Waldi dan Mila sudah sampai di rumah. Bahagianya hati mereka sudah berkunjung ke salah satu panti asuhan yang ada di daerah mereka tinggal.“Mau masak apa lagi?” Tanya Mila pada saat melihat suaminya sedang sibuk membuat keributan di dapur. Gelas yang beradu dengan meja dan masih banyak lagi.Waldi menatap istrinya lalu menyengir tanpa rasa bersalah. “Nggak kok, sayang, aku lagi mau buat kopi.”“Kopi lagi?” tanya Mila sambil menghampiri sang suami yang sedang memegang sebungkus kopi hitam.“Abisnya kalau nggak minum kopi aku ngantuk. Masih banyak yang belum aku kerjain, minggu depan kan kita sudah keluar kota untuk pembukaan cabang baru,” jelas Waldi, sambil mengusap puncak kepala Mila yang tidak ditutup kerudung.“Ya sudah, jangan banyak-banyak minum kopinya.”Waldi mencium pipi Mila gemas. “Iya sayang.”“Ya sudah, aku mau ke kamar dulu ya,” kata Mila kemudian berlalu pergi.Waldi menyelesaikan membuat kopinya dan kemudian masuk ke ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya yang su
“Sayang, aku cari ternyata di sini.” Waldi duduk di samping Mila melihat istrinya yang sedang sedih, Waldi langsung membawa Mila ke dalam dekapan.“Kenapa sayang?” tanya Waldi dengan nada lembut. Waldi mengusap puncak kepala Mila dengan penuh kasih sayang.“Setelah pulang dari rumah sakit Abi akan langsung sehat kan, Mas? Nanti kita akan pulang sama-sama kan?” air mata Mila mengalir deras ketika mengatakan isi hatinya.Waldi menghela napas kasar untuk mengusir rasa sesak di dalam dadanya. “Abi akan pulang bersama kita dan Abi akan semakin sehat nantinya.” Waldi menghapus air mata Mila menggunakan dua jempolnya. “Sudah, tidak boleh menangis. Kalau Abi tahu anak perempuannya menangis bisa kena omel nanti aku.”Mila terkekeh pelan. Abinya memang sangat posesif, tapi dibalik itu semua Adra sangat menyayangi dan mencintai putri semata wayangnya.“Nah gitu dong kalau senyum kan semakin cantik,” goda Waldi, sambil mencolek dagu Mila menggunakan telunjuk.“Ih apa sih. Pinter banget kalau gomb
“Zoya, siap-siapnya dipercepat, Nak, nanti Papa kamu ngomel kalau berkasnya datangnya lama.” Karmila berteriak di depan pintu kamar putrinya sambil mengetuk pintu beberapa kali.Zoya yang sedang berhias di depan kaca berdecak kesal. Lagian kenapa papanya itu sangat pikun sekali? Berkas penting yang sudah disiapkan jauh-jauh hari bisa ketinggalan.“Iya, Mah, sebentar lagi Zoya selesai.”Tidak berapa lama Zoya pun keluar dari kamar dalam keadaan sudah rapi. Make up sederhana dan dress abu-abu muda di bawah lutut.“Sudah cepat sana berangkat dari tadi Papa sudah menelepon Mama dan marah-marah karena kamu lama selesai dandannya.”“Lagian kenapa Papa lupa sih, Mah? Yang salah siapa, yang kena omel siapa.”“Sudah jangan marah-marah. Cepat berangkat.” Karmila mendorong pelan tubuh putrinya supaya segera pergi untuk mengantarkan berkas penting yang sudah ditunggu Kasen di kantor.Zoya pun pergi menggunakan mobilnya sendiri. Kali ini Zoya membawa mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi untuk me
