Bab 11

"Aku nggak ingin makan di sana lagi, jadi kita pergi ke tempat lain," sahut Harry dengan dingin. Kemudian, dia mengemudikan mobilnya ke toko kue lain.

Grace masih trauma dengan kejadian sebelumnya. Ketika melihat Harry hendak melangkah masuk, wanita itu tanpa sadar menarik tangannya.

Harry tentu tahu apa yang dipikirkan Grace. Hatinya terasa hangat. Dia bertanya, "Kenapa? Kamu begitu peduli padaku?"

Harry menyunggingkan senyuman tipis. Senyuman itu membuat wajahnya yang menyeramkan menjadi jauh lebih lembut. Jika wajah Harry tidak cedera, pria ini pasti akan menjadi pria tertampan di dunia. Semua wanita akan terpesona padanya.

Pipi Grace seketika menjadi merah. Dia merasa malu. Dia telah mengakui Harry sebagai calon suami sehingga mereka sudah sepantasnya berbagi suka dan duka bersama. Selain itu, mana mungkin dia membiarkan orang lain menindas Harry!

Grace mencebik, lalu memaksakan diri untuk membalas, "Siapa bilang aku peduli? Aku cuma nggak suka melihat orang tua nggak masuk akal seperti itu. Aku bukan membantumu, tapi membantu diriku sendiri. Kalau ada orang yang menjelek-jelekkanmu, berarti orang itu juga menjelek-jelekkanku. Kita ini calon suami istri, 'kan ...."

Harry tahu Grace mudah merasa malu, jadi tidak menyulitkannya lagi. Harry menggenggam erat tangan Grace, lalu berkata, "Masuklah, restoran ini diinvestasi oleh Keluarga Prayogo."

Grace menghela napas lega mendengarnya. Seketika, dia merasa iba lagi pada Harry. Harry tidak ada bedanya dengan vampir yang tidak boleh terkena sinar matahari. Dia harus sangat berhati-hati saat keluar.

Meskipun didukung oleh Keluarga Prayogo yang kaya raya, Harry tetap tidak bisa mengubah penampilannya. Pria ini pasti ... merasa sangat kesepian, 'kan?

Grace mengikuti Harry di belakang sambil memandang punggungnya. Tiba-tiba, dia bertekad untuk melindungi calon suaminya ini. Dia tidak akan melepaskan siapa pun yang berani menindas Harry.

"Omong-omong, gimana kalau wanita itu masih ngotot menyalahkanku?" tanya Harry dengan nada tidak acuh.

Grace mengangkat alisnya sedikit, lalu bergumam, "Aku sudah pasti nggak akan melepaskannya."

"Memangnya kamu bisa menang darinya?" tanya Harry lagi.

"Tetap harus dicoba. Nggak mungkin aku membiarkanmu ditindas, 'kan? Tenang saja, aku ini sangat setia. Aku nggak bakal mencampakkanmu begitu saja," ucap Grace dengan lantang. Kemudian, dia menepuk-nepuk bahu Harry dengan percaya diri.

Tanpa diduga, Harry tiba-tiba menghentikan langkah kakinya sehingga hidung Grace menabrak punggungnya. Grace pun bertanya, "A ... apa yang kamu lakukan?"

"Oke. Kalau suatu hari kamu mencampakkanku, aku akan mematahkan kakimu," ujar Harry. Kalau Grace melihat dengan saksama, dia pasti bisa melihat tatapan penuh kasih dari mata tajam itu.

Setelah mendengarnya, Grace mengumpat ribuan kali dalam hatinya. Dia sudah begitu baik, tetapi Harry malah mengancamnya. Dasar pria kejam!

Karena Harry yang mentraktir hari ini, Grace pun tidak sungkan-sungkan. Lagi pula, pria ini mampu membeli setelan yang harganya setinggi langit.

Grace makan sangat banyak. Kemudian, Harry mengantarnya kembali ke universitas. Mobil mewah ini terlalu mencolok, jadi Grace menyuruh Harry berhenti di persimpangan. Tanpa diduga, Harry masih mencari kesempatan untuk menggodanya.

"Cium aku dulu baru boleh turun," ujar Harry.

"Apa?" Wajah Grace sontak memerah. Dia duduk di samping kursi pengemudi sehingga bisa melihat bagian wajah Harry yang sempurna. Jika tidak ada bagian wajah yang hancur itu, para wanita pasti berbondong-bondong mendekatinya. Sementara itu, Grace malah menelan ludahnya karena terpana dengan ketampanan Harry.