Harry merasa tidak tega melihat Grace yang panik seperti itu. Ini salahnya karena sudah lalai semalam. Jika lebih berhati-hati, Grace tidak akan mengalami kejadian menakutkan seperti itu. Dia mengelus kepala Grace dan berkata dengan lembut, "Aku percaya kok. Aku tahu kamu bukan orang seperti itu."Grace merasa tenang mendengarnya. Kepercayaan Harry ini jauh lebih berarti dari apa pun. Grace merasakan kehangatan mendalam di hatinya. Kemudian, dia bertanya, "Gimana dengan Frandy?""Tenang saja, aku nggak bakal melepaskannya begitu saja," timpal Harry."Jangan begitu, kalian ini keluarga. Selain itu, aku tahu posisimu di Keluarga Prayogo kurang bagus. Kalau kamu melakukan sesuatu pada Frandy, kakakmu pasti akan membalas dendam!" bujuk Grace."Kamu mencemaskanku, ya?" tanya Harry. Dia sulit memercayai ucapan Grace. Wanita ini terluka, tetapi masih memilih untuk mengalah supaya Harry tidak menyinggung siapa pun."Tentu saja, kamu tunanganku. Aku memang syok dengan kejadian itu, tapi aku bai
Frandy lagi-lagi jatuh pingsan karena kesakitan. Harry tidak peduli. Dia terus menginjak tangan Frandy dengan kuat."Pulangkan bajingan ini. Beri tahu kakak dan kakak iparku kalau aku nggak suka siapa pun bertindak macam-macam dengan wanitaku. Kali ini cuma tangannya yang kuhancurkan, lain kali nggak akan seringan ini lagi. Suruh mereka segera melahirkan anak kedua. Kalau nggak, bajingan ini cepat atau lambat akan mati di tanganku," ujar Harry dengan dingin.Cuaca jelas-jelas begitu panas, tetapi suhu di gudang terasa begitu dingin. Tatapan Harry terlihat seperti iblis yang haus darah.Juan ketakutan melihatnya. Harry sudah lama tidak semarah ini. Terakhir kali, Harry marah karena ledakan kapal pesiar itu ....Juan tidak berani berlama-lama sehingga buru-buru membawa Frandy pergi. Ketika hendak pergi, Harry tiba-tiba berpesan, "Jangan sampai Grace tahu tentang ini, paham?""Baik, Pak." Juan mengiakan. Sepertinya, bosnya ini masih ingin bersandiwara di depan Grace.....Siang hari, Grac
"Kamu bodoh, ya? Kalau aku pria, aku nggak akan menyukaimu. Lihat tubuhmu yang rata macam triplek dan jarang berdandan. Selain itu, Keluarga Prayogo bukan keluarga kaya. Gimana caramu menjerat hatinya? Dengan ketulusanmu? Dunia ini nggak sesimpel yang kamu bayangkan!" jelas Hannah."Aku percaya pada Harry!" ujar Grace dengan keras kepala. Dia yakin masih ada ketulusan di dunia. Grace tidak akan menduga bahwa Harry menyembunyikan sesuatu darinya.Sore hari, Harry benar-benar datang untuk menjemputnya. Hannah yang melihatnya pun tak kuasa mentertawakannya.Keesokan hari, Hannah langsung menghampiri Grace setelah pelajaran berakhir. Hannah melamar di sebuah perusahaan dan harus menghadiri wawancara hari ini. Dia merasa bosan jika sendirian, jadi mengajak Grace untuk menemaninya.Keduanya berdiri di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi. "Grup J.C? Ini perusahaan asing hebat yang tiba-tiba memasuki ibu kota, 'kan?""Benar. Kudengar, bosnya sangat misterius dan sepertinya orang asing. H
Grace menarik Hannah ke sisinya, lalu memperkenalkan, "Ini Hannah, sahabat sekaligus seniorku. Dia mahasiswi tahun keempat.""Halo, terima kasih sudah menjaga Grace," sapa Harry sembari mengangguk. Dia tidak menjulurkan tangan karena tidak suka bersentuhan dengan wanita, kecuali istrinya sendiri.Hannah tersenyum kaku, tetapi Grace tidak memperhatikannya. Kemudian, Grace melambai kepada Harry untuk berpamitan dan menyuruhnya pergi bekerja.Setelah Harry pergi, Hannah baru menarik Grace keluar dari basemen. Hannah menarik napas untuk menenangkan diri. Grace bertanya, "Ada apa denganmu?""Wajahnya ...," sahut Hannah."Kamu sendiri juga sudah mendengar rumor tentang wajah buruk rupanya, 'kan?" tanya Grace."Ya, tapi aku nggak nyangka akan semengerikan itu. Grace, kamu nggak boleh menghancurkan masa depan sendiri demi keluargamu. Kamu baru berusia 18 tahun, hidupmu masih panjang. Masa kamu ingin menghabiskan sisa hidupmu dengan melihat wajah seperti itu? Kamu sangat cantik, pasti bisa mene