Kondisi Adra semakin membaik. Wajahnya pun juga sudah tidak terlihat pucat, wajahnya semakin sumeringah karena sejak berada di rumah sakit Waldi dan Mila selalu berada di sampingnya.“Abi, buburnya tinggal sedikit lagi dihabiskan ya supaya Papa cepat sembuh.” Mila terus merayu sang papa untuk menghabiskan bubur yang dibeli Waldi pagi tadi di depan rumah sakit. namun Adra tetap menggeleng dengan alasan sudah kenyang.“Abi kenyang Mila.” Adra berucap dengan wajah melas.“Satu suap lagi, Bi, biar Papa cepat sembuh. Kalau buburnya tidak dihabiskan Mila ngembek nih.” Terpaksa Mila mengeluarkan jurus ampuh yang selalu ia gunakan supaya sang abi mau menuruti keinginannya. Akhirnya Adra pun mau dan suapan terakhir sudah masuk ke dalam mulut.“Alhamdulillah.” Mila tersenyum saat melihat mangkuk bubur ayam yang sudah kosong.Hoek!Buru-buru Mila lari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya.“Waldi, Mila sakit?” tanya Adra kepada menantunya.“Mila kenapa, Waldi?” tanya Yalina.“Waldi
Beberapa hari setelah mengetahui Mila hamil, Waldi pun memutuskan untuk menggelar tasyakura kecil-kecilan sebagai rasa syukur karena sudah diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjaga calon malaikat kecil mereka. Ke dua orang tua Waldi pun juga sudah tahu, seperti biasa respon mereka tidak sama yang antusias hanyakah Jeff—papa Waldi.Sekarang rumah Waldi di penuhi oleh orang-orang yang merupakan tetangga yang sudah menghadiri acara yang yang digelar Waldi.“Mau kemana sayang?” tanya Waldi saat melihat Mila ingin keluar dari kamar. Setelah tahu Mila hamil, Waldi menjadi sangat hati-hati dan memperhatikan setiap langkah istrinya. Sampai-sampai acara mau pergi keluar kota karena ingin membuka cabang perusahaan baru pun Waldi memilih tidak ikut dan digantikan oleh tangan kanannya.“Mau keluar ambil minum,” jawab Mila berjalan dengan sangat pelan. Sejak tadi tenggorokannya terasa sangat kering, wajar saja hampir seharian penuh Mila di dalam kamar dan semua orang sedang sibuk menyiapkan acar
Zoya terlihat sedang santai di pinggir kolam renang yang ada di rumahnya. Perempuan itu hanya memakai bikini untuk menutupi area sensitifnya seluruh tubuhnya sudah basah karena baru selesai berenang. Hari kosong seperti ini memang sering Zoya habiskan untuk berenang di temani segelas jus jeruk yang menyegarkan.“Ya ampun anak satu ini.” Karmila menggelengkan kepalanya saat melihat putrinya sedang duduk santai dengan pakaian yang sangat minim. Untung saja di rumah hanya ada dirinya dan juga Zoya.“Kenapa, Mah?” tanya Zoya sambil meletakkan gelas yang berisi jus jeruk itu ke atas meja.“Sudah berkali-kali Mama bilang kalau habis selesai berenang dibalut handuk tubuhnya.” Karmila mengonel sambil berjalan ke arah Zoya.“Mama ini tidak tahu definisi pakaian berenang.”“Mama ke sini Cuma mau bilang kalau kita satu keluarga dapat undangan.”“Undangan apa? Pernikahan? Siapa yang menikah Mah?”“Bukan undangan pernikahan, tapi kita di undang ke acara tasyakuran kehamilan Mila istri Waldi.”Zoya
Ke esokan harinya ….Zoya masih terlihat sedih setelah menghadiri acara tasyakuran di rumah Waldi, gadis itu lebih banyak diam tidak seperti biasa seperti pagi ini. Di saat sarapan biasanya Zoya akan heboh dengan menu makanan yang dibuat sang mama selalu sama setiap hari, tapi kali ini mulutnya bungkam bahkan makan pun tidak selera.“Kamu ini lagi mikirin beban hidup apa sih, Zoya? Suami belum ada, anak apa lagi. hidup kamu masih sepenuhnya Papa dan Mama yang menanggung bahkan cuci baju pun kamu tidak pernah melakukannya,” celetuk Kasen gemas sendiri melihat putrinya sejak tadi diam.Zoya berdecak kesal mendengar ucapan sang papa yang tidak pernah mengerti di posisinya.“Namanya juga anak muda, Pah, pasti ada galau-galaunya gitu,” sahut Karmila sambil duduk di samping suaminya yang sedang sibuk menyantap sarapan pagi.Zoya masih sibuk mengaduk nasi gorengnya sampai-sampai nasi berubah tekstur menjadi lembek.“Dimakan itu sarapannya nanti kelaparan baru tahu rasa.” Heros terus saja ber
