lan lenggak-lenggok ke arah Inayah tanpa senyum sedikitpun, biasanya gadis itu selalu tersenyum meskipun hanya senyuma tipis namun kini berubah menjadi tatapan begitu tajam kepadanya."Bagaimana bisa Izzan terluka?" tanyanya dengan ketus. Ya, gadis itu tak lain adalah Halwa. Sorot matanya yang begitu tajam sungguh membuat Inayah sedikit gugup untuk menjawab, "Izzan terluka karena menyelamatkan aku." Halwa mendengus kesal, "Kenapa Izzan selalu saja di posisi sulit sejak bertemu denganmu? Baiklah, aku terima perihal Aathar dulu namun untuk sekarang aku tidak terima dan kau harus bertanggung jawab.""Dokter tenang saja, aku pasti akan bertanggung jawab kok," jawabnya menyakinkan."Dan lebih baik kau menjauh dari Izzan dan tidak usah dekat-dekat dengan kekasihku lagi," imbuhnya memperingatkan. Alita yang mendengar itu nampak kesal, "Hello.. Nona cantik, yang ada itu Izzan yang deketin Inayah bukan Inayah yang deketin Izzan. Kalau ngomong dipikir dipikir dulu.""Selama Inayah t
"Kalau kau mau ulang, tidak apa-apa kok!" seru Izzan sambil membenarkan posisi duduknya."Tidak, aku akan di sini sampai matahari terbenam," jawab Halwa dengan menaikkan sebelah alisnya."Apa kau tidak ada jadwal shift?" tanya Izzan sedikit tak ingin merepotkan Halwa. Gadis itu itu menghempaskan pantatnya duduk di samping Izzan seraya menyentuh kaki Izzan yang terluka dan memastikan bahwa jahitan tersebut kering karena bila basah akan menyebabkan infeksi dan luka jahitan akan membusuk."Aku harap kau jangan bergerak lagi, aku takut jahitannya akan terbuka nanti.""Iya, Bu Dokter. Bisakah kau mengambilkanku obat dan segelas air putih?""Apa kau sudah makan?""Belum.""Aku akan ambilkan makan dulu ya, kau tunggu di sini sebentar.""Tapi aku tidak lapar kok!" tolak Izzan seraya menarik tangan Halwa yang hendak pergi."Kau harus wajib mengisi perutmu dulu baru minum obat," ketus Halwa sedikit memaksa. "Atau kau mau aku bawa ke rumah sakit? Pilih mana?""Iya, iya. Aku makan dulu." Deng
Inayah meneguk salivanya dengan kasar, lalu mulai memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. "Sebenarnya Izzan adalah sepupunya Irsyad," ucapnya pelan dan tidak ingin Aldi sampai terkejut mendengar apa yang dikatakannya."Sepupu Irsyad, pantas saja kau begitu dengannya," jawab Aldi melirik Inayah dalam."Kau tak perlu khawatir hubunganku dan Izzan hanya sabatas guru dan wali murid dahulu dan sekarang aku dan dia hanya bertemn saja, tidak lebih.""Kau yakin?!" tanya Aldi ingin memastikan. Inayah mengangguk pelan, dia tidak menyangka bila Aldi akan sedetail itu bertanya padanya. Bukan itu saja, Aldi juga menasehati Inayah agar menjauhi Izzan."Kenapa kau begitu khawatir?" Inayah melayangkan tatapan serius karena sangat mustahil baginya bila hubungan mereka akan sedekat itu."Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Naya. Bukankah kau pernah aku peringatkan sewaktu dekat dengan Irsyad dulu namun akhirnya kau malah jatuh cinta padanya dan kau terluka karena dia.
