Orang-orang di sekitar turut mengkritik wajah Harry yang menyeramkan. Harry sudah terbiasa dengan kritikan seperti itu sehingga tidak ingin meladeni.Akan tetapi, Grace malah mengira Harry hanya diam karena merasa rendah diri. Seketika, amarah Grace berkecamuk. Dia langsung menyerbu ke kerumunan, lalu melindungi Harry di belakangnya.Grace berkata tanpa rasa sungkan sedikit pun, "Tolong lebih sopan kalau bicara, ya. Anakmu yang menabrak tunanganku sampai jasnya jadi kotor. Kami nggak mencari masalah, tapi kamu malah menyalahkan kami?""Kenapa kamu bicara begitu sih? Lihat dulu tampang tunanganmu itu. Dia pasti membuat anakku ketakutan, makanya anakku menabraknya. Aku nggak meminta kompensasi dari kalian, tapi kalian malah bersikap nggak masuk akal begini. Gimana kalau anakku trauma melihat wajahnya?" Bukan hanya tidak meminta maaf, wanita itu malah bertambah galak.Kerumunan mulai membantu dan menatap mereka dengan ekspresi menghina."Benar. Wajahnya jelek sekali, anak kecil pasti keta
Menurut rekaman CCTV, memang anak itu yang menabrak Harry hingga kue di tangan mengenai jas Harry. Bukti ini membuat orang-orang tidak bisa bersuara. Bagaimanapun, ibu dan anak itu yang bersalah, bahkan bersikap tidak masuk akal.Wanita itu beralasan, "Namanya juga anakku masih kecil. Selain itu, kamu juga menakutinya. Orang dewasa seperti kita nggak seharusnya bersikap perhitungan dengan anak kecil.""Aku nggak keberatan anakmu menabrak tunanganku. Tapi, aku keberatan dengan sikapmu. Kamu harus membayar ganti rugi untuk jas ini!" sahut Grace dengan kesal."Cuma jas kok, memangnya bisa semahal apa? Dasar mata duitan!" Wanita itu mengerlingkan mata, lalu meneruskan, "Berikan aku label jasnya, aku akan membayarmu setengah. Gaji suamiku 100 juta per bulan, mana mungkin aku nggak bisa membayar."Grace tersenyum nakal mendengarnya. Wanita ini memang tidak akan sanggup membayarnya. Grace menatap Harry, lalu berkata, "Cepat suruh sekretarismu mengantar label jasmu. Kita nggak boleh melepaskan
"Aku nggak ingin makan di sana lagi, jadi kita pergi ke tempat lain," sahut Harry dengan dingin. Kemudian, dia mengemudikan mobilnya ke toko kue lain.Grace masih trauma dengan kejadian sebelumnya. Ketika melihat Harry hendak melangkah masuk, wanita itu tanpa sadar menarik tangannya.Harry tentu tahu apa yang dipikirkan Grace. Hatinya terasa hangat. Dia bertanya, "Kenapa? Kamu begitu peduli padaku?"Harry menyunggingkan senyuman tipis. Senyuman itu membuat wajahnya yang menyeramkan menjadi jauh lebih lembut. Jika wajah Harry tidak cedera, pria ini pasti akan menjadi pria tertampan di dunia. Semua wanita akan terpesona padanya.Pipi Grace seketika menjadi merah. Dia merasa malu. Dia telah mengakui Harry sebagai calon suami sehingga mereka sudah sepantasnya berbagi suka dan duka bersama. Selain itu, mana mungkin dia membiarkan orang lain menindas Harry!Grace mencebik, lalu memaksakan diri untuk membalas, "Siapa bilang aku peduli? Aku cuma nggak suka melihat orang tua nggak masuk akal se
Harry merasa senang melihat wajah Grace yang tersipu. Dia tidak bisa menahan diri untuk menggoda Grace lagi. "Bukannya kamu bilang harus dilatih? Ini termasuk inspeksi mendadak, 'kan? Atau kamu nggak serius dengan omonganmu?"Suara Harry terdengar rendah dan merdu. Grace tahu bahwa pria ini sedang menantangnya. Grace paling tidak bisa ditantang seperti ini. Dia membalas dengan kesal, "Kamu kira aku takut?"Grace langsung memegang wajah Harry. Ini pertama kalinya dia menyentuh kulit yang terbakar itu. Sentuhan dingin itu membuatnya merasa agak takut. Namun, ketika teringat mereka akan menikah, ketakutan itu seketika sirna.Harry tidak sekejam yang dirumorkan, 'kan? Grace hendak mencium pipi Harry, tetapi Harry sontak mengubah arah sehingga bibir keduanya bersentuhan.Grace terperangah dan memelotot. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Di sisi lain, Harry langsung memberikan ciuman mendalam.Ketika Grace bereaksi kembali dan hendak melawan, Harry sudah merajalela. Pria i
