Yoshi mengangguk mengerti. "Baik Yang Mulia."Yuksel menatap ke arah sang asisten. "Jika kemungkinan Rosalind dibebaskan dari hukuman, dia tidak akan bisa tinggal di kota Lefan.""Apa Anda akan membiarkan Rosalind tinggal di sini?"Yuksel menyeringai. "Tentu tidak. Aku membahasnya untuk meminta pendapatmu, tempat apa yang cocok untuknya?""Neraka?" sahut Yoshi menawarkan.Yuksel tertawa. Yoshi memang selalu memuaskan, tak pernah mengecewakan sama sekali. Yuksel mengangguk dengan raut senang, sementara Yoshi terlihat sedikit heran.***Kimberly sedang duduk di kursi taman bersama Emma. Sementara anak-anak dijaga oleh Aiden, ya kalau Alesha tentu berada di pangkuannya. Putri kecilnya ini tidak mau dengan siapa pun."Aku rasa ini karma," singgungnya.Emma menoleh. "Meski begitu, Anda tetap saja memikirkan nona Rosalind, eh nyonya Lewis."Kimberly menarik napas. "Aku memang membencinya, tapi aku tak menduga kalau dia mendapat balasan mulai sekarang."Emma mengangguk. "Benar Yang Mulia. Ra
Setelah dua bulan berlalu. Yuksel berdiri di hadapan jendela yang terbuka. Tangan membuka gulungan surat yang dibawa oleh merpati.Yuksel menatap lekat tiap huruf yang tertulis di sana. "Putra Mahkota sudah melakukan penangkapan.""Sudah ditangkap semuanya atau ada yang berhasil kabur, Yang Mulia?" Kepala Yuksel menoleh sejenak. Mata mendapati Yoshi yang semula sedang membereskan dokumen, langsung terhenti dan menunjukkan raut penasaran. Yuksel berjalan mendekati Yoshi, lantas duduk di kursi kerja.Jemari meraih pena dan kertas baru. "Tertangkap semuanya, termasuk Caesar palsu itu."Yoshi pun mulai kembali membereskan dokumen, namun mata menatap tulisan yang Yuksel buat untuk balasan. "Yang Mulia benar-benar berniat melepaskan Rosalind?"Yuksel menggulung surat dan diberikan pada Yoshi. "Benar. Biarkan dia terombang-ambing hingga memohon di depan gerbang Kairi.""Lantas Anda akan menerimanya?" tanya Yoshi sembari mendekati merpati.Memasukkan surat pada kotak kecil yang terikat pada
Kimberly menatap pada suaminya. "Kak Rosalind mengandung anak pria penipu itu, lantas bagaimana nasibnya?""Kau bertanya seolah aku Rosalind itu sendiri, Sayang?"Mendengarnya Kimberly menghela napas. "Aku hanya bertanya apa yang akan terjadi dari sisi pandangmu, itu saja."Yuksel menatapnya lama. Perlahan Kimberly menjauhkan kepala, demi bisa membalas tatapan Yuksel. Serta melihat bagaimana reaksi dari suaminya. Yang saat ini terlihat sedikit tak bersahabat."Aku bertanya saja, jika kau tidak ingin membahasnya ya sudah."Kimberly bangkit berdiri dan mulai meninggalkan Yuksel. Yoshi menatap ke arah sang Raja. Berharap Yuksel menahan Kimberly."Sudut pandangku," ujar Yuksel membuat Kimberly berhenti melangkah dan berbalik.Mata Yuksel menatap sang istri. "Dia tidak akan diterima jika kembali ke kediamannya, bahkan bisa jadi diusir dari kota Lefan."Kimberly terdiam sejenak. Kemudian berbalik lagi dan mulai sepenuhnya pergi serta telah keluar dari ruang kerja suaminya. Meninggalkan Yuks
Demi meredam keinginan yang sudah dipuncak. Yuksel memutuskan untuk mengajak Kimberly berjalan ke arah jendela. Kemudian membiarkan sang istri menyaksikan merpati yang selama ini digunakan untuk bertukar pesan dengan Putra Mahkota."Wah." Kimberly menatap takjub pada merpati yang bertengger di jendela.Namun, Kimberly sedikit bersembunyi di balik tubuh suaminya. Karena mata merpati ini tertuju ke arahnya dengan tajam. Yuksel tersenyum atas respon darinya."Merpati ini hanya berusaha mengenali siapa wanita cantik ini," ujar Yuksel memberi tahu."Tapi, tidak akan menyerang aku kan?"Yuksel menuntunnya untuk kembali duduk di sofa. "Tidak Sayang. Merpati ini adalah hewan yang diciptakan oleh ahli sihir. Selain menyampaikan pesan dengan akurat, bisa menjadi alat menyerang juga jika terjadi sesuatu padaku.""Jika aku memukulmu, apakah aku akan diserang?"Yuksel tersenyum dan mengusap wajahnya. "Aku punya kendali atas merpati itu, jadi tidak akan menyerang sembarangan.""Jadi, ayo tulis apa