Perempuan berhijab itu menautkan kedua alisnya, Inayah tertegun ketika mendapati Halwa menyapanya begitu histeris sambil melambaikan tangan ke arahnya dan juga gadis itu tersenyum hangat padanya, "Dokter Halwa," sebutnya pelan."Inayah, kebetulan kau ada di sini! Aku ingin meminjam ponselmu karena ponselku mati habis baterai, aku ingin menelpon Izzan sebentar, boleh pinjam ponselmu ya." Halwa begitu menyakinkan sekali bahwa dirinya akan dipinjamkan ponsel oleh Inayah. Sementara Inayah yang ada di depan Halwa dengan sangat terpaksa memberikan benda pipih berwarna hitam itu kepada Halwa, mau bagaimana lagi mana mungkin dia tidak membantu Halwa, mau bagaimanapun sikap gadis itu padanya. Dokter Halwa sudah berperan penting unk kesembuhan putranya."Ini, Dok." Inayah menyodprkan ponselnya ke arah Halwa."Kau menyimpan nomor Izzan 'kan?""Iya, cari saja di kontak dengan nama Pak Izzan guru Athar.""Aku pinjam dulu ya," ucapnya sambil berjalan mundur dan menjauh dari Inayah."Iya." I
Malam bertabur bintang saat itu terlihat begitu indah namun tidak seindah hati Halwa, di mana dia harus menerima sebuah kenyataan pahit, "Bisakah kau jelaskan kepadaku, kenapa kau menolak untuk bertunangan denganku, Zan,?" Melihat Izzan hanya diam membuat Halwa tak kuasa untuk menahan amarahnya lagi, bagaimana tidak pria yang sangat diharapkannya untuk bisa bersama di sebuah ikatan pernikahan malah mengambil keputusan untuk berpisah."Bukankah kita hanya bertunangan saja, tetapi kenapa kau malah menolakku? Apakah kau sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Halwa dengan matanya yang sudah berurai air mata."Jawab aku, Zan!" teriaknya dengan meninggikann nada suaranya. Pria tampan itu tertunduk sedih, sejujurnya dia lebih sulit untuk mengambil keputusan ini namun dia tidak ingin memberikan sebuah harapan palsu kepada Halwa karena bila dia menyetujui untuk bertunangan dan tidak bisa menikah dengan gadis itu maka hal itu akan membuat Halwa terluka lebih dalam lagi, bukan? "Aku melak
Siapa sangka malam yang terang benderang banyak bintang saat itu berakhir dengan hujan yang turun dan menyisakan embun hingga pagi menjelang. Inayah masih bermalas-malasan di tempat tidur, bagaimana tidak sampai jam 12 malam matanya sulit untuk terpejam. Ditambah lagi rasa sakit yang sangat melilit di perutnya membuat perempuan itu enggan untuk bangun, ia meremas piyama tidurnya karena menahan rasa sakit yang teramat sangat. Mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnnya membuat Inayah dengan sangat teerpaksa harus bangun dari tidurnya. Ketika pintu terbuka, seseornag itu membulatkan matanya dnegan sempurna ketika mendapati Inayah yang biasanya tampil rapi kini masih mengean piyama tidur dengan penampilan berantakan lagi. "Kau kenapa? Apa kau sakit?" tanya seseorang itu yang tak lain adalah Alita."Iya, tapi perutku yang sakit," jawabnya mengangguk seraya berjalan kembali ke tempat ternyamannya."Kau sakit perut karena apa? Atau kau lagi PMS ya?" tebak Alita menelisik tajam."
"Iya, aku Izzan," ucap Izzan mengulurkan tangan ke arah Aldi seraya memperkenalkan siapa dirinya."Oh, kau adik sepupunya Irsyad ya," jawabnya membalas uluran tangan pria tampan itu dan mereka berjabat tangan seraya saling memperkenalkan diri. Aldi lebih mendekat lagi ke arah Izzan, mengingat bahwa Inayah pernah dilabrak oleh kekasihnya Izzan maka pria brewok yang merupakan sahabat sekaligus pria yang mencintai Inayah sontak menatap tajam ke arah Izzan, "Bisakah kita bicara sebentar?""Ada apa ya?" ucap Izzan merasa tatapan si pria brewok itu begitu tajam ke arahnya."Bisakah kau menjauh dari Inayah," imbuhnya dengan kalimat yang mengambang."Menjauhi Inayah kenapa?" ucap Izzann malah balik bertanya."Iya, aku tidak ingin sampai kekasihmu itu terus melabrak Inayah." Izzan mengerutkan dahinya sambil balik bertanya,"Apakah Halwa pernah melakukan itu?""Iya, beruntungnya Alita datang untuk membantunya. Jika tidak maka aku yang akan balik melabrakmu." Aldi paling tidak suka bila
Inayah tersenyum kecil, "Andai saja aku bisa melupakannya mungkin aku sudah merasa lega namun bagaimana bila sampai saat ini namanya masih terukir indah di dalam hatiku," ungkapnya menatap Alita."Maksudmu? Bagaimana Naya?" tanya Alita ingin tahu. Pernikahan yang telah dibina selama hampir 8 tahun dan masih menyimpan sebuah rasa cinta untuk pria lain, "Bukankah itu sangat aneh?" tanyanya menatap lekat ke arah Inayah."Iya, memang sangat aneh. Ribuan kali bahkan ratusan juta kali aku mencoba untuk melupakannya namun tetap saja, nama Irsyad masih terukir indah di dalam hatiku.""Bagaimana bisa aku melupakannya bila Allah saja belum mengijinkanku untuk melupakannya. Aku sangat ingin agar bisa mencintai Mas Rafi namun bagaimana bila nama Irsyad masih tertaut di relung hati terdalam." Inayah juga mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan yang terbaik namun semua hasilnya nihil. "Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa hingga suatu ketika aku menoba untuk beramai pada hatiku.""Aku t
