Aku terbaring lemas di ranjang pengantin yang dihias sederhana oleh Bik Imas.Di tengah keheningan kamar, aku merenung. Menatap langit kamar bercat putih. Tiba-tiba terbayang wajah Mamah, Mamah menoleh ke arahku dan tampak tersenyum ke arahku. Aku juga tersenyum melihatnya, tapi sayangnya bayangan itu tiba-tiba menghilang, melebur kembali menjadi langit-langit kamar."Mamah! Mamah!"Aku tersentak dan terduduk. Ternyata aku tadi sempat ketiduran. Dengan pelan, aku seka peluh di dahi dengan pangkal telapak tangan. Rupanya, mimpi itu mengingatkanku akan Mamah yang kini tidak bisa kupeluk lagi.Seketika rasa kehilangan menyergapku. Sejujurnya selama tadi acara, hatiku rasanya sudah sangat hampa. Apalagi jika ditambah oleh ingatan tentang kelakuan dan omongan gila Hans, rasanya diri ini semakin menderita, bahkan untuk berteriak pun rasanya sesak.Akhirnya aku hanya bisa menangis. Meraung seraya memeluk lutut di atas tempat tidur. Entah kenapa dadaku terasa sangat sakit. Bayangan Mamah dan s
Kata orang pembendaharaan kata di dalam otak perempuan itu lebih banyak dari laki-laki jadi wajar jika pada bawel. Namun, sayangnya kali ini bakat ngomel yang kumiliki harus tertahan. Semua itu karena sepertinya Athar masih dongkol akibat kejadian di kamar mandi tadi pagi.Coba bayangkan saja, seorang Kania yang tadinya mau marah gara-gara diajak pulang dadakan, gak jadi karena terpaksa harus membungkam diri akibat si kasep lagi gak jelas moodnya. Dari tadi dia hanya diam dan fokus menyetir. Sehingga kami disibukkan pikiran masing-masing, untungnya ada backsound lagu masa kini. Setidaknya aku gak akan pingsan karena bosan.Halah! Kenapa Athar bisa sedingin itu sih sehabis kejadian kolor? Padahal dia yang lupa mengunci pintu kamar mandi tapi malah aku yang disalahkan. Masih teringat jelas usai tragedi kolor gede tadi, Athar jadi lebih canggung dan hal pertama yang dia katakan ketika kami bertemu pandang adalah rencananya untuk pulang pagi ini.Jelas pernyataan itu membuatku terkejut ta
"Kenapa kamu datang dengan membawa Kania, Athar? Kenapa dia ikut sama kamu?"Itulah pertanyaan pertama yang aku dengar ketika kami sudah duduk saling berhadapan. Di ruang tamu yang berhawa panas ini, kini kami sedang duduk saling menghadap. Aku dan Athar di sisi kanan sementara Anita dan Bu Maryam di sisi seberangnya. Aku melihat perut Anita membuncit, sepertinya dia sedang hamil.Aneh. Anak siapa yang dia kandung? Bukannya Hans mandul? Aku jadi curiga kalau mereka bersekutu dan membuat rencana jahat. "Jawab ATHAR! Kenapa harus datang bersamanya? Kenapa?" tegas Bu Maryam menaikkan suaranya karena Athar belum mau bersuara. Untunglah, sambutan Bu Maryam yang terdengar murka tak berpengaruh bagi Athar yang sejak tadi sudah memasang wajah datar. Pria itu melihat ke arah Ibu dan kakak tirinya bergantian."Ya, Kania memang harus ikut sama saya Bu. Sebenarnya kedatangan kami ke sini untuk memberi tahu tentang kabar pernikahan kami. Alhamdullilah mulai sekarang saya adalah suaminya. Kania su
Sudah kuduga, sejak dulu sikap Athar tak pernah berubah. Dia itu emang makhluk yang perbuatannya di luar dugaan. Apa yang dilakukannya selalu saja tidak bisa terpikir olehku dan penuh kejutan. Otak Athar yang over kreatif terkadang membuatnya bertingkah laku yang membuat para perempuan bisa jantungan. Dan sialnya, korban yang utama adalah aku si janda yang baru menikah kedua kalinya.Ish! Dasar perjaka! Doyannya bikin aku degdegan hampir sawan. Bisa-bisanya dia membelaku sebegitu jantannya. Bagaimana jika aku jatuh cinta beneran coba?Alhasil, dikarenakan gondok, setelah syukuran yang dibumbui konflik ala drama ikan terbang, tanpa buang waktu aku langsung mengajak Athar untuk berbicara empat mata di kamarnya. Lalu, di sinilah kami tengah berdiri saling berhadapan dengan suasana yang cukup tegang. Aku menyipitkan mata melihat ke arah Athar. "Kenapa, Thar? Kenapa kamu cium perut saya?" protesku pada Athar. Ketika kami sudah menutup rapat pintu, jendela dan akses yang bisa membuat ora