“Lo ngapain sih pake acara ngajak jalan gue,” omel Zoya pada saat gadis itu masuk ke mobil Kevin.Kevin yang kena omel hanya bisa cengar cengir menampilkan deretan giginya yang tersusun rapih dan putih.“Ketawa lo?” Zoya menatap Kevin sinis. Ketika berada di dekat Kevin membuat Zoya naik darah sehingga bawaannya selalu saja emosi.“Ya ampun emosi banget, Mbak, lagi PMS, ya?” meskipun sudah melihat Zoya sangat kesal tetapi tidak membuat Kevin mengurungkan niatnya untuk menggoda. Wajah Zoya yang ditekuk membuat Kevin gemas sendiri saking gemasnya ingin mencubit pipi Zoya yang cukup gembul.“Lo akhir-akhir ini banyak makan ya?” tanya Kevin.“Emangnya kenapa?” Zoya langsung melihat kearah perutnya ia hanya memakai tanktop di atas pusar dan di tambah jaket untuk menutupi bahunya. Pantas saja Kevin tanya seperti itu ternyata perut Zoya terlihat bergelambir. Buru-buru Zoya menutupi perutnya.“Iya tau kok gue gemukan,” kata Zoya, sewot. “Emangnya kenapa sih kalo gue gemukan? Masalah buat hidu
“Kevin, lo kebiasaan banget sih taro handuk sembarangan kaya gini.” Pagi-pagi sekali rumah yang biasa sepi sekarang selalu dihiasi oleh teriakan melengking Zoya dengan permasalahan yang sama. setelah mandi Kevin kebiasaan menaruh handuk selalu di atas kasur sehingga membuat kasurnya basah.“Kenapa sih, sayang? Masih pagi ini marah-marah terus,” kata Kevin, berjalan sampai menghampiri Zoya seperti tidak ada dosa lelaki itu.“Udah berkali-kali aku bilang, handuk jangan taruh di kasur, nanti basah jadi jamuran.” Zoya berjalan ke kamar mandi untuk menaruh handuk itu pada tempatnya.“Marah-marah nih, nanti makin cantik gimana? Jangan-jangan kamu udah mau PMS ya, makanya moodnya naik turun gini?” Kevin menarik Zoya untuk duduk di pangkuannya. Masih dengan wajah yang ditekuk Zoya tidak mau menatap lelaki di depannya.“Wajahnya kok masih cemberut gitu sih, sayang?” Kevin mencoba membujuk Zoya supaya mau menatapnya, tapi hasilnya tetap gagal karena Zoya masih marah sama Kevin.“Lagian, harus b
Sebeluma akhirnya Mila memutuskan untuk menemui Waldi, ada banyak pertimbanga yang harus ia pikirkan. Setelah shalat dan berdoa meminta petunjuk kepada Allah, entah mengapa pikiran Mila langsung tertuju pada Waldi.“Aku ingin di posisi ini lebih lama sebelum kita ada di sidang perceraian besok,” kata Waldi, saat berada di dalam dekapan Mila yang selama ini ia rindukan. Waldi menangis di sana, ia tidak bisa menahan air matanya mengingat kebodohannya sampai membuat calon anak mereka tiada.Mila hanya diam. Tangan kanannya yang lembut dan mungil it uterus mengusap punggung suaminya yang lebar. Lagi-lagi Mila ingat besok adalah hari perceraian mereka. Keputusan terakhir sebelum berpisah secara agama dan negara.“Maafkan aku,” kata Waldi, lelaki itu tetap terus meminta maaf kepada Mila atas kesalahannya kemarin. Waldi sadar kesalahannya itu tidak bisa dimaafkan, tapi ia masih tetap berharap ada ruang kesempatan untuk dirinya memperbaiki semuanya.Mendengar kata maaf yang keluar dari mulut