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
"Jalan satu-satunya adalah membawa beliau pergi ke Singapura untuk pengobatan." Dokter hanya berkata seperti itu namun hal tersebut sungguh sangat membubat Izzan bingung."Akan aku usahan, Dok." Izzan mengangguk pelan ndan akan berusaha untuk membujuk kakeknya agar mau melakukan pengobatan. Pria tampan itu kembali masuk ke dalam ruangana tersebut sambil melirik Al Fattah Shidiq yang nampak sangat akrab sekali dengan Inayah, membuat pria itu nampak tersenyum tipis. "Apakah Kakek sudah merasa baikan?" tanya Izzan melirik kakeknya."Alhamdulillah, lumayan membaik, Zan. Bisakah kau bawa Kakek pulang ke rumah?" ucapnya menoleh ke arah cucunya."Kakek kenapa mau pulang? Kondisi Kakek belum membaik sepenuhnya," imbuh Izzan menolak dengan pelan. Pria berlesung pipi itu mencoba untuk menjelaskan bahwa kakeknya harus dirawat di rumah sakit sampai tubuhnya sudah membaik. Izzan habis kata-kata meliha Al Fattah Shidiq selalu saja menolak dan bersikukuh untuk pulang. Melihat Izzan yang t
"Bisakah kau berhenti membekapku?" ketus Alita tak senang. Gadis cantik itu menoleh ke arah Aldi sambil bertanya, "Memangnya apa yang terjadi?" Aldi mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke penjuru arah lalu berjalan mendekati Alita, menarik tangan gadis itu untuk mendekatinya sambil berbisik dan mengatakan kejadian yang terjadi dan penyebab Inayah terluka."Apa? Dasara gadis licik!" ketusnya tak senang."Maka dari itu, sebelum Izzan pulang kita harus menjaga mereka dengan baik. Perhatikan dokter dan perawat yang masuk," imbuh Aldi mengingatkan Alita."Kau tenang saja ku paling ahli dalam memeriksa orang, memangnya Izan pergi ke mana?" tanya Alita ingin tahu."Izzan pergi memeriksa perusahaan I2 Group, ada sedikit masalah yang mendadak jadi dia pergi ke sana. Bila ada Izzan maka hal ini tidak akan terjadi, andai saja aku tidak menerima telpon maka hal seperti ini tak akan terjadi," tandasnya penuh sesal dan merasa bersalah. Alita menghela napas beratnya, dia tidak pernah t
"Al, cepat selamatkan kakek," balasnya seraya ikut berteriak dan masih menarik kaki Halwa."Kalian tak akan bisa menyelamatkan pria tua itu," imbuh Halwa langsung mendorong Inayah lagi."Mau sekuat apa pun kau mendorongku, aku akan tetap kokoh dan aku tak akan membiarkanmu mencelakai kakek." Inayah sekuat tenaga memegang kaki Halwa agar gadis itu tak mengejar Aldi. Halwa berusaha menendang tubuh Inayah yang sudah terguling dan sepertinya kaki perempuan itu terluka namun dia menahan rasa sakit itu agar bisa menahan Halwa melihat segerombolan pria berseragam membuat Inayah tak mampu lagi untuk menahan Halwa."Tangkap gadis itu sekarang!" Salah satu pria itu langsuang menarik tangan Inayah dan membawanya untuk diperiksa."Kalian bawa dia ke kantor polisi sekarang!" teriak si ketua itu yang tak lain adalah Jody. Jody menggendong tubuh Inayah dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat. "Dok, selamatkan Inayah." Jody nampak panik sekali melihat banyak sekali darah yang menetes dar
Pria tua itu meminta Inayah untuk duduk berjongkok dan dia membisikkan sesuatu kepada Inayah, alangkah terkejutnya Inayah ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bila hal tersebut akan menimpah Al Fattah Shidiq. "Baik, Kek. Ayo." Inayah mendorong kursi roda pria tua itu. Diiringi oleh Aldi yang membawa sebuah tas tengah dijinjingnya, pria brewok itu masih sibuk dengan headseat di telinganya namun sepasang bola matanya terus melihat sekeliling arah. Mengawasi bila saja ada hal buruk yang terjadi."Baiklah, aku akan mencari tempat dulu, di sini suaramu tidak terlalu jelas." Aldi menyentuh pundak Inayah seraya berkata, "Naya, aku terima telpon dulu ya.""Iya, aku akan menunggu di mobil ya." Inayah mengangguk pelan. Pria tua itu terus menoleh ke belakang sambil meminta Inayah untuk lewat jalan yang tak dipenuhi dengan banyak orang. "Lewat mana ya, Kek?" tanya Inayah tak paham."Kau ikuti instruksi kakek saja." Mereka hampir saja sampai di pertengahan jal
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua