Kei meremas dadanya kuat-kuat. Seberapa besar pun usahanya untuk menutupi masa lalu, tetap saja kapanpun akan terkuak juga. Dan kini, persoalannya adalah dirinya sendiri. Semua berawal dari perbuatannya dan ternyata berdampak buruk bagi yang lain.
Air matanya berlinangan. Bahunya sesegukkan. Ia pantang menangis, tapi mengingat bahwa ada orang tak bersalah yang ia lenyapkan nyawanya apalagi orang-orang itu berhubungan dengan orang yang dicintainya, tentu saja hal itu membuat dunianya benar-benar hancur. Memang pantas baginya untuk ditinggalkan. Ayah dan Ibunya, adiknya, meninggalkannya. Dan mungkin, hanya tinggal menunggu waktu, Kakeknya akan memenggal kepalanya.
Tangannya segera meraih ponsel, lalu menelpon seseorang. Hingga terdengar sahutan dari sana, hatinya sedikit menghangat.
“Ada apa Mas?” suara yang walau beberapa jam saja tidak ia dengar, namun sudah ia rindukan. Kei hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan, membuat Safir di
“Oh.” Elan manggut-manggut dengan alasan Edward yang masuk akal. Ia hanya merasa aneh mengapa Edward tahu jika sebelum pembunuhan terjadi, Fika menemui Kei terlebih dahulu, karena bagaimana pun yang tahu dirinya menyuruh Fika ke tempat Kei waktu itu, hanya dirinya dan wanita itu, Fika.“Ada apa Tuan?”“Aku hanya memastikan, wanita ini nggak akan kabur kemana-mana.”“Aman Tuan.”“Edward, kamu ikut saya bertemu klien."“Baik Pak.”“Safir, jangan coba-coba untuk kabur. Kalau aku tahu, maka kejadian pada malam itu akan terulang lagi padamu,” ucap Elan dingin dan berlalu dari sana.Safir mendudukkan dirinya di ranjang dengan tangan gemetar. Mendengar perkataan Edward dan Elan tadi membuatnya begitu syok. Suaminya, Kei, membunuh Fika? Bagaimana bisa pria itu.“Mas Kei tidak mungkin ‘kan membunuh Fika?” tanyanya lirih. Beberapa
Dua orang yang sama-sama berusaha menafikan rasa yang telah hadir itu hanya bertatapan dalam diam. Lebih memilih menikmati wajah masing-masing.“Obati lukamu dulu Mas, nanti kita bicarakan itu nanti,” ucap Safir dan menggaet tangan Kei untuk mengikutinya.Kei hanya pasrah dan mulai menyamai langkah Safir setelah membuang puntung rokok ke asbak. Matanya tak henti menatap tangannya yang di genggam oleh sang istri.Mereka kini duduk berhadapan di atas ranjang dengan kotak p3k yang menjadi penghalang. Safir meringis kecil begitu melihat beberapa memar di wajah serta ada pula di telapak tangan Kei. “Apa Elan, mencoba menusukmu dengan pisau Mas?” tanya Safir sembari membuka telapak tangan Kei. Di sana terdapat sayatan yang masih mengeluarkan darah. Bahkan cairan merah itu, ada yang berpindah ke pakaian Safir karena Kei memeluknya sewaktu di rumah Elan.Pria itu hanya mengangguk, matanya tak lepas dari memperhatikan istrinya. Membua
Elan dan Aoshi adalah dua orang yang sudah saling mengenal cukup lama. Mereka di pertemukan ketika Kei yang mengambil studi di Tokyo University mengadakan party untuk merayakan hari kelulusannya.Dulu, mereka begitu akrab satu sama lain. Hingga, ketika hubungan Kei dan Aoshi renggang, Elan pun juga demikian. Memilih untuk tidak memihak kepada keduanya. Ia lebih memilih jalan sendiri.Jika Kei, memilih untuk menerima mandat dari sang Kakek, yakni menjadi penerus perusaan utama Yamamoto Grup. Sedangkan dirinya, memilih untuk menyenangkan hatinya sendiri dan tidak ingin terkekang oleh beban berat yang mungkin membuat pundaknya roboh. Tapi, di sisi lain, bukan itu saja alasan ia menolak untuk di jadikan penerus, apalagi ia adalah anak sah antara Ayahnya dan Ibunya.Ayahnya, yang bernama Hiro Salim Yamamoto, menikahi seorang wanita hamil yang didalamnya tengah mengandung seorang anak laki-laki yang di masa depan anak itu menjelma menjadi Keiji Salim Yamamoto.
Sebenarnya, penyebab Safir ingin bekerja di kantor suaminya adalah tidak lain ingin lebih mengenal pria yang kini selalu memenuhi kepalanya dengan berbagai pertanyaan.Apalagi, setelah Kei banyak bercerita persoalan perusahaan yang ternyata banyak intrik yang orang lain mungkin tidak tahu. Suaminya, harus menjadi orang-orang berdarah dingin, untuk menjatuhkan orang lain, demi keuntungan perusahaan.Kei, menyuruhnya untuk berhati-hati agar tidak bertemu bisa mungkin dengan anak buah sang Kakek, yakni Aoshi, pria yang tempo hari menemui Safir."Bagaimana pun dia temanmu Mas.""Bukan lagi.""Tetap saja, dari sikap kalian, justru aku merasa dia masih menganggapmu sebagai teman.""Teman enggak akan berkhianat Fir.""Dia bisa jadi punya alasan, sama sepertimu. Membunuh orang dengan alasan, walau dengan dalil apapun, tidak dapat di benarkan. Dalam kamusku, tidak ada, mantan teman, yang ada, kami hanya berubah karena keadaan, sehingga m
Sebagai pimpinan perusahaan, Kei memperkenalkan Safir kepada rekan-rekan kerjanya di bagian pemasaran.Divisi pemasaran terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu kepala divisi, wakil kepala divisi, bagian HR, dan bagian administrasi."Perkenalkan saya Safir Faiha, mohon bimbingannya selama saya bekerja di sini.""Baiklah, Safir, kamu sekarang bisa bekerja dan ikuti bimbingan dari kolegamu, saya harap kalian bekerja sama dengan baik, kalau begitu saya permisi," ucap Kei yang diangguki semua karyawan Divisi pemasaran.Kei membaca semua dokumen tentang kontrak kerjasama antara perusahaannya dengan Yoland Grup. Setelah apa yang dilakukan perusahaan itu padanya, kini justru malah meminta bantuan pada Kei."Aku menolak kerjasamanya," ucap Kei membuat Sam terkejut."Tapi Tuan, ada apa?""Ini baru perintilan dari rencanaku Sam. Cukup temui pimpinannya dan sampaikan, selamat menemui maut."Sam mengangguk paham, ia menerima beberapa Map yang di sodorkan oleh Bosnya itu. "Tuan, mengenai kasus pembu
Istirahat pertama, Safir langsung di sambut oleh dua orang rekan kerja satu kubikelnya. Mereka adalah dua orang gadis yang tentunya jomblo, namun ramah dan tidak sinis walau tahu dirinya adalah istri Bos perusahaan.Setelah ia perkenalan, dan beberapa karyawan tahu jika ia istri sang Bos, tentunya pandangan segelintir dari mereka pun berbeda. Ada yang menyanjung dan ada pula yang tampak mencela dari tatapan mereka. Tapi Safir tidak peduli itu, tujuannya di sini adalah mencari pengalaman.Wajar, dimana pun dan kapan pun, pasti ada saja orang yang membencinya. Tapi, ia masih bersyukur, ada pula orang-orang yang mau menerimanya. Memang benar, ia tak sendirian, kalau pun manusia meninggalkannya, maka ada Allah yang akan terus mengurusnya.Tapi, belum usai senyum yang mengembang di bibirnya begitu cewek yang bernama Rina dan Salsa mengajaknya makan bersama di kantin perusahaan. Tiba-tiba ada seorang pria yang sudah dikenalnya, mencegat begitu saja langkah