"Be ... benar. Makanya, kamu bisa bertemu denganku dan mengakhiri masa lajangmu, 'kan? Aku belum selesai bicara tadi, kamu yang tiba-tiba muncul ...," jelas Grace."Jadi, kemunculanku nggak tepat waktu, ya?" tanya Harry."Ya ... begitulah ...," sahut Grace. Mana mungkin dia berani bicara jujur? Dia takut dibunuh pria ini.Harry tersenyum dalam hati melihat Grace yang panik. Mungkin dia merasa kesepian selama ini, jadi suasana hatinya menjadi lebih baik sejak kedatangan Grace."Kalau begitu, kamu lanjutkan sisanya. Aku mau dengar." Harry sengaja menyulitkan Grace. Dia tidak berniat melepaskannya begitu saja.Grace sungguh kewalahan. Dia harus memuji Harry sekarang? Meskipun nilai bahasanya 100, Grace tidak bisa menemukan kata sifat yang cocok untuk pria ini.Setelah ragu-ragu cukup lama, Grace akhirnya memaksakan diri untuk berkata, "Kamu ini gagah dan tegap. Kalau berada di samping, aku merasa sangat aman. Tubuhmu juga sangat proporsional. Kamu juga sangat hebat ...."Grace tidak bisa
Ketika Grace sedang menikmati pemandangan indah di taman, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di belakang. Dia mengira pelayan tadi masih mengikutinya sehingga berkata, "Kamu nggak perlu mengikutiku lagi, aku sudah tahu tempat ini ...."Begitu berbalik, Grace sontak tidak bisa berkata-kata. Dia melihat seorang pria asing di belakangnya. "Siapa kamu ...."Sebelum sempat melanjutkan pertanyaan, pria itu sudah melemparkan diri ke arah Grace, bahkan memeluknya dengan erat. Grace yang ketakutan pun meronta-ronta, tetapi kesenjangan kekuatan di antara mereka terlalu besar. Dia bisa mencium aroma alkohol yang kuat. Pria ini pasti mabuk."Aku nggak nyangka ada wanita secantikmu di sini. Untuk apa kamu melayani pria tua? Lebih baik kamu ikut denganku. Aku bisa memberimu kekayaan dan kemuliaan. Hehe, kamu benar-benar cantik dan seksi," ucap pria itu."Tolong!" Begitu Grace berteriak, pria itu langsung menutup mulutnya dengan kuat. Ekspresi tidak sabar membuat wajah pria itu terlihat makin ber
Karena situasi ini sangat serius, para pelayan segera melaporkannya kepada Harry dan Aryan. Keduanya buru-buru menuruni tangga.Di ruang tamu, terlihat Grace yang berbaring dengan wajah pucat. Dia ditendang dan ditampar, tubuhnya yang mungil mana mungkin bisa menahan siksaan seperti itu.Harry memicingkan mata dan bergegas menghampiri. Aryan mengernyit dan mengentakkan tongkat ke lantai sambil bertanya, "Apa yang terjadi? Kenapa dia tiba-tiba terluka begini?"Frandy yang bersalah segera menyahut, "Kakek, dia mencoba merayuku di taman. Aku menolaknya, tapi dia masih bersikeras. Makanya, aku langsung memberinya pelajaran. Usir saja pelayan rendahan ini!"Begitu mendengarnya, Aryan langsung tahu bahwa Frandy berbohong. Sebelum sempat menegur, Harry sudah bersuara, "Kamu bilang dia merayumu?"Wajah Harry tampak sangat suram, membuat Frandy tak kuasa bergidik dan berkeringat dingin. Dia takut pada Harry ....Frandy memberanikan diri. Dia tidak boleh ketahuan berbohong. "Benar, dia merayuku.
