Suasana menjadi tegang. Bahkan, Grace yang berdiri di dekat tangga merasa sangat gugup. Grace terus memandangi Harry yang membelakanginya. Tiba-tiba, dia merasa Harry tampak kesepian.Harry dan Steven adalah saudara seayah, tetapi beda ibu. Aryan lebih menyayangi Harry. Sebagai anak sulung, Steven tentu harus memikirkan kepentingan sendiri. Dia tidak akan membiarkan saham 20 persen milik Aryan diserahkan kepada Harry. Grace tahu hidup Harry di Keluarga Prayogo sangat sulit. Namun, dia tidak menyangka Harry begitu kesulitan sampai-sampai didesak Steven.Tak lama kemudian, Harry berkata dengan tenang, "Kak Steven tenang saja. Aku pasti nggak akan mengingkari janjiku. Aku sama sekali nggak mendengar Ayah berniat menyerahkan sahamnya kepadaku. Kalaupun ada, aku pasti akan menolaknya."Steven menimpali, "Aku baru merasa tenang setelah mendengar omonganmu ini. Kalau begitu, aku nggak akan berlama-lama lagi di sini. Aku juga mau menyelamatimu karena sudah menemukan calon istri."Steven berdir
Grace pergi ke bar pada siang hari untuk melihat-lihat terlebih dahulu. Sebagian besar tamu yang mengunjungi bar adalah mahasiswa di ibu kota. Jadi, bar ini cukup aman. Malam harinya, Grace langsung datang ke bar setelah kelas berakhir. Dia mengganti seragam pelayan.Saat Hannah datang, dia melihat Grace sibuk mengambilkan anggur untuk para tamu. Bisnis bar waktu malam hari sangat bagus. Grace sama sekali tidak sempat beristirahat untuk mengobrol dengan Hannah. Pada pukul 9 malam, Grace pamit pulang dengan Siska. Hannah merasa kasihan ketika melihat Grace yang keringatan.Hannah membantu Grace menyeka keringatnya seraya bertanya, "Apa kamu kekurangan uang? Beri tahu aku kalau kamu butuh uang. Untuk apa kamu bersusah payah kerja?"Grace menyahut, "Aku nggak merasa kesusahan. Dulu aku juga pernah kerja. Penghasilan di sini sudah cukup tinggi. Aku pikir mahasiswa itu miskin. Siapa sangka, tip yang mereka berikan kepadaku lumayan banyak."Hannah bertanya lagi, "Grace, sebenarnya apa yang t
Rudi bertanya balik, "Nona Grace, apa yang ingin kamu tanyakan?"Grace membalas dengan ragu-ragu, "Itu ... berapa gaji yang diberikan Harry kepadamu setiap bulan?"Rudi yang kebingungan menyahut, "Kenapa Nona Grace tiba-tiba menanyakan hal ini? Aku nggak punya gaji tetap. Tiap bulan, Tuan Harry akan memberiku uang untuk mengurus kebutuhan di rumah ini, seperti beli sayur dan barang lainnya.""Berapa banyak uang yang diberikan Harry kepadamu?" tanya Grace.Rudi ingin menjawab sekitar 200 juta, tetapi dia teringat dengan pesan Harry yang menyuruhnya untuk rendah hati agar tidak mengejutkan Grace. Akhirnya, Rudi menjawab seraya tersenyum, "Nggak banyak. Hanya 10 juta."Grace yang terkejut berseru, "Sepuluh juta? Banyak sekali!"Rudi segera mengoreksi, "Sebenarnya setiap bulan tetap ada sisa uang. Totalnya sekitar 6 juta. Aku akan mengembalikannya kepada Tuan Harry."Grace menanggapi, "Begini baru benar. Orang yang makan di rumah ini hanya aku, kamu, dan Harry. Kadang-kadang Juan juga maka
Grace menyahut, "Harry, bagiku kamu sangat kompeten. Sekarang, mencari pekerjaan di ibu kota sulit sekali. Kamu sudah cukup hebat bisa menghasilkan 100 juta per bulan. Itu berarti kamu bisa menghasilkan 1,2 miliar dalam setahun. Pantas saja perusahaan mempekerjakan sekretaris untuk membantumu."Harry tidak bisa berkata-kata. Gaji yang diberikan Harry kepada Juan saja sudah melebihi 1 miliar per bulan. Grace melanjutkan, "Harry, kita sudah memutuskan untuk hidup bersama. Seharusnya kita lebih berhemat dan menabung setiap bulan. Kelak kita akan menikah, kemungkinan kita menjalani program bayi tabung ... bukan, maksudku kita akan punya anak. Semuanya membutuhkan uang."Melihat ekspresi Grace yang serius saat berbicara, hati Harry luluh. Dia akan mendengarkan semua perkataan Grace. Kemudian, Harry menyerahkan kartu bank kepada Grace dan menjelaskan, "Semua gajiku ada di sini. Kamu bantu aku simpan. Kode PIN-nya sudah diganti menjadi hari ulang tahunmu. Beli saja apa pun yang kamu suka. Jan
"Um," sahut Grace. Dia mulai mengantuk. Pelukan Harry sangat hangat sehingga Grace merasa tenang, seolah-olah suara petir dan hujan di luar tidak terdengar lagi. Grace mencari posisi yang nyaman, lalu tertidur.Harry sama sekali tidak berhasrat. Dia merasa dirinya seperti menodai Grace yang polos jika berpikiran mesum. Harry yang merasa pusing membatin, 'Sialan, aku bahkan merasa seperti berbuat dosa saat memikirkan tunanganku. Bagaimana kalau kelak aku benar-benar menidurinya?'....Keesokan harinya, Grace yang hendak berangkat ke kampus menelepon Hannah dan memberitahunya bahwa Harry sudah menyerahkan gajinya. Grace bertanya, "Oh, iya. Hannah, kapan kamu ada waktu? Ada banyak soal yang nggak bisa kukerjakan, sulit sekali ...."Grace mengambil jurusan keuangan. Dia sendiri tidak terlalu menyukainya. Dulu, Viktor yang membantu Grace mengisi formulir pemilihan jurusan. Mungkin Viktor ingin Grace belajar keuangan agar bisa membantu Grup Lugiman. Namun, Grace sudah melupakan apa yang dipe
Grace menjelaskan, "Kak Siska, kamu benar-benar salah paham. Dia hanya seniorku. Malam ini Hannah nggak bisa datang, jadi Hannah meminta dia untuk mengantarku pulang. Aku mau ditemani karena aku nggak berani pulang malam-malam sendirian."Melihat wajah Grace yang memerah, Siska hanya tersenyum dan tidak berkomentar lagi. Pada pukul 9 malam, Grace pun pulang.Dennis yang mengantar Grace. Mobil Dennis lumayan bagus karena dia berasal dari keluarga kaya. Meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Rolls-Royce atau Porsche Cayenne, mobil Dennis juga cukup mahal.Grace memberi tahu alamat rumah Harry. Dennis yang terkejut bertanya, "Itu kompleks perumahan orang kaya. Kamu tinggal di sana?"Grace ingin mengatakan tunangannya tinggal di sana. Namun, dia juga tidak ingin kabar dirinya tinggal serumah dengan seorang pria sebelum menikah tersebar. Jadi, Grace menjawab, "Kerabatku tinggal di sana."Dennis mengangguk. Semua orang tahu bahwa Greta akan menikah dengan Frandy. Jadi, wajar saja jika Kelua
Grace baru menyadari ternyata Harry belum pergi. Dia menegur, "Apa yang kamu lakukan? Aku sedang belajar dengan kakak kelasku. Kamu benar-benar nggak sopan kalau tiba-tiba menutup laptop."Harry bertanya, "Memangnya soal apa yang nggak bisa kamu kerjakan? Untuk apa kamu mencari orang lain padahal ada ahli di rumah?"Ekspresi Harry sangat muram. Grace juga tidak bodoh, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Grace bertanya dengan ekspresi curiga, "Harry ... apa kamu ... cemburu?""Apa aku perlu cemburu dengan anak ingusan seperti itu?" tanya Harry. Dia mencibir, tetapi sebenarnya dia memang cemburu. Beraninya pria itu mengantar tunangannya pulang!Kemudian, ponsel Grace berdering. Grace langsung menjawab panggilan telepon. Dennis bertanya, "Kenapa kamu mengakhiri panggilan videonya?"Harry merebut ponsel Grace dan menjawab dengan ketus, "Grace sudah mau tidur. Jangan ganggu dia lagi."Grace memandang Harry dengan ekspresi tidak berdaya. Sudah jelas Harry sangat marah.Di sisi lain, Dennis kaget
Grace segera mengambil tugasnya. Sebenarnya dia merasa malu. Jelas-jelas Grace sudah masuk universitas, tetapi dia merasa dirinya seperti murid SD. Awalnya, dia tidak terlalu banyak berharap kepada Harry. Siapa sangka, Harry memahami semuanya. Harry pasti pebisnis licik karena dia bisa mengerjakan soal yang begitu sulit!Harry menjelaskan satu per satu kepada Grace. Suara Harry yang serak sangat enak didengar. Grace tertarik dengan suara Harry. Dia sama sekali tidak fokus dengan penjelasan Harry. Grace terus memandangi wajah Harry. Bibir Harry yang seksi tidak berhenti bergerak. Harry tampak serius dan sabar saat mengajar Grace.Grace terlena melihat pesona Harry. Akhirnya, Harry bertanya setelah selesai menjelaskan, "Kamu sudah paham?"Begitu mendongak, Harry melihat Grace sedang memandanginya. Ternyata, Grace melamun. Harry merasa tidak berdaya. Dia mengetuk kepala Grace dan berucap, "Apa kamu sudah puas melihatku? Air liurmu hampir menetes."Mendengar ucapan Harry, Grace baru tersad
Satria mengepalkan tinjunya dan menggerakkan lehernya hingga terdengar suara tulang yang berderak. Suara itu terdengar sangat menakutkan, sehingga membuat atmosfer menjadi tegang.Meskipun gemetaran, Joshua tetap mencoba berdiri di depan Hannah untuk melindunginya. Namun, Hannah mendorong Joshua ke samping dengan tegas."Jangan halangi aku! Mereka sudah mukul kamu sampai begini, hari ini aku akan balas dendam dan buat mereka babak belur! Mereka pikir, dengan badan berlemak gitu bisa menakutiku?" seru Hannah dengan penuh semangat.Hannah yang memang pernah belajar seni bela diri dan teknik penguncian sendi, langsung bersiap menghadapi Satria. Dulunya, dia memohon kepada seorang veteran militer selama berminggu-minggu untuk belajar teknik bela diri sebagai perlindungan diri. Sebagai wanita, dia tahu kekuatan fisik dan ukuran tubuhnya tidak akan sebanding dengan pria, jadi dia mengandalkan kecepatan dan strategi.Dengan lincah, Hannah menghindari pukulan Satria yang berbahaya dan menyeran
Apakah dia datang untuk membalas dendam? Bagaimanapun, tiga pria itu memang mencoba melecehkannya. Hannah mendorong pintu masuk dan resepsionis di depan menyambut dengan senyuman. "Selamat siang, Anda berdua mau belajar Taekwondo?""Nggak, aku mau cari orang. Ronan, Satria, dan Irwan, mereka ada di sini?" tanya Hannah dengan tenang."Oh, ada. Mereka pelatih di sini. Sekarang sepertinya mereka lagi melatih orang di dalam. Anda bisa mencarinya di ruang 2," jawab resepsionis dengan ramah."Baik, terima kasih," ujar Hannah sambil tersenyum. Dia lalu masuk bersama Joshua menuju ruang 2. Ketiga pria itu adalah satu kelompok pelatih yang bertugas mengajar satu kelas, sehingga mereka selalu terlihat bersama.Saat ini waktu istirahat dan mereka sedang duduk santai sambil mengobrol. Tentu saja, topik pembicaraan mereka adalah kejadian tadi malam.Mereka semua tampak menyesal. "Seandainya saja tadi malam kita nggak ribut sama anak itu, pasti sudah selesai urusan. Sayang sekali, tinggal selangkah
"Dulu di rumah sering melakukannya. Kakakku tinggal sendiri, meskipun ada pembantu di rumah, aku tetap nggak tenang. Jadi, sesekali aku ke sana untuk membantu," kata Joshua."Kamu ... bukannya anak sulung Keluarga Wongso, ya?" tanya Hannah. Dia merasa seolah-olah bertemu dengan tuan muda palsu.Setahu Hannah, Keluarga Wongso hanya punya satu putra, yaitu Joshua. Selain itu, dia hanya punya seorang kakak bernama Ellie.Seorang pria dari keluarga kaya yang serba bisa seperti ini? Tidak masuk akal. Bukankah seharusnya dia seperti Harry, sibuk di kantor sepanjang hari dan sama sekali tidak menyentuh pekerjaan rumah?"Memangnya anak sulung keluarga kaya nggak boleh melakukan hal-hal seperti ini?" tanya Joshua kebingungan."Unik sekali ...," gumam Hannah. Dia hanya bisa menemukan kata itu untuk menggambarkan Joshua.Sangat unik."Kamu ... kamu bilang aku ... nggak normal, ya? Lagi pula ....""Tolong jangan lihat aku, terima kasih," potong Hannah sambil memijat pelipisnya."Oh ... oh ...," ja
Astaga! Ternyata dia dan Joshua adalah tetangga?Joshua melihat kondisi apartemen Hannah yang masih berantakan, lalu tersenyum dan berkata, "Kamu baru pindah, ya? Pantas saja tadi malam waktu aku tanya alamat rumah baru kamu, kamu mikir lama tapi nggak ingat. Kemarin siang aku di vila menemani Kezia. Kalau aku pulang lebih awal, mungkin aku bisa bantu kamu pindahan."Hannah berdiri di belakang Joshua, agak tercengang mendengar dia bisa berbicara begitu lancar. Baru sekarang dia sadar, suara Joshua sebenarnya sangat enak didengar. Suaranya sangat berat dan elegan. Nada bariton pria yang sempurna terdengar sangat pas dan merdu di telinganya."Perlu bantuan? Aku ini jago beres-beres, lho," kata Joshua sambil berbalik menatap Hannah."Aku ... aku bisa bantu beresin barang-barang umum. Kalau barang berharga atau pakaian pribadi ... aku nggak, nggak akan sentuh." Hannah melihatnya dengan tak berdaya. Hanya dalam waktu sedetik, Joshua berubah kembali ke asalnya."Makan saja dulu, nanti baru d
"Kamu tadi malam ... langsung tidur tanpa mandi, sekarang pasti masih bau alkohol. Kalau keluar rumah begini, rasanya kurang baik. Kamu ... kamu kan perempuan ...," ujar Joshua dengan ragu."Aku tahu, terima kasih," potong Hannah cepat-cepat sebelum dia melanjutkan.Dia melirik pakaian yang dibawa Joshua. Ada berbagai ukuran, tampaknya Joshua benar-benar tidak tahu ukuran tubuhnya. Ternyata masih ada pria yang tidak tahu ukuran pakaian wanita? Bukannya sekarang kebanyakan pria bisa memperkirakan dengan mata saja?"Eh, soal pakaianku ...," tanya Hannah malu-malu.Dia sudah menduga Joshua yang menggantinya, tapi tetap saja dia ingin memastikan. Siapa tahu ada kemungkinan lain, 'kan?Mendengar pertanyaan itu, wajah Joshua langsung memerah. Dia berdiri dengan kaku di tempat, kedua tangannya di sisi tubuh mengepal erat tanpa sadar. Melihat reaksinya, Hannah segera paham bahwa memang Joshua yang mengganti pakaiannya. Namun, dia tahu Joshua melakukannya dengan niat baik."Eh ... nggak terjadi
Hannah membuka mata yang masih mengantuk dan melihat sekeliling ruangan."Eh?" Dia merasa bingung. Apakah dia sudah pulang? Namun, kenapa tata letak ruangan ini persis seperti apartemennya? Tidak, tidak sama! Selimutnya berbeda, dekorasinya berbeda, bahkan aroma samar-samar mint ini terasa asing.Ini bukan kamarnya. Hannah tiba-tiba terkejut dan segera bangkit dari tempat tidur.Celana masih ada, tetapi atasannya?Kemeja putih? Jelas ini adalah pakaian pria. Ukurannya sangat besar dan terlihat seperti gaun saat dikenakan padanya. Dia masih samar-samar mengingat sedikit kejadian tadi malam, tapi tidak terlalu jelas.Hannah ingat dia pergi ke bar, kemudian naik mobil untuk pulang. Lalu, ada beberapa orang membantunya masuk ke dalam mobil. Apakah mungkin ....Apakah dia telah dilecehkan?Matanya langsung membelalak dan jantungnya berdegup kencang. Dia membuka pintu dengan cepat dengan tangan yang memegang lampu meja dari dekat tempat tidur. Dia harus menghancurkan si bajingan itu menjadi