Kei menghela nafas berat, Tantenya ini tidak akan bisa memahaminya walau sudah beberapa tahun hidup bersama satu rumah. Rumahnya, bahkan lebih terkesan milik tantenya, karena dirinya pun jarang berada di sana karena kesibukannya. Ia lebih memilih tinggal di apartemen yang lebih sepi dan memudahkan dia melakukan berbagai kegiatan.Hanya ketika Safir datang ke kehidupannya, ia termasuk sering berada di rumah dan menginap disana."Tante tenang aja, rumah ini enggak akan aku jual, walau Yamamoto bangkrut sekalipun."Kei menjawab kegusasan Sonia, membuat wanita itu sedikit sumringah. Jelas saja, Sonia tahu bahwa keponakannya telah melenyapkan dua cabang perusahaan sekaligus. Dan ini merupakan kabar buruk bagi dirinya. Ia takut, kejadian dulu, saat Kei menghancurkan lima cabang perusahaan terjadi lagi, bahkan mungkin akan lebih parah. Bisa jadi, Kei malah melenyapkan seluruh aset miliknya, hingga rumah yang di tempatinya. Kadang, ia memag tak mengert
"Biar aku yang menangani itu, kamu tenanglah Sam," ucap Kei yang memahami betapa khawatirnya Sam terhadap sang istri. Pria yang sejuk wajahnya namun kejam di dalam itu, tak pernah segusar itu, jika tak menyangkut sang istri.Setelah mendapat telpon dari asisten pribadinya. Kei segera memutar balik arah mobilnya. Ia berbelok ke sebuah tikungan, sambil matanya sesekali fokus ke layar ponsel yang menunjukkan GPS suatu lokasi.Tak membutuhkan waktu lama, Kei sudah sampai ke sebuah gedung tak terpakai. Ia melihat satu mobil terparkir di sana.Edward menepuk-nepuk tangannya sendiri. Ia melapor pada Elan bahwa akhir-akhir ini, asisten pribadi Kei, yang bernama Sam itu mengganggu kenerjanya.Elan yang saat itu masih fokus mengurus beberapa masalah perusahaan lantas tak bisa tinggal diam jika geram anak buahnya menjadi terbatas."Saat aku mengunjungi kediaman artis itu, Sam tak pernah membiarkanku untuk sekedar mengawasi lebih lama, dia sangat lihai untuk t
Negeri Jiran menjadi tempat yang kini dipilih oleh Kei dan juga Safir untuk melanjutkan hidup. Keduanya memilih meninggalkan segala kenangat pahit, walau ada juga diselingi kenangan indah disana, namun semuanya hanya ingin mereka kenang dan berharap tidak akan terulang lagi selamanya.Sejarah memang selalu terulang, tapi harapan keduanya adalah mengulangi sejarah yang indah. Terutama untuk keluarga mereka. Kei memulai bisnisnya kembali dari nol, ia sekarang bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia dan mendapat posisi sebagai menejer.Safir juga hidup layak disebuah rumah yang tidak semewah rumah Kei terdahulu, namun ia merasa tenang dan tentram tanpa gangguan siapapun. Bahkan, kini ia sudah memiliki seorang putra yang tampan, mirip sekali dengan suaminya, Keiji. Putranya ia beri nama Anggara Putra Keiji. Nama yang juga sangat disukai suaminya.“Pekan depan Elan mau berkunjung ke rumah kita, katanya mau lihat keponakannya, gimana menurutmu sayang? apa aku n
“Insyaa allah, Evan kuat Mas, dia pasti akan bertahan untuk berbaikan sama kamu lagi, kembali seperti dulu,” ujar Safir lembut ia duduk tepat disamping suaminya yang menutup wajahnya dengan tangan dan sikunya yang terpangku dikedua lututnya. Ini bukan kali pertama Kei merasa kehilangan, setelah Ayah, kemudian disusul Ibunya dan kini adiknya.Ia kira dengan mengikuti semua titah dari Kakeknya dan dengan berkuasanya ia di dalam perusahaan, kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi. Namun tetap saja, semua terjadi dan inilah takdir untuk keluarganya. Elan adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki.Aoshi berdiri tidak jauh dari dua orang suami istri itu. Ia menatap prihatin kearah Kei, ia juga turut sedih karena tindakan Elan yang bebahaya dan membahayakan nyawa, ia bahkan tidak menduga pria bajingan itu akan memberikan nyawanya untuk melindungi Kei. Padahal, setahunya hubungan Elan dan Kei sedang tidak baik-baik saja.“Safir, dia keluar
