"Gue setuju kalau Reza sama Nadine.""Gue juga, toh si Reza udah berubah jadi baik kok. Buktinya dia keterima jadi guru TK, yang notabene harus mempunyai sikap yang baik dan lemah lembut kan?"Nadine mengangguk setuju."Gue masih gak nyangka sih, kok bisa-bisanya si Reza jadi guru TK anak Lo Rey, kayak dunia ini tuh sempit banget."Aku pun Nad, aku orang pertama yang paling syok saat tau Reza ada di sekolah itu. Karena kalau dipikir-pikir, taman kanak-kanak di Bandung itu ada puluhan, bahkan ratusan tapi kenapa harus kerja di tempat anak-anak aku sekolah. Aneh banget kan?"Taulah, penguntit kali!""Hush!!" Nadine memekik saat aku asal ceplos aja. "Berapa bulan kandungan lo Rey? Gimana kehamilan kedua? Sekarang lo pasti manja-manja kan sama suami, gak kayak dulu!""Jalan empat bulanan lah, 11 mingguan. Dan Soal ngidam itu? Lo jangan kaget ya! Kebalik kali, malah Akang yang jatuhnya lebih manja. Dia yang ngalamin morning sicknes dan ngidam yang aneh-aneh.""Serius? Ih.. berarti dia cint
(Pov Author)"Di sini ustadz.."Sarah mengacungkan tangannya dengan tinggi agar Husein dapat menangkap keberadaan dia di antara banyaknya meja dalam restauran itu. Setelah menemukan wanita itu, Husein berjalan ke arahnya.Tepat seperti pesanan lelaki itu, meja yang tidak terlalu berdekatan dan tentu saja di kelilingi oleh banyak pengunjung. Husein, tetaplah seorang yang menjaga hatinya hanya untuk sang istri tercinta."Terima kasih karena Ustadz mau datang ke sini, saya tidak tahu mau minta tolong pada siapa lagi." (siyi tidik tihi mii minti tiling simi siipi ligi-pengen nendang si Sarah ke lumpur Lapindo)"Tidak apa-apa, saya juga sudah selesai dengan kegiatan di pondok. Sebelum berangkat ke tempat pembangunan pondok baru, saya menyempatkan diri ke sini!" terang Husein sambil asyik membaca buku menu.Sebetulnya Husein tidak ingin pesan apa-apa, tapi cara inilah dianggapnya paling baik ketika dia harus menghindari tatapan wanita lain yang bukan muhrimnya."Ustadz, apa mba Reynata belu
(Kembali POV Reynata?Ini sudah hampir pukul empat sore dan rasanya aku harus segera pulang karena katanya, Akang akan jemput aku dan tidak akan melebihi dari jam empat. jadi aku putuskan untuk pamit saja ke ketiga sahabatku itu sambil nunggu Akang datang.Tapi hampir setengah jam menunggu, Akang belum ngasih kabar dan menunjukkan tanda-tanda kehadirannya, dan itu tentu saja bikin aku cemas. Akang itu adalah orang yang selalu on time dan kalau harus telat, dia pasti gak bakal lupa ngasih kabar. Ke mana ya? Jadi cemas.."Rey, katanya mau dijemput, kok suami lo belum datang?" Reza yang habis selesai membereskan potongan kertas sisa dekorasi, berjalan ke arahku. Namun tidak terlalu dekat."Gak tau nih, tadi katanya gak sampai jam empat. Eh bentar-" Baru saja aku mengecek ponsel, ternyata sudah ada satu panggilan masuk dari orang yang kutunggu-tunggu kehadirannya sejak tadi. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung mengangkatnya."Assalamualaikum.. Akang ih, ini jam berapa?" Aku membelakangi
Maaf kalau ada typo, karena typo adalah manusiawi ahaaayyyy...Sepanjang perjalanan hening. Aku lebih suka mengalihkan pandanganku ke luar jendela, membiarkan hembusan angin menyapa lembut pipiku. Kututup mata menikmati sejuknya suasana ini sambil menenangkan diri, berujar beberapa kali bahwa perjalanan ini pasti baik-baik saja. Secara tiba-tiba aku merasa seperti Dejavu. Membuat Ingatan buruk itu terputar begitu saja. Bukan hanya tentang Reza yang menculik aku, tapi ketika aku melihat raut wajah Akang yang menahan sakit hati atas perselingkuhan yang pernah aku lakukan.Itu jauh lebih menyakitkan dari pukulan Reza saat menculikku.Hal yang sebenernya ingin aku lupakan adalah wajah kecewa akang saat itu. Huftt, aku memang payah."Udah sampai." Sekian lama memejamkan mata, aku disadarkan oleh interupsi Reza yang berkata kalau kita udah sampai. Yah, setidaknya aku aman hari ini, selamat sampai tujuan."Makasih banyak ya Pak Reza.""Iya sama-sama ibu Reynata.""Kalau gitu saya turun ya!"
