Mata Yuksel menjadi serius dengan tangan yang masih mengelus kepala Kimberly. Tapi, ketika pagi harinya. Yuksel berada di tempat kerja bersama sang asisten yang tengah memisahkan dokumen di atas meja."Yoshi," sebut Yuksel membuat sang asisten menoleh."Ya, Yang Mulia."Tangan Yuksel menulis sejenak. Membuat Yoshi menunggu dengan mata menatap apa yang sang Raja tulis. Begitu selesai, Yuksel langsung memberikan pada Yoshi yang mungkin sudah mengerti."Caesar Lewis," gumam Yoshi dengan mata menatap lekat tulisan tangan dari Yuksel."Cari tahu tentang keluarga Lewis, dan aku ingin kau menyuap mereka untuk membuat hidup seseorang seperti berada di neraka."Mata Yoshi mulai menatap pada Yuksel, namun langsung menunduk. "Baik Yang Mulia.""Tapi, apa boleh saya tahu, siapa seseorang itu?""Rosalind, calon mempelai wanita dari Caesar Lewis. Rosalind itu bisa di bilang kakak iparku," sahut Yuksel.Kata kakak ipar itu, jelas membuat Yoshi tertegun sejenak. Pria ini mengerti bahwa Rosalind adala
Yuksel terlihat semakin berjalan lebih cepat. Begitu keluar dari pintu kediaman. Yuksel langsung memasang wajah senyum dan mendekati Kimberly yang sudah menyadari keberadaan suaminya."Sayang, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Yuksel.Kimberly dengan semangat mengangkat hasil sulamannya. "Aku menyulam wajah suamiku."Mendengar hal itu, Yuksel semakin mendekat dan dahi langsung mengerut. "Ini aku?""Iya. Tapi, sangat tidak mirip kan?"Yuksel tersenyum manis. Meski merasa bahwa sulaman sang istri benar-benar buruk. Sekali pun mata Yuksel sempat melirik pada hasil sulaman Emma yang bagus, namun Yuksel tetap mengacungkan jempol ke arah sang istri."Tetap saja, sulaman istriku yang terbaik."Kimberly merasa malu. "Bicara apa sih? Oh iya, apa kau tidak ada pekerjaan sampai punya waktu menemuiku?"Kimberly menatap pada pelayan yang langsung datang dan meletakkan kursi di sampingnya. Yuksel pun duduk di atasnya tanpa penuh keraguan. Menatap lekat hasil sulamannya lagi."Hanya rindu saja den
Kesibukan yang tidak berarti itu membuat Yuksel kesal. "Aku tidak sibuk kok Sayang. Mulai hari ini, aku akan banyak meluangkan waktuku untukmu."Kimberly mengangguk dan mengubah posisi menjadi menyender pada lengan suaminya. "Biarkan aku tidur sebentar.""Iya Sayang."Kimberly pikir, kalau suaminya akan membangunkan setelah mereka tiba di istana. Tapi, Yuksel justru mengangkat tubuhnya dan berjalan melewati taman dan jembatan untuk tiba di kediaman. Pelayan yang ingin menyapa pun dilarang oleh Yuksel."Siapkan tempat tidur untuk Ratu," pinta Yuksel."Baik Yang Mulia."Para pelayan berlari terburu untuk melaksanakan perintah. Namun, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Sementara Yuksel sengaja berjalan sangat pelan.Selain memberi waktu untuk para pelayan. Yuksel juga tidak ingin Kimberly terbangun dari tidur. Meski sesekali menggeliat dalam gendongan Yuksel.Kaki Yuksel berbelok dan memasuki kamar tidur milik Kimberly yang sudah di rapikan. Alesha bahkan baru direbahkan di atas ran
Setelah menyuruh Yoshi melakukan tugas yang diperintahkan. Yuksel kembali memasuki kamar dan menutup pintu dengan perlahan. Mata menatap pada Kimberly yang masih tertidur nyenyak.Yuksel tersenyum sebentar. Karena tak ingin menggangu sang istri yang tertidur. Yuksel berjalan mendekati jendela, lantas berdiri di sana dengan mata memandang ke taman."Suamiku," gumamnya membuat Yuksel menoleh dan tersenyum.Apalagi melihat Kimberly yang turun dari ranjang. Kemudian memeluk tubuh suaminya dari belakang dengan manja. Yuksel semakin tersenyum dan mengusap tangannya lembut."Apa kau ingin makan sesuatu Sayang?" Kimberly berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Anak-anak di mana?""Alesha sedang tidur dengan Isabella di kamar."Mendengarnya Kimberly kaget. "Loh, mereka akur?"Yuksel menoleh dan tersenyum. "Harus akur dong, namanya juga saudara kan.""Ya tapi biasanya kan Isabella dan Noah sering bertengkar.""Tapi Noah dan Isabella sangat menyayangi Alesha, jadi tidur di mana pun Alesha pasti
