"Kamu tahu apa yang sedang kamu bicarakan?" Harry mengernyitkan alisnya. Sepasang matanya terus menatap Grace dengan intens, seolah-olah bisa menebak pikirannya.Grace tentu sadar dengan apa yang dia katakan. Dia bukan lagi anak kecil, dia tahu jelas dengan apa yang dia lakukan dan akan bertanggung jawab atas tindakannya."Kamu membutuhkanku, kamu ini tunanganku. Aku nggak seharusnya ... menolakmu ...."Grace melangkahkan kakinya yang ramping dan berjalan ke hadapan bak mandi. Setelah menarik napas, dia bersiap untuk menanggalkan pakaiannya. Harry langsung berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya tampak suram dan menakutkan. Dia menggendong Grace dan berjalan keluar dari kamar mandi.Grace langsung mengerti. Dia justru merasa agak bersyukur karena Harry memberinya pengalaman pertama yang baik. Dia tidak berani menatap Harry, sehingga terpaksa memejamkan matanya."Tolong ... lakukan dengan lembut ya? Aku ... takut sakit ...," celetuknya dengan bersusah payah.Namun, tiba-tib
"Nggak apa-apa, mentalku kuat. Justru kamu sendiri, apa kamu baik-baik saja?"Grace merasa situasi tadi sangat canggung baginya. Entah kenapa tadi dia memutuskan untuk berbaik hati, padahal Harry sama sekali tidak menghargainya."Kamu khawatir padaku?" tanya Harry."Aku ... lebih khawatir pada diriku sendiri," gumam Grace dengan pelan."Apa?" Harry mengernyitkan alisnya karena tidak bisa mendengar ucapan Grace dengan jelas."Nggak apa-apa, tidurlah. Kamu juga sudah capek, cepat istirahat." Grace menggeser posisinya agar Harry bisa berbaring. Saat ujung jarinya tidak sengaja menyentuh lengan Harry, Grace bisa merasakan bahwa kulit Harry masih terasa panas saat ini.Setelah naik ke tempat tidur, Harry tetap tidak berani sembarangan menyentuh Grace. Sebab, Grace bisa membangkitkan gelora dalam tubuhnya dengan mudah. Karena sudah berjanji akan menunggunya berusia 20 tahun, Harry harus berusaha menepati janjinya. Jika telah menemukan seseorang yang cocok, jangankan dua tahun, Harry bahkan r
Tidak boleh berubah pikiran? Tanpa sadar, Grace langsung menoleh pada Harry. Sementara itu, Harry juga sedang menatapnya dengan tatapan yang rumit. Grace tidak bisa menebak maksud tatapan itu, apakah itu adalah penantian atau tidak acuh?Grace membalas, "Paman, aku mengerti, aku nggak akan berubah pikiran. Semoga kelak benar-benar bisa memanggilmu Ayah."Mendengar hal ini, Aryan langsung merasa sangat bergembira dan terus-menerus mengangguk. Dengan kondisi kesehatan Harry yang seperti ini, dia masih bisa mendapat istri yang begitu cantik dan pengertian. Ini benar-benar sebuah keberuntungan bagi Harry.Sebelum berangkat, Aryan kembali berpesan pada Grace untuk meneleponnya jika sampai ditindas oleh Harry. Aryan berjanji akan langsung datang untuk membela Grace. Begitu Aryan pergi, Grace langsung melambaikan gelang di tangannya dan berkata pada Harry, "Harry, apa ini termasuk jaminan kebebasan untukku?""Yah, bisa dibilang begitu.""Baguslah kalau begitu. Dengan begitu, aku bisa mengguna
Hannah melihatnya dengan ragu-ragu. "Kenapa? Apa kehidupan seksmu nggak cocok dengan Harry? Ada rumor yang mengatakan bahwa Harry lemah syahwat. Apa itu benaran?"Mendengar hal ini, wajah Grace langsung memerah. Pertanyaan Hannah terlalu blak-blakan, dia bahkan merasa agak malu mendengarnya. Grace sekarang memang tidak peduli dengan masalah ini, tapi dia tidak bisa menjamin tidak akan keberatan kelak.Grace memang tidak pernah merasakan hubungan suami istri. Dia sebenarnya juga tidak keberatan jika tidak bisa merasakannya seumur hidup. Hanya saja, Grace menginginkan anak. Sebab, Grace tidak pernah mendapat cinta kasih dari orang tuanya sejak kecil. Oleh karena itu, dia ingin menebus kekurangan ini kepada anaknya.Jika Harry memang tidak bisa melakukan hubungan badan, Grace bisa saja mencoba bayi tabung. Mungkin akan lebih sulit, tetapi ini juga merupakan salah satu solusi.Grace melambaikan tangannya. "Nggak ada terjadi apa pun di antara kami, jadi mana mungkin aku bisa tahu hal sepert
Greta tidak menyangka Grace akan melawannya. Dia mengentakkan kaki dengan marah dan hendak menarik tangannya kembali. Namun, kekuatannya tidak sebanding dengan Grace. Sejak kecil, Greta tidak pernah kerja kasar sama sekali. Sebaliknya, Grace selalu masak dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.Pasalnya, dia terlahir di Keluarga Lugiman bukan untuk menikmati hidup menjadi putri, melainkan untuk membayar karma buruk ibunya! Greta tidak akan mungkin bisa menandingi kebencian dalam hati Grace."Sepertinya kamu sudah gila!" Greta mengangkat tangannya hendak memberi pelajaran pada Grace lagi. Namun, tangannya langsung didorong dengan kasar oleh Grace."Greta, coba saja kalau kamu berani menyentuhku lagi? Kamu masih mau menikah ke Keluarga Prayogo nggak? Kamu dan Frandy sudah sampai tahap membicarakan pernikahan, 'kan? Aku dengar, ibu Frandy merendahkan statusmu di Keluarga Lugiman dan menentang hubungan kalian? Kalau aku hasut Harry dan memintanya untuk bicara dengan ayahnya, kamu piki
Sementara itu, Harry yang terus menunggu di perempatan jalan, masih tidak kunjung melihat sosok Grace. Akhirnya dia memutuskan untuk mengendarai mobilnya ke sekolah dan mencari Hannah."Di mana Grace?""Aku sudah keliling sekolah, tapi nggak bisa menemukannya sama sekali! Greta tadi cari dia dan mereka janji ketemuan di suatu tempat. Apa kamu sudah tanyakan ke Keluarga Lugiman? Mungkin saja dia pulang?!"Harry mengerutkan alisnya sejenak. Setelah itu, dia langsung memerintahkan Juan untuk mengecek kamera pengawas sekolah dan menghubungi Keluarga Lugiman. Hanya dalam sekejap, dia sudah mendapat hasilnya.Harry bergegas ke gedung belajar keempat. Suasana di sana gelap gulita bagaikan rumah hantu. Hannah yang duluan berlari ke gedung itu, tapi tidak bisa membuka kunci pintunya. "Cepat bantu aku. Grace paling takut kegelapan, dia pernah ditakut-takuti waktu masih kecil!"Ekspresi Harry langsung menjadi muram. Dia menendang pintu itu dengan keras hingga pintu besi yang sudah using itu pun t
Grace melihat Harry yang masih tertidur lelap, hatinya tiba-tiba terasa lembut. Rasa takut dan perasaan sedih yang dia alami kemarin, kini lenyap begitu melihat Harry di sini. Untung saja, Harry akhirnya datang.Harry tidur dengan posisi menyamping, memperlihatkan setengah wajahnya yang terluka. Luka itu tidak terlihat menakutkan lagi sekarang. Grace menyentuh wajahnya dengan lembut, merasakan kulitnya yang berkerut dan kasar.Grace merasa iba terhadap Harry. Apakah saat kulitnya terbakar waktu itu, rasa sakitnya sangat menyiksa? Bagaimana perasaan Harry saat terbangun dan melihat wajahnya yang telah hancur? Dia pasti sangat putus asa.Tak kuasa menahan rasa simpati, Grace membungkuk dan memberi kecupan ringan di wajah Harry. Dia ingin mengusir rasa sakit Harry dan menghapus masa lalunya yang kelam. Jika Grace bisa mengulang semuanya dari awal, Harry juga pasti bisa melakukannya!Saat Grace sedang termenung, tiba-tiba terdengar suara lembut dan menawan di telinganya, "Kamu diam-diam me
Tatapan Harry tertuju pada wajah Grace yang terluka. Harry menyahut dengan dingin, "Menagih utang."Grace terkejut, apa Harry mau melindunginya dan mencari masalah dengan Greta? Grace merasa sedikit khawatir saat berdiri di depan pintu kediaman Keluarga Lugiman. Greta sudah bertekad untuk menjadi menantu Keluarga Prayogo. Kelak, Greta akan menjadi nyonya di Keluarga Prayogo setelah menikah dengan Frandy.Ayah Frandy memiliki saham sebesar 40 persen di perusahaan Keluarga Prayogo. Aryan memiliki saham 20 persen dan dewan direksi memegang saham 20 persen. Sementara itu, Harry hanya memiliki saham sebesar 10 persen. Sekarang, Harry malah berniat mencari masalah dengan Greta. Jika Frandy marah, nanti Harry pasti akan menanggung semua akibatnya.Grace menarik lengan baju Harry dan berkata, "Biar aku yang menyelesaikan masalah ini sendiri. Aku nggak mau kamu terlibat karena masalahku.""Bukannya aku ini pria yang nggak berguna kalau nggak bisa melindungi tunanganku sendiri?" timpal Harry.Ka
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b