“Seorang Alexander tidak benar-benar mempercayaimu Edward, mereka akan membunuhmu perlahan. Seharusnya yang kau hancurkan adalah mereka,” ucap Elan berjalan mendekat ke arah Edward agar pria itu mengurunkan niatnya dan tidak buta karena ambisi pribadinya. Sementara pria dengan jas hitam dan bergaya rambut top knot itu terkekeh, bahkan meringis senang karena bisa mengubah posisi antara dirinya dan atasannya dimasa lampau. Dunia memang berputar, ia sudah percaya dari sejak lama pepatah itu, hanya saja ia perlu sabar dan terus berusaha.“Apa kamu tahu Elan, kakakmu bukan hanya pembunuh berdarah dingin, tapi dia binatang yang tidak seharusnya hidup di dunia ini. Dia telah membunuh banyak orang dengan tangannya. Sekarang, apa kamu membelanya karena Alex sudah tidak percaya padamu lagi Elan?” sindir Edward dengan nada meremehkan. Matanya menyalang dengan kaca-kaca, ia merasakan betapa pahitnya kehidupannya selama ini dikejar-kejar rentenir, dikejar polisi pu
“Jadi, kamu benar mau menipuku Safir?” Edward menyeringai, dalam sedetik ia sudah menyudutkan Safir ke dinding dan menatapnya tajam.“Kenapa kamu berubah pikiran hah? apa kini kamu sudah mencintai suamimu yang jahat itu? atau kini kamu sudah bermimpi untuk menguasai hartanya?” geram Edward. Tangan pria itu merembet untuk mencekik Safir.Brak!Pintu besar yang terbuat dari kayu itu terbuka, Elan berada disana dan langsung mengeluarkan tinjunya kearah Edward.“Bos, kenapa kamu disini?” Edward terkejut.“Safir, pergilah.” Elan menatap Safir menyuruh wanita itu pergi. Sedangkan Safir yang masih terkejut menggeleng tidak percaya, bagaimana bisa Elan berada disini dan malah memihak padanya?“Safir! tunggu apa lagi, cepat bawa dokumen-dokumen itu dan pergi dari sini!” teriak Elan menggema diruangan kedap suara itu. Edward yang hendak menarik tangan Safir, tidak mampu karena Elan mendorongn
"Kei kamu mau pergi?" Mata Sonia berkaca-kaca, tangannya mengelus lengan keponakannya yang selama ini telah menampungnya.Kei mengangguk, "iya, aku minta maaf jika selama ini, belum bisa menjadi anak yang baik bagimu. Belum bisa menjadi Kakak yang baik untuk Emira dan Nania."Sonia menatap lekat-lekat wajah Kei, tangannya kini menangkup wajah pria itu. Laki-laki kecil yang dulu pernah ia rawat setelah kepergian saudaranya. Kini ternyata sudah menjelma menjadi pria dewasa. Namun, kehidupannya tidak berjalan selalu mulus. Sonia sangat tahu, Kei selalu berurusan dengan dunia hitam yang tidak tahu kapan akan berakhir.Sedari awal, ia mendukung semua apapun yang dilakukan Kei. Selama dirinya bisa mendapat perlindungan dan tumpangan. Ia tidak ingin bernasib sama dengan Ayah maupun Ibu Kei yang menentang Kakeknya, Sugi Yamamoto. Ia ingin hidup kaya dan bahagia. Wajar, jika dirinya selama ini, sangat tidak suka dengan kedatangan Safir yang bisa jadi merebut harta yang selama ini ia idamkan da