Aaron menatap Yuksel dengan pandangan tak percaya. Memang pria itu sudah sangat tahu bagaimana sikap asli dari sang menantu. Tapi, Aaron tetap saja tak menyangka."Ingat, Rosalind itu kakak iparmu, kakak dari Kimberly.""Lantas?" tanya Yuksel terdengar tak ingin berhenti."Menurutmu apa Kimberly akan senang mendengar apa yang kau lakukan pada kakaknya?"Soal itu, Yuksel langsung diam. Tak mendebat lagi, karena memang Kimberly antara setuju atau tidak dengan yang Yuksel lakukan. Namun, bagi Yuksel sendiri itu sudah hal yang paling benar."Aku hanya membalas apa yang sudah Kimberly terima saja," ujar Yuksel masih keras kepala.Hingga Aaron menghela napas. "Ayolah menantu. Jangan keras kepala seperti ini, anggap saja ini demi Kimberly. Dia juga tidak akan suka hal ini."Mata Yuksel melirik sang ayah mertua. "Ayah seperti ini, demi Kimberly atau keinginan sendiri sebagai seorang Ayah?""Bukankah sudah jelas? Jika suatu hari ada yang menyakiti anakmu, apakah kau akan diam saja?"Jika Yukse
Yuksel terbangun lebih dulu, ketika Alesha duduk di hadapan dengan tangan memainkan wajah sang ayah. Yuksel tersenyum dan mengusap kepala Alesha. Sang putri tertawa ceria hingga membangunkan Kimberly dari tidur."Apa yang kalian lakukan di pagi hari?"Yuksel menatap padanya. "Alesha sepertinya ingin membangunkan aku karena hari sudah pagi."Kimberly mengusap wajah putrinya. "Hari ini aku mau berkunjung ke rumah Aiden, apa kau sibuk?"Yuksel menatapnya. "Aku akan menyusul sebelum siang, bagaimana?"Kimberly mengangguk. "Baiklah."Melihat dirinya yang ingin turun dari ranjang. Yuksel sempat meraih tangannya, kemudian mendaratkan kecupan di bibirnya. Membuatnya memukul."Aku belum mandi," keluhnya.Yuksel tersenyum. "Aku suka baik kau sudah atau belum mandi."Jemari Yuksel menutup mata Alesha kemudian kembali menyerangnya dengan kecupan mesra. Kimberly tersenyum dan membalas ciuman dari suaminya. Hingga Alesha kesal dan menurunkan tangan Yuksel, kemudian memukul sang ayah."Lihatlah, ked
Yoshi mengangguk mengerti. "Baik Yang Mulia."Yuksel menatap ke arah sang asisten. "Jika kemungkinan Rosalind dibebaskan dari hukuman, dia tidak akan bisa tinggal di kota Lefan.""Apa Anda akan membiarkan Rosalind tinggal di sini?"Yuksel menyeringai. "Tentu tidak. Aku membahasnya untuk meminta pendapatmu, tempat apa yang cocok untuknya?""Neraka?" sahut Yoshi menawarkan.Yuksel tertawa. Yoshi memang selalu memuaskan, tak pernah mengecewakan sama sekali. Yuksel mengangguk dengan raut senang, sementara Yoshi terlihat sedikit heran.***Kimberly sedang duduk di kursi taman bersama Emma. Sementara anak-anak dijaga oleh Aiden, ya kalau Alesha tentu berada di pangkuannya. Putri kecilnya ini tidak mau dengan siapa pun."Aku rasa ini karma," singgungnya.Emma menoleh. "Meski begitu, Anda tetap saja memikirkan nona Rosalind, eh nyonya Lewis."Kimberly menarik napas. "Aku memang membencinya, tapi aku tak menduga kalau dia mendapat balasan mulai sekarang."Emma mengangguk. "Benar Yang Mulia. Ra
Setelah dua bulan berlalu. Yuksel berdiri di hadapan jendela yang terbuka. Tangan membuka gulungan surat yang dibawa oleh merpati.Yuksel menatap lekat tiap huruf yang tertulis di sana. "Putra Mahkota sudah melakukan penangkapan.""Sudah ditangkap semuanya atau ada yang berhasil kabur, Yang Mulia?" Kepala Yuksel menoleh sejenak. Mata mendapati Yoshi yang semula sedang membereskan dokumen, langsung terhenti dan menunjukkan raut penasaran. Yuksel berjalan mendekati Yoshi, lantas duduk di kursi kerja.Jemari meraih pena dan kertas baru. "Tertangkap semuanya, termasuk Caesar palsu itu."Yoshi pun mulai kembali membereskan dokumen, namun mata menatap tulisan yang Yuksel buat untuk balasan. "Yang Mulia benar-benar berniat melepaskan Rosalind?"Yuksel menggulung surat dan diberikan pada Yoshi. "Benar. Biarkan dia terombang-ambing hingga memohon di depan gerbang Kairi.""Lantas Anda akan menerimanya?" tanya Yoshi sembari mendekati merpati.Memasukkan surat pada kotak kecil yang terikat pada