"Ay...!!!"Aku menoleh begitu mendengar seseorang memanggil namaku dan yang kulihat adalah lelaki yang wajahnya pucat pasi, berlarian mencari keberadaanku. Ya hanya aku sendiri yang ikut di mobil ambulance dan anak-anak bersama Retno.Aku putuskan untuk cepat-cepat membawa ibu, dan menyuruh akang untuk menyusul. Karena perjalanan dari lokasi pembangunan yang cukup jauh, aku takut semakin beresiko jika tetap memaksakan untuk menunggunya."Akang.." Begitu melihatku, Akang memeluk tubuhku dengan erat tanpa menekan perutku. Jujur saja, sampai detik ini kram itu masih terasa, hanya saja tidak separah tadi. Aku sudah konsul ke dokter kandungan selagi menunggu ibu diperiksa oleh dokter. Kata dokter kandungan itu sangat lumrah jika memasuki trimester kedua karena otot-otot perut semakin melebar dan tentu saja perut perlu adaptasi.Tapi aku memutuskan untuk tak memberitahu Akang karena aku gak mau menambah beban pikirannya."Apa yang terjadi.. saya sepanjang jalan panik Ay.. saya bahkan gak fo
Bagai mendengar petir di siang bolong. Bahkan ibu baru beberapa hari di rumah dan ini terjadi? Secepat ini?Tau gitu, mending kita menahan ibu untuk tetap di pondok kiayi Manshori daripada pulang dan akhirnya ibu jadi celaka.Kami memang meminta ibu untuk cepat pulang karena kami sangat rindu dengan kehadirannya.. Tapi bukan untuk seperti ini..Aku gak bisa membendung air mata, dan kuyakin muka ini sudah tak berbentuk lagi. Tapi hebatnya, lelaki di sampingku ini kelihatan begitu tegar. Walau kesedihan nampak di wajahnya, tapi dia tidak memperlihatkannya. Mungkin karena dia laki-laki, dan dia lebih hebat mengendalikan perasaannya."Nak.. sini..."Usai berperang dengan ego, kami pun memberanikan diri masuk ke ruang perawatan ibu dan yang terlihat pertama kali adalah sosok yang rapuh dan lemah sedang terbaring di kasur ditutupi selimut berwarna hijau."Ibu.. kenapa.. hikss.. kenapa.."Tapi, akhirnya pertahanan dia runtuh. Semakin mendekat ke dekat ibunya, semakin deras air matanya."Sstt
"Rey.. kemarilah.."Aku yang merasa terpanggil, segera mendekat dan meraih pergelangan tangan ibu. Ya Allah, aku baru sadar kalau kulit ibu pucat dan banyak lebam biru di mana-mana. Aku bukan dokter, tapi sedikitnya aku pernah baca-baca artikel mengenai berbagai macam penyakit dan ciri spesifiknya.Di antara yang pernah aku baca adalah tanda-tanda penyakit jantung yaitu banyak lebam di kulit, dan ini persis seperti yang aku lihat di gambar waktu itu."Iya bu, ini Rey.. hikss.. ibu yang kuat.."Rasanya suaraku hampir hilang, tenagaku rasa mau habis.. aku paksakan untuk tetap di samping ibu, walau rasanya aku seperti mau ambruk.Ibu menggeleng lemah, "Ibu tidak bisa. Rasa rindu pada bapak lebih besar.. maafin ibu ya.. dan.." Air kata beliau turun lagi, dan aku mengusapnya."Ibu mau minta maaf sama kamu Rey.. perlakuan ibu.. ketika awal kamu menikah.. sangat buruk.. hahhh..." Ya Allah, ibu... kenapa masih mengingatnya.. aku padahal sudah melupakan masa itu. Bagiku, itu adalah jalan yang
Kami semua berduka.. Al-aqso kembali berduka setelah lima tahun ditinggalkan pemimpinnya. Kami kehilangan cahaya pondok ini, dan kami semua menangis...Aku sudah memberitahukan Ayah dan Bunda, para sahabat aku, termasuk Reza perihal kepergian ibu mertuaku untuk selamanya. Mereka semua sangat shock karena selama ini benar-benar tidak ada sedikitpun kabar mengenai sakitnya ibu.Aku pun begitu.. karena aku pikir ibu sehat-sehat saja mengingat beliau jarang mengeluh sakit dan selalu aktif. Tapi itu lah garis takdirnya. Ibu harus pergi karena rasa rindunya.. Dan aku ingat sekali, beberapa waktu yang lalu, sebelum ibu pergi ke pondok kiayi Manshori, ibu pernah bilang sesuatu padaku."Nanti kalau suatu saat ibu dipanggil Allah dan bertemu sama bapak.. hal pertama yang mau ibu ceritakan adalah bagaimana bahagianya ibu dengan adanya kamu, dua cucu ibu.. hanya kalianlah penyemangat ibu setelah ditinggal bapak ... Jadi untuk saat ini, ibu beruntung telah hadir di tengah-tengah kalian.."Ternyat