Satu bulan telah berlalu, kondisi Mila yang semakin membaik setiap harinya membuat Yalina dan Adra senang dengan perkembangan itu. Sejak pulang dari rumah sakit, Mila sudah kembali tinggal bersama orang tuanya, sementara Waldi tinggal di rumah sendiri. Selama satu bulan itu Mila tidak tahu bagaimana kondisi Waldi dan tidak mau tahu juga. Rasa sakitnya masih terasa mendalam sampai saat ini.“Mila, besok adalah putusan sidang perceraian kalian. Apakah kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya Adra kepada sang putri untuk mendapatkan jawaban sekali lagi yang lebih meyakinkan. Mila tetap memutuskan untuk berpisah dengan Waldi, karena ia merasa sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi.“Mila yakin, Abi. Mila tahu, perceraian tidak diajarkan dalam agama kita, tapi jika terus dipaksa bersama maka Mila yang terus mendapatkan dosa,” jelas Mila. Keputusan yang tidak bisa diganggu gugat lagi.“Apakah kamu tahu bagaimana kondisi Waldi selama satu bulan terakhir ini?” tanya Adra lagi.Mila menggele
Pagi-pagi sekali ke dua orang tua Kevin berkunjung ke rumah, sebenarnya mereka berdua ingin berangkat ke kantor karena arah yang sama jadi mampir lebih dulu ke rumah anak mereka.“Wah, wah, ada apa gerangan ini kok pagi-pagi udah keramas aja, barengan lagi,” celetuk Heros pada saat melihat Zoya dan Kevin rambutnya sama-sama basah.Mendengar ucapan papa mertuanya membuat ke dua pipi Zoya merah merona karena malu.“Papa ini seperti tidak pernah merasakan jadi pengantin baru saja,” kata Anya, sambil menyenggol pelan siku sang suami.“Sepertinya sebentar lagi kita akan menimang cucu, Mah,” kata Heros, penuh semangat.“Apa sih, Pah,” ujar Kevin, meminta ke dua orang tuanya untuk berhenti menggodanya.Kevin tidak tahan melihat ke dua pipi Zoya yang sudah merah, ingin rasanya Kevin menangkup ke dua pipi itu menggunakan tangan besarnya lalu memberi sedikit cubitan. Namun, sayangnya ke dua orang tua mereka masih ada di sana.“Mama sama Papa tumben main ke sini nggak bilang-bilang dulu?” tanya
Malam ini untuk pertama kalinya Zoya dan Kevin menempati kamar utama yang sudah sejak lama Kevin siapkan untuk istrinya nanti. Kamar yang menjadi saksi pergulatan panas mereka tadi siang yang akhirnya membawa ke duanya pada hubungan rumah tangga yang semakin erat.“Vin, lampunya nggak akan lo matiin, ‘kan?” tanya Zoya wajahnya penuh rasa takut terakhir kali lampu kamar dimatikan saat tidur, paginya Zoya demam sampai di bawa ke rumah sakit.“Kalau pakai lampu tidur aja gimana?” tanya Kevin.Zoya nampak berpikir lalu pada akhirnya mengangguk. “Boleh. Tapi lo tidurnya jangan jauh-jauh dari gue ya, gue takut gelap.”Kevin terkekeh pelan. “Dengan senang hati aku akan memberikan pelukan hangat, sayang.”“Ih, aku kamu? Kok gue geli ya dengerinya,” kata Zoya wajahnya terlihat tidak nyaman dengan panggilan baru itu. Wajar saja Zoya belum terbiasa, karena memang keseharian mereka hanya memanggil lo dan gue.“Loh, kenapa harus geli? Kita kan sudah suami istri, emang kamu nggak mau kehidupan rum
Keluarga Waldi dan Mila sudah sampai di rumah sakit, ketika diberi tahu Mila mengalami kecelakaan tentunya mereka syok berat bahkan Yalina sempat tidak sadarkan diri di rumah. “Kamu keterlaluan, Waldi!” Jeff murka setelah Waldi menjelaskan semuanya. Menurut Jeff, apa yang dilakukan Waldi memang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia.Jeff memutuskan untuk duduk supaya emosinya reda dari pada ia menjadi pusat perhatian karena membuat keributan di rumah sakit.“Setelah anakku keluar dari rumah sakit, ceraikan dia!” perintah Adra. Lelaki itu juga naik pitam karena cinta putri semata wayangnya dikhianati oleh Waldi. Waldi yang sebelumnya sudah mendapatkan restu dari keluarga, tapi dengan mudahnya mengkhianati begitu saja.“Abi, Waldi mohon beri satu kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya. Semua yang kalian dengar tidak seperti yang kalian kira,” kata Waldi, lelaki itu mencoba untuk meluruskan masalah, tapi semuanya sudah terlanjur berantakan.“Apa lagi yang mau kamu perbaiki, Wa
