Grace memelototinya dengan galak. Wajah mungilnya tampak merah. Setelah memeras otaknya cukup lama, dia tidak bisa menemukan makian yang tepat untuk Harry."Huh! Lagian, kamu cuma bisa melihatnya!" ujar Grace dengan kesal. Kemudian, dia langsung masuk ke selimut. Harry merasa jengkel mendengarnya. Kenapa dia hanya boleh melihat?Dulu, Grace merasa ranjang ini sangat besar. Sekarang, dia malah merasa sempit karena kehadiran Harry. Dia merasa sangat aneh jika tidur bersama Harry.Sekujur tubuh Grace terasa panas, seolah-olah darahnya bergejolak hebat. Dia meringkukkan tubuh dan berbaring di pojok tanpa berani bergerak.Namun, Harry tiba-tiba mendekat. Grace ketakutan hingga bergeser. Ketika Grace hampir terjatuh, Harry langsung merangkul pinggangnya dan memeluknya."Bukannya kamu percaya padaku? Kenapa tiba-tiba jadi takut?" goda Harry.Grace membalas dengan keras kepala, "Siapa juga yang takut? Aku cuma nggak terbiasa berbagi ranjang dengan orang lain.""Kalau begitu, kamu harus segera
Rudi merasa agak canggung. Dia dan Aryan sudah cukup tua, sekarang mereka malah sibuk membahas masalah pribadi anak-anak. Rudi berdeham sejenak, lalu berkata dengan penuh hormat, "Tuan, kalau boleh tahu apa yang kamu maksud dengan saling mencintai? Hubungan Tuan Harry dan Nona Grace sangat baik. Mereka selalu saling menghormati dan harmonis.""Bukan itu yang kutanyakan!""Hm ... Nona Grace masih sangat muda, jadi Tuan Harry selalu mengalah pada Nona Grace. Mengenai masalah yang lainnya, aku juga nggak berani menyimpulkan sendiri."Mendengar ucapannya, Aryan langsung mengerti bahwa tidak pernah terjadi apa pun pada kedua orang itu."Bukannya malam itu sudah kuatur? Kenapa nggak berhasil?" Maksud Grace adalah saat pertemuan pertama antara Harry dan Grace. Dia sudah mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan seorang menantu untuk Harry, tentunya itu bukan hanya untuk pajangan!Grace memang masih muda, tapi Harry sudah cukup dewasa. Semakin muda usia istrinya, justru harus semakin cepat di
Grace khawatir apakah matanya akan bintitan setelah melihat sesuatu yang tidak pantas dilihatnya. Harry mengelap tubuhnya, lalu mengenakan pakaian dan berkata, "Kamu bisa berbalik sekarang, aku sudah berpakaian."Setelah membalikkan badan, Grace yang melihat Harry sudah berpakaian rapi pun merasa lega. Dia bergegas cuci muka dan sikat gigi, lalu buru-buru turun bersamanya untuk sarapan.Aryan sudah duduk di depan meja makan. Kalimat pertama yang dia ucapkan saat melihat Harry adalah, "Nak, wajahmu kelihatannya kurang sehat. Nggak tidur nyenyak semalam?"Grace baru menyadari ada lingkaran hitam di bawah mata Harry, bahkan matanya juga terlihat merah. Apakah Harry tidak tidur nyenyak semalam?Harry menjawab dengan nada datar, "Nggak apa-apa, cuma mimpi buruk."Tentu saja alasannya ini tidak bisa mengelabui Aryan. Dia paham bahwa Harry pasti sangat menderita karena tidak bisa menikmati Grace yang terpampang di hadapannya. Padahal Harry masih muda dan bertubuh kekar, tapi kenapa malah puny
Grace mendengar suara Harry yang berat dan serak seperti sedang kesulitan menahan sesuatu. "Orang sakit mana boleh mandi air dingin?" sergahnya dengan panik. Saat masuk ke kamar mandi, dia melihat Harry yang sedang berdiri di bawah pancuran air."Kamu sudah gila ya? Penyakitmu bisa tambah parah!" Grace langsung menarik lengan Harry untuk mencoba membawanya keluar. Namun tak disangka, pria itu langsung menekannya ke dinding dengan keras. Di bawah pancuran air, baju Grace juga jadi basah kuyup.Grace sedang mengenakan piama yang tipis. Bajunya yang basah itu menempel pada kulitnya, sehingga menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah. Pemandangan ini membuat orang yang melihatnya akan berimajinasi liar."Ke ... kenapa kamu ini?" Grace baru menyadari bahwa Harry tidak terlihat seperti sedang sakit. Pria ini memancarkan aura yang menakutkan bagaikan binatang buas. Mata Harry sedikit memerah, menyimpan emosi yang dalam dan menakutkan seperti ombak besar yang seolah-olah bisa menelannya.Jantung G