Safir yang sudah terbebas dari Edward, menghela nafas lega. Bukti yang kini di tangannya ia apit kuat-kuat, jangan sampai ada yang mengambil, karena ia takut justru akan berakibat fatal nantinya.Baru saja keluar dari kantor polisi, saat ia hendak mencari taksi, tangannya ada yang mecekal tiba-tiba. Bahunya dipeluk dari belakang, sebuah lengan kekar, melingkar di lehernya. "Jangan banyak gerak, ikuti aja kemana aku membawamu.""Siapa kamu?!" sentak Safir, berusaha melepaskan diri. Namun, kungkingan pria itu terlalu kuat. Akhirnya dengan jantung berdegup, ia pasrah saja."Berani berteriak, aku akan memenggal lehermu disini," ancamnya. Safir mengangguk, mencari aman sementara, juga ia ingin tau siapa pria yang kini menyeretnya ke dalam mobil."Kamu..." Safir kehabisan kata. Pria itu, adalah pria bertopi coboi yang pernah menemuinya di atas balkon. Kei sudah menceritakan padanya, jika pria bermata tajam dan berkulit vampir itu bernama Aoshi, tema
Safir menutup mulutnya sendiri begitu rekaman yang di dapat dari daschcam mobil seseorang menangkap beberapa kejadian termasuk kecelakaan orang tuanya. Mobil itu terlihat bergerak hingga terdengar pecakapan pengemudinya.“Aku akan membunuh direkturnya, dengan tanganku sendiri.”Lalu kemudian mobil bergerak dengan kecepatan diatas rata-rata. “Aku akan mengahancurkan kalian semua!” geram seorang pria yang wajahnya terlihat jelas di kamera.Pria itu adalah Keiji Salim Yamamoto. Wajahnya masih khas asia timur. Matanya masih terlihat sedikit sipit dan tidak ada jambang yang menghiasi wajahnya. Potret pria itu ketika masih muda. Terlihat, Kei mengambil minuman beralkohol dengan botol mini, lalu meneguknya beberapa kali.Mobil itu semakin dilajukan dan secepat kilat menabrak sebuah mobil di depannya dengan sengaja. Namun sepertinya karena mabuk keseimbangan Kei terganggu begitu pula mobil yang ditumpanginya, hingga ketika a
Kei menyugar rambutnya sendiri bisa-bisanya iaupa jika di apartemen yang ditinggali olehnya tersimpan bukti-bukti mengenai kecelakaan orang tua Safir. Ia belum sempat memindahkan bukti-bukti itu ke tempat yang aman.Sepulang dari kediaman Sugi Yamamoto yang berakhir dengan dirinya yang mendapat ancaman bahwa semakin Kei memberontak, Sugi akan benar-benar melenyapkan orang-orang terdekatnya. Ia bergegas untuk segera sampai ke apartemennya.Setelah membuat laju kendarannya di atas rata-rata membelah jalanan kota. Kei akhirnya sampai di apartemen mewah bak hotel bintang lima tempat dimana ia tinggal sementara itu. Ia segera menaiki lift dengan dada bergemuruh dan pikiran yang berkecamuk. Berharap Safir tidak menemukan apa-apa di tempat tinggalnya.Saat Kei memeriksa laci di dekat ranjang, matanya membelalak. Dokumen-dokumen termasuk flashdisk yang ia simpan sudah menghilang. Semuanya. “Safir!” pekik Kei dengan suara berat.Ia segera menelpon Soni
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Edward untuk mendapatkan bukti rekaman yang menunjukkan Elan telah membunuh seseorang. Pulpen mini itu ia masukkan ke dalam saku celana, memberi kecupan sebentar ke dahi Emira lalu berpamitan pergi dari kediaman Keiji Salim Yamamoto.Safir dan Kei yang tengah berada di apartemen namun terasa seperti hotel, kini mereka sedang menikmati makan malam mereka. “Mas, kira-kira kenapa ya Mas El ingin tahu target kamu selanjutnya?” tanya Safir.Kei yang sedang fokus dengan makanannya mendongak, ia memang cenderung sangat diam dan tenang jika sudah berhadapan dengan makanan. “Kamu lupa Fir? Aku nggak suka bicarain bisnis di meja makan,” ucap Kei datar. Safir hampir saja tersedak, pria itu tetaplah seorang Keiji Salim Yamamoto yang sedari awal ia temui bersikap dingin dan tidak suka terganggu.“Maaf,” ujar Safir, menunduk.“Bicarakanlah hal lain,” ucap Kei, bukan berarti ia