Ekspresi Harry tampak suram, membuatnya terlihat seperti malaikat kematian dengan aura membunuh yang kuat. Tiba-tiba, dia menendang perut Frandy hingga membuatnya terjatuh. Frandy yang kesakitan pun menarik napas dalam-dalam dan berteriak memohon ampun.Harry mencengkeram leher Frandy, memaksanya untuk berdiri. Karena tidak bisa bernapas, Frandy membelalakkan matanya dengan takut. Dia berujar dengan susah payah, "Paman, maafkan aku. Aku sudah tahu salah. Aku nggak akan berani lagi. Masa kamu lebih memilih wanita asing daripada keponakanmu sendiri? Wanita nggak pantas diperlakukan seperti ini ....""Nggak pantas?" Harry memicingkan matanya mendengar ini. Sejak Grace kembali ke rumah Harry, Harry sudah bertekad untuk melindungi dan menyayanginya. Namun, sebelum dirinya sempat menyenangkan Grace, Frandy sudah menyiksanya sampai seperti itu.Harry sama sekali tidak kasihan melihat Frandy yang ketakutan seperti ini. Aryan tidak tahan lagi sehingga segera berucap, "Harry, dia satu-satunya ke
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b
Joshua mengorbankan dirinya agar Hannah bisa kabur. Namun, dia tidak bisa menahan pukulan ketiga pria untuk waktu yang lama.Hannah masih bingung. Dia sama sekali tidak mengerti ucapan Joshua. Hannah bertanya, "Kenapa kamu nggak lawan mereka? Tanganmu cuma pajangan, ya?"Pandangan Hannah agak kabur. Setelah beberapa saat, dia baru melihat Joshua sama sekali tidak melawan. Joshua hanya memegang kepalanya untuk menghindari pukulan ketiga pria. Dia mendesak Hannah, "Kamu ... cepat pergi ...."Salah satu pria menyindir, "Pria lemah sepertimu masih berani menyelamatkan wanita cantik? Dasar nggak tahu diri! Wanita cantik ini nggak butuh bantuanmu, kamu nggak usah sok hebat lagi! Kami akan melepaskan kamu, cepat minggir!"Ketiga pria itu sudah puas memukul Joshua dan hendak pergi. Salah satu pria mengamati Hannah dengan ekspresi mesum. Hannah sangat cantik dan postur tubuhnya sangat bagus. Mereka bertiga merasa sangat beruntung.Salah satu pria menggoda, "Cantik, kami antar kamu pulang.""Oke
Hannah berkata, "Aku ... nggak mabuk. Aku mau pulang ...."Sopir menegur, "Kamu dengar, nggak? Wanita cantik ini nggak ada hubungannya denganmu. Kami mau pergi. Kalau kamu tahu diri, jangan halangi kami.""Aku mau lapor polisi!" sergah Joshua. Dia mengeluarkan ponsel, tetapi sopir langsung merebut ponselnya dan membantingnya ke tanah.Sopir itu juga menginjak ponsel Joshua. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan ekspresinya tampak garang. Sopir berujar, "Kamu ini benar-benar nggak tahu diri!"Sopir memerintah rekannya, "Seret dia ke sudut. Jangan terlalu heboh."Joshua membusungkan dadanya, lalu menantang, "Kalian bertiga maju sama-sama. Aku nggak takut dengan 3 pengecut seperti kalian."Joshua takut 2 pria yang lain akan membawa Hannah pergi saat dia menghadapi salah satu dari mereka. Dia tidak ingin mengambil risiko, jadi dia terpaksa menggertak mereka.Ketiga pria itu melihat satu sama lain sambil mengernyit. Mereka mengira Joshua adalah orang hebat. Ketiganya juga tidak berani m