"Kamu tahu apa yang sedang kamu bicarakan?" Harry mengernyitkan alisnya. Sepasang matanya terus menatap Grace dengan intens, seolah-olah bisa menebak pikirannya.Grace tentu sadar dengan apa yang dia katakan. Dia bukan lagi anak kecil, dia tahu jelas dengan apa yang dia lakukan dan akan bertanggung jawab atas tindakannya."Kamu membutuhkanku, kamu ini tunanganku. Aku nggak seharusnya ... menolakmu ...."Grace melangkahkan kakinya yang ramping dan berjalan ke hadapan bak mandi. Setelah menarik napas, dia bersiap untuk menanggalkan pakaiannya. Harry langsung berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya tampak suram dan menakutkan. Dia menggendong Grace dan berjalan keluar dari kamar mandi.Grace langsung mengerti. Dia justru merasa agak bersyukur karena Harry memberinya pengalaman pertama yang baik. Dia tidak berani menatap Harry, sehingga terpaksa memejamkan matanya."Tolong ... lakukan dengan lembut ya? Aku ... takut sakit ...," celetuknya dengan bersusah payah.Namun, tiba-tib
"Nggak apa-apa, mentalku kuat. Justru kamu sendiri, apa kamu baik-baik saja?"Grace merasa situasi tadi sangat canggung baginya. Entah kenapa tadi dia memutuskan untuk berbaik hati, padahal Harry sama sekali tidak menghargainya."Kamu khawatir padaku?" tanya Harry."Aku ... lebih khawatir pada diriku sendiri," gumam Grace dengan pelan."Apa?" Harry mengernyitkan alisnya karena tidak bisa mendengar ucapan Grace dengan jelas."Nggak apa-apa, tidurlah. Kamu juga sudah capek, cepat istirahat." Grace menggeser posisinya agar Harry bisa berbaring. Saat ujung jarinya tidak sengaja menyentuh lengan Harry, Grace bisa merasakan bahwa kulit Harry masih terasa panas saat ini.Setelah naik ke tempat tidur, Harry tetap tidak berani sembarangan menyentuh Grace. Sebab, Grace bisa membangkitkan gelora dalam tubuhnya dengan mudah. Karena sudah berjanji akan menunggunya berusia 20 tahun, Harry harus berusaha menepati janjinya. Jika telah menemukan seseorang yang cocok, jangankan dua tahun, Harry bahkan r
Tidak boleh berubah pikiran? Tanpa sadar, Grace langsung menoleh pada Harry. Sementara itu, Harry juga sedang menatapnya dengan tatapan yang rumit. Grace tidak bisa menebak maksud tatapan itu, apakah itu adalah penantian atau tidak acuh?Grace membalas, "Paman, aku mengerti, aku nggak akan berubah pikiran. Semoga kelak benar-benar bisa memanggilmu Ayah."Mendengar hal ini, Aryan langsung merasa sangat bergembira dan terus-menerus mengangguk. Dengan kondisi kesehatan Harry yang seperti ini, dia masih bisa mendapat istri yang begitu cantik dan pengertian. Ini benar-benar sebuah keberuntungan bagi Harry.Sebelum berangkat, Aryan kembali berpesan pada Grace untuk meneleponnya jika sampai ditindas oleh Harry. Aryan berjanji akan langsung datang untuk membela Grace. Begitu Aryan pergi, Grace langsung melambaikan gelang di tangannya dan berkata pada Harry, "Harry, apa ini termasuk jaminan kebebasan untukku?""Yah, bisa dibilang begitu.""Baguslah kalau begitu. Dengan begitu, aku bisa mengguna
Hannah melihatnya dengan ragu-ragu. "Kenapa? Apa kehidupan seksmu nggak cocok dengan Harry? Ada rumor yang mengatakan bahwa Harry lemah syahwat. Apa itu benaran?"Mendengar hal ini, wajah Grace langsung memerah. Pertanyaan Hannah terlalu blak-blakan, dia bahkan merasa agak malu mendengarnya. Grace sekarang memang tidak peduli dengan masalah ini, tapi dia tidak bisa menjamin tidak akan keberatan kelak.Grace memang tidak pernah merasakan hubungan suami istri. Dia sebenarnya juga tidak keberatan jika tidak bisa merasakannya seumur hidup. Hanya saja, Grace menginginkan anak. Sebab, Grace tidak pernah mendapat cinta kasih dari orang tuanya sejak kecil. Oleh karena itu, dia ingin menebus kekurangan ini kepada anaknya.Jika Harry memang tidak bisa melakukan hubungan badan, Grace bisa saja mencoba bayi tabung. Mungkin akan lebih sulit, tetapi ini juga merupakan salah satu solusi.Grace melambaikan tangannya. "Nggak ada terjadi apa pun di antara kami, jadi mana mungkin aku bisa tahu hal sepert
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b