akhirnya karena madam mengenali aku, aku pun langsung diajak untuk makan malam bersama dengan Madam, di rumahnya.Beliau ini hanya tinggal sendiri dan mengurus penginapannya di masa tua, walaupun dari yang aku lihat di dinding, dia berfoto bersama suami dan ketiga anaknya.Begini ya dekorasi rumah-rumah di Timur Tengah itu, serba warna coklat dan mereka rata-rata memakai satu warna cat saja di rumahnya.Aturan yang harus kita patuhi di negara ini adalah, dilarang membantu tuan rumah saay menyajikan makanan sekalipun itu kenalan, atau keluarganya. Karena bagi mereka, selain ruang tamu, isi dalam rumah itu adalah privasi. Orang luar dilarang mengetahuinya.Walau Madam menyiapkan segala masakan sendirian, aku dilarang untuk membantunya. Alhasil, aku cuma duduk-duduk di ruang tamu sambil memandangi foto keluarga dari Madam.Mereka semua sudah sarjana, menjadi orang sukses semuanya. Madam pun selalu tersenyum bahagia jika bersama anak-anaknya. Tapi sekarang mereka ke mana?"Itu anak i