"Tidak," sahut Yuksel terdengar tegas.Kimberly menatap surat lagi. "Sepertinya kau belum mendengarnya dengan benar? Aku akan bacakan sekali lagi dan--""Aku sudah mendengarkan dengan baik dan aku tetap menolak," potong Yuksel membuat Kimberly menarik napas."Kenapa?""Aku tidak suka dia datang ke tempat kita."Kimberly menatap suaminya lama, kemudian berakhir dengan menarik napas. Karena Yuksel terlihat tak bisa mengubah keputusan. Kimberly memutuskan untuk tidak membahas kembali dalam waktu dekat, karena itu bisa membuat suaminya marah."Sayang, aku malas mandi. Bisakah bantu aku ke dalam kamar mandi?" tanya Kimberly.Namun, Yuksel menghela napas. "Jangan menggodaku, Sayang."Kimberly cemberut. "Aku sungguh-sungguh, sama sekali tidak menggoda."Begitu mendengar ucapannya. Yuksel segera meletakkan cangkir teh dan berdiri dari duduk. Membuat matanya menatap suaminya yang terlihat bersemangat."Setelah memandikanmu, bisakah aku mendapatkan bonus?" tanya Yuksel.Kimberly tersenyum dan m
Aaron menatap wajah Yuksel yang terlihat serius. "Kau tahu perbatasan itu tempat seperti apa? Dengan sifatnya, kau pikir Rosalind akan bisa hidup senyaman ibu mertuamu?""Justru dengan menempatkannya di perbatasan, Rosalind akan belajar caranya hidup sederhana dan bisa menjaga perkataan juga kelakuannya," sahut Yuksel terlihat santai.Aaron langsung diam. Memang itu bagus untuk melatih kelakuan Rosalind yang buruk. Namun, tak mungkin wanita itu bisa bertahan dengan baik di perbatasan."Apa kau melakukan ini sebagai bentuk balas dendam? Atas perbuatan Rosalind pada Kimberly dan ibu mertuamu?" tanya Aaron penasaran.Yuksel tersenyum. "Apa aku sesenggang itu?""Ayah tahu apa yang ada di pikiranmu."Mata Yuksel menatap pada sang ayah mertua. "Lebih baik jika Ayah mertua berpura tidak tahu saja."Aaron menarik napas. "Setelah mengirimnya ke perbatasan, apakah kau akan berhenti mengganggunya?""Mungkin."Aaron terlihat berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Tak ada pilihan selain membiarkan
Yuksel menatap pada Yoshi. "Sekali pun dia menikah dengan calon Raja, apakah kau masih tidak membiarkannya menikah?"Yoshi membalas tatapan Yuksel dan mulai mendebat, "usianya terlalu muda untuk mengenal selir dan tak tahu soal aturan istana."Kimberly langsung mengangguk. Karena tak ada wanita yang mau dimadu. Tapi, Yuksel memegang tangannya seolah meminta Kimberly untuk tidak bereaksi apa pun."Dia bukan menjadi selir, tapi seorang Ratu. Kau tidak ingin masa depan adikmu cerah?" tanya Yuksel."Yang Mulia, menjadi seorang Ratu di usia muda saya rasa--""Atau kau mau adikmu itu menikah dengan bangsawan biasa?" potong Yuksel cepat."Tidak masalah kalau memang pria itu hanya menikahi adikmu saja. Bagaimana jika ada bangsawan lain yang sudah beristri yang menikahi adikmu?"Mendengar perumpamaan itu membuat Yoshi diam. Yuksel pun melanjutkan bicara untuk membujuk."Bukankah lebih baik suami memiliki selir tapi dia menduduki kekuasaan paling tinggi?"Yoshi masih terlihat tak setuju. "Apaka
Liliana terlihat kaget. "Maafkan saya, sepertinya itu tidak pantas Putra Mahkota."Lantas, pria ini segera melirik ke arah Liliana yang menolak. Mungkin hanya ada satu wanita yang pernah melakukannya, yakni Kimberly. Hari ini justru bertambah satu manusia lagi.Hingga Putra Mahkota tersenyum. "Pantas atau tidak, bukan orang lain yang menentukan. Tapi aku sendiri. Bagiku, kau pantas berjalan denganku."Hal itu membuat Liliana membisu. Dahi Putra Mahkota sampai mengerut."Jangan bilang, kalau kau membedakan pria yang masih lajang dengan tidak? Kau tidak akan melangkah bersama pria yang beristri."Liliana terburu menggelengkan kepala. "Bukan seperti itu, saya tidak ada niatan merendahkan sama sekali.""Kalau begitu mari," ajak Putra Mahkota.Terpaksa Liliana mengikuti Putra Mahkota yang meninggalkan para pelayan. Pria tersebut nampak mengurangi kecepatan melangkah demi menyamai kaki Liliana yang sedikit pendek. Bagi Putra Mahkota, tubuh Liliana sangat lucu. Berjalan hampir beriringan be