Keluarga Prayogo terdiri dari empat bersaudara. Harry berada di urutan ketiga. Dia memiliki dua orang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan yang merupakan anak adopsi.Harry dan kakak keduanya memiliki ibu yang sama, tetapi kakak keduanya sudah meninggal empat tahun yang lalu. Grace tidak menyangka bahwa pria itu meninggal karena kecelakaan.Ketika Grace masih larut dalam keterkejutannya, Juan meneruskan, "Insiden ini adalah trauma besar bagi Pak Harry, jadi dia nggak pernah membahasnya. Anggap saja aku nggak mengatakan apa pun hari ini. Bagaimanapun, Pak Harry sangat syok dengan kematian kakaknya. Dia baru bisa menerima realitas ini setelah setahun.""Aku mengerti, terima kasih," ucap Grace dengan tulus. Dia merasa Harry tidak semenakutkan yang orang-orang katakan. Harry hampir tewas pada tahun itu. Jadi, wajahnya yang hancur seharusnya bukan masalah besar baginya lagi.Setelah pulang, Grace melihat pelayan sedang menyiapkan sup pereda pengar. Pelayan menjelaskan bahwa lambung Ha
Grace sontak merasa canggung. Dia tertegun menatap Harry, lalu Harry mengangguk kepadanya. Harry menyahut dengan santai, "Tentu saja."Grace diam-diam mengacungkan jempolnya. Kualitas mental para tokoh besar memang luar biasa. Grace saja hampir jatuh pingsan mendengar pertanyaan seperti itu.Aryan tersenyum sambil mengangguk. Tebersit kilatan tajam pada matanya. Dia sangat cerdas, mana mungkin tidak menyadari keanehan ini. Itu sebabnya, dia datang untuk mendekatkan kedua insan ini.Harry membawa Grace ke kamar. Tidak lama setelah pintu ditutup, Rudi langsung datang untuk memindahkan semua barang-barang.Sementara itu, Aryan melirik sekilas. Ketika melihat ini, dia tersenyum nakal sambil berkata, "Kalian cepat istirahat, ya. Rudi, suruh orang pindahkan sofa dan kursi gantung itu juga."Segera, semua barang dipindahkan. Grace hanya bisa termangu menatap Harry. Jelas sekali, Aryan ingin keduanya tidur bersama. Itu sebabnya, dia menyuruh pelayan memindahkan sofa dan kursi."Gimana ini?" ta
"Ce ... cepat pakai baju. Jangan sampai kamu jatuh sakit," ujar Grace dengan suara bergetar. Dia tidak berani bertatapan dengan Harry."Anggap saja ini latihan sebelum kita menikah," goda Harry sambil tersenyum nakal."I ... itu masih lama, latihannya nanti saja. Nah, cepat sedikit," sahut Grace yang melemparkan piama kepada Harry.Harry tahu calon istrinya ini pemalu, jadi dia langsung mengenakan piamanya. Kemudian, Grace melompat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi. "Giliranku."Selesai mandi, Grace merasa nasibnya sangat sial. Dia sibuk mencari piama untuk Harry sampai lupa pada piama dan jubah mandi sendiri. Satu-satunya handuk di kamar mandi dibawa Harry, apa yang harus dilakukannya sekarang?Grace pun membuka pintu sedikit, lalu menjulurkan kepalanya. Dengan wajah tersipu, dia bertanya, "Eee .... Harry, bisa tolong ambilkan pakaianku?"Harry yang duduk di ranjang pun mendongak, lalu melihat kepala Grace dan pantulan tubuhnya di pintu kaca. Asalkan mendekat, Harry sudah bisa m
Grace memelototinya dengan galak. Wajah mungilnya tampak merah. Setelah memeras otaknya cukup lama, dia tidak bisa menemukan makian yang tepat untuk Harry."Huh! Lagian, kamu cuma bisa melihatnya!" ujar Grace dengan kesal. Kemudian, dia langsung masuk ke selimut. Harry merasa jengkel mendengarnya. Kenapa dia hanya boleh melihat?Dulu, Grace merasa ranjang ini sangat besar. Sekarang, dia malah merasa sempit karena kehadiran Harry. Dia merasa sangat aneh jika tidur bersama Harry.Sekujur tubuh Grace terasa panas, seolah-olah darahnya bergejolak hebat. Dia meringkukkan tubuh dan berbaring di pojok tanpa berani bergerak.Namun, Harry tiba-tiba mendekat. Grace ketakutan hingga bergeser. Ketika Grace hampir terjatuh, Harry langsung merangkul pinggangnya dan memeluknya."Bukannya kamu percaya padaku? Kenapa tiba-tiba jadi takut?" goda Harry.Grace membalas dengan keras kepala, "Siapa juga yang takut? Aku cuma nggak terbiasa berbagi ranjang dengan orang lain.""Kalau begitu, kamu harus segera
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b