Sekarang Kevin dan Zoya sudah berada di rumah sendiri. Akhirnya bisa lepas dari pertanyaan ‘kapan punya momongan?’ dari orang tuanya sendiri. Jika mendengar pertanyaan yang sama lagi dari orang tuanya, Zoya ingin menenggelamkan diri saja di sungai Amazon.“Woy, lagi ngelamun in apa?” tanya Kevin yang tiba-tiba saja membawa banyak cemilan di tangannya.“Ih, apa itu? Gue mau dong.” Zoya menatap penuh minat jajanan di tangan Kevin.“Dih, ambil sendiri lah,” kata Kevin, sambil menyembunyikan jajanan yang ia bawa tadi.“Nggak usah pelit sama istri sendiri.” Zoya merebut paksa jajanan yang ada di tangan Kevin. Raut wajah kemenangan Zoya langsung terpancar jelas.“Malah ngalah mengalah aja lo baru sadar udah punya suami. Tapi lo lupa tugas sebagai istri itu apa aja,” kata Kevin, sambil membersihkan sisa-sisa micin di tangannya.“Bodo.” Lalu Zoya meninggalkan Kevin dan tidak lupa membawa jajanan yang sudah berhasil ia rampas tadi.Kevin yang ditinggalkan begitu saja pun merasa kesal dan marah
“Halo.”Mila begitu tenang mengangkat telepon, meskipun itu dari seorang perempuan yang sudah menghancurkan keluarga kecilnya.“Maaf, ini siapa ya?” tanya seseorang di seberang sana.“Saya istrinya,” jawab Mila, nada bicaranya masih terdengar tenang.“Saya ingin bicara sama Pak Waldi, apakah beliau ada?”“Siapa?” tanya Waldi tanpa suara hanya melalui gerakan mulutnya.Tanpa menjawab, Mila langsung memberikan ponsel itu kepada Waldi supaya lelaki itu bisa tahu sendiri. Saat Waldi hendak pergi, Mila menahan meminta lelaki itu berbicara di depannya. Waldi tidak punya pilihan sekali menuruti keinginan Mila.“Iya, kenapa, Sonya?” tanya Waldi nadanya sangat ramah sekali.Mendengar nada bicara Waldi kepada perempuan itu membuat Mila tersenyum sinis. Meskipun hati Mila teramat sakit, tapi ia mencoba untuk menjadi perempuan yang tenang.“Apa, kran kamar mandi di apartemen kamu rusak?”“Sewa saja orang untuk membetulkannya,” kata Mila, pelan.“Em, saya tidak bisa ke sana sekarang, karena masih
Keesokan paginya, tepatnya pada jam setengah enam subuh, Zoya nyaris berteriak saat melihat Kevin sedang melaksanakan sholat subuh. Zoya pikir Kevin adalah sosok hantu yang sedang berdiri, sebab penerangan yang remang-remang membuatnya hampir salah sangka.“Udah bangun?” tanya Kevin sambil melipat kembali sajadah yang baru saja ia pakai shalat subuh. Setelah itu Kevin melepas peci dan juga baju koko. Dari mana lelaki itu mendapat baju koko?“Baju koko siapa yang lo pake?” tanya Zoya dengan suara serak.“Bajunya Papa,” jawab Kevin.Zoya menganggukkan kepalanya lalu kembali memejamkan mata ingin melanjutkan tidur.“Kenapa lo nggak bangunin gue buat shalat?” tanya Zoya dengan mata terpejam.“Gue nggak mau maksa lo. Gue tau lo belum terbiasa,” jawab Kevin, santai.Zoya merasa malu, karena selama ini memang jarang sekali shalat, bahkan dalam satu tahun bisa dihitung pakai jari.“Lain kali ajarin gue shalat, gue juga pengen belajar bisa shalat lima waktu dalam satu hari,” kata Zoya.“Lo ngg