Joshua memandangi Hannah. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin melepaskan mainan kesukaannya. Begitu Joshua memberontak, Hannah bisa merasakannya. Dia mencebik.Joshua berucap, "Bajumu ... belum ...."Joshua sangat gugup sehingga berbicara dengan terbata-bata. Hannah berujar, "Minum ... aku mau minum ...."Joshua menimpali, "Kalau ... kamu nggak ... lepaskan aku dulu, bagaimana ... aku ambilkan air? Aku keluar sebentar, ya?""Cepat kembali," kata Hannah.Joshua menggendong Hannah dan meletakkannya di tempat tidur. Namun, kemeja Hannah belum selesai dikancing. Kulit Hannah yang memerah terlihat, begitu pula bagian dadanya ....Joshua langsung memalingkan wajahnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Hanya saja, tubuhnya mulai terasa panas.Kemudian, Joshua mengambilkan air untuk Hannah. Sementara itu, Hannah langsung menghabiskan segelas air itu. Dia lupa untuk menggenggam tangan Joshua lagi. Joshua baru merasa lega.Joshua menyelimuti Hannah. Saat hendak pergi, Hannah tiba-tiba menangis
Sekujur tubuh Joshua terasa sakit. Dia pergi ke kamar mandi untuk becermin. Kondisinya sangat menyedihkan.Kemeja putih Joshua ternodai darah. Wajahnya dipenuhi lebam dan sudut bibirnya berdarah. Joshua melepaskan kemejanya. Di tubuhnya juga terdapat banyak memar.Joshua menghela napas, lalu mulai mandi. Dia hanya mengalami luka ringan sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Namun, dia tetap kesakitan.Saat Joshua mandi, tiba-tiba terdengar suara pintu kaca terbuka. Joshua kaget. Dia melihat Hannah berbaring di lantai.Joshua segera berbalik, lalu mengambil jubah mandi dan memakainya. Dia berujar, "Kenapa ... kamu masuk? Kamu harus tahu batasan ...."Wajah Joshua merah padam. Hannah berkata, "Aku mau minum air ... perutku mual. Aku mau ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Hannah muntah. Lantai menjadi kotor. Hannah baru merasa nyaman setelah muntah.Joshua segera menarik Hannah ke kamar tidur, lalu mulai membersihkan lantai. Sesudah selesai, Joshua memandangi Hannah dengan ekspres
Harry segera memapah Joshua. Dia melihat sekujur tubuh Joshua terluka dan sudut bibirnya berdarah. Harry berujar, "Aku antar kamu ke rumah sakit."Joshua menolak, "Nggak usah, cuma luka ringan. Aku nggak apa-apa, nanti aku obati pakai telur rebus. Aku mau sekalian antar Hannah pulang. Dia lagi mabuk, takutnya dia kenapa-kenapa."Joshua merasa tidak berdaya saat melihat Hannah yang tertidur pulas. Harry mengangguk. Dia juga harus mengurus Grace dan Kezia.Harry berpesan, "Kamu telepon Juan saja kalau butuh bantuan. Aku pulang dulu. Kezia tunggu aku di rumah, aku nggak tenang.""Oh, iya. Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Joshua.Harry menjawab, "Bukan cuma Hannah yang mabuk, Grace juga sama. Aku buru-buru datang ke sini dan kebetulan melihat Hannah. Aku nggak menyangka kamu juga di sini, bahkan kamu dihajar sampai babak belur."Joshua bertanya dengan ekspresi lesu, "Apa aku begitu memalukan?"Bahkan Joshua merasa dirinya sangat memalukan. Awalnya, Joshua masih merasa dia tidak terlalu b