Sepeninggal Athar dan Anita, aku memutuskan untuk merebahkan diri karena rasa lelah yang menyiksa selepas perjalanan. Namun, alih-alih tertidur aku malah merasa sepi, sedih dan hampa. Mungkin ini karena aku hanya sendirian berada di kamar Athar yang cukup mewah tapi minimalis ini.Aku mendesah seraya memandang langit-langit kamar. Pikiranku melanglang buana ke semua hal, dari mulai teringat Mamah sampai ke memikirkan pekerjaan yang telah lama dilupakan karena aku sedang berduka.Agh, aku benci jadi kesepian dan menyesal merelakan Athar pergi bersama Anita yang telah merebut suamiku.Seharusnya aku larang saja Athar, dibanding aku yang merana. Dasar bodoh! Dasar lemah! Benar kata sahabatku Kiki yang kini sedang ada di luar pulau, bisa jadi hatiku terlalu surabi buat hati Anita yang Dunkin Donut. Aku yang gak tega melihatnya kesakitan, memilih menjadi kesepian.Akibat tak tahan lagi, akhirnya aku duduk sembari menghembuskan napas berat. Kulirik jam dinding yang menunjukan jam 12.00 sian
Jangan coba-coba berurusan dengan pelakor. Itulah yang selalu didendangkan Mamah selama dia masih hidup. Almarhumah Mamah bercerita dulu, Mamah pun hampir bernasib sepertiku tapi beruntung Bapak masih kuat iman.Tadinya aku pikir, seorang Kania gak bakal diganggu oleh pelakor tapi ternyata oh ... ternyata. Bukan hanya suami pertamaku yang direbut pelakor kini suami keduaku pun takdirnya malah menjadi adik tiri dari si pelakor. Lucu bukan? Ya, sangat lucu siapa sangka Anita hanyalah anak dari lelaki lain yang dibawa Bu Maryam. Dulu, aku mengira Anita adalah kakak kandung tapi untungnya dia hanya kakak tiri yang sepantasnya harus aku labrak. Sheh! Emang Anita itu wanita gila! Udah jelas-jelas tadi yang mencoba memelukku adalah Hans, dia malah gak percaya dan malah menghinaku secara kejam."Aku benci. Benci!"Saat tengah misuh-misuh sambil berurai air mata di kamar akibat kejadian tidak menyenangkan tadi siang di dapur, tetiba seseorang membuka pintunya."Kenapa Mbak? Kok, nangis?" tany
Sejak awal aku memang tidak berharap bahwa pernikahanku dengan Athar akan gemah, ripah dan loh jinawi. Namun, aku juga tidak berharap kalau masalahnya bakalan seribet ini. Terutama setelah hadirnya Clara yang datang dengan penuh drama dan air mata buaya. Sesuai dugaan dia langsung mendominasi permainan di rumah ini. Bahkan aku dan Athar yang berencana keluar pun harus mengikuti alurnya. Jadi ... ya sudah, kami tidak jadi pergi ke kota atau sekedar jajan di emperan. Setelah kedatangan Clara posisiku jadinya tersudut karena wanita cantik berambut ikal itu merebut perhatian semua orang tak terkecuali Athar. Walau hanya menatap datar pada Clara tapi aku tahu lelaki itu cukup perhatian. Itu terlihat dari bagaimana dia menyimak semua perkataan Clara yang sedang mengobrol dengan Bu Maryam dan Anita. Lalu, di mana Hans? Ah, entah aku tak perduli. Lagian, ada bagusnya pasangan iblis itu gak barengan kayak gini, bisa-bisa aku keki akibat kejadian di dapur tadi.Huft! Tenang, Kania! Tenang. Ja
Kupandangi wajahku di cermin dengan pasrah. Masih tak menyangka, bahwa tadi aku dan Athar hampir saja berciuman. Amsyong, sungguh amsyong! Hanya gara-gara dua ekor curut yang gak ada akhlak akhirnya kami harus berakhir dengan saling memendam gondok. Andai. Aku gak begitu parno sama hewan bercicit itu mungkin sekarang aku dan Athar sudah ... ah! Sudah, sudah Kania! Oh ya Allah, mau ditaruh di mana coba mukaku ini?Jujur saja, akibat tragedi di gudang tadi yang memalukan pikiranku serasa terkotori.Setiap mau melakukan sesuatu, anehnya benakku selalu saja teringat pada adegan Athar yang sudah siap melahap bibirku.Oh Tuhan! Entah apa yang merasukiku, hingga gara-gara itu di setiap sudut kamar ini aku hanya terbayang wajah Athar yang lagi 'nganu'. Kenapa coba Athar melakukan itu? Apa dia benar-benar mau menciumku? Atau hanya terbawa suasana? Padahal kan kami juga belum saling menyatakan cinta.Duh.Aku tidak tahu harus bagaimana menunjukan sikap jika Athar pulang ke kamar selepas meny
Aku mengamati wajah Athar yang masih memejamkan mata. Ini sudah hampir satu Minggu pasca kejadian nahas itu terjadi. Namun, tak ada tanda-tanda suamiku akan tersadar dalam waktu dekat ini. Tampaknya suamiku masih setia dalam tidur panjangnya."Sayang bangun ...." bisikku getir. "Thar maafin aku, ya. Maafin udah bikin kamu jadi kayak gini. Aku janji kalau kamu bangun, gak akan panggil kamu lagi dengan yang aneh-aneh. Ayo buka matamu Sayang! Kamu suamiku Thar, suamiku."Lagi, aku menangis karena menyadari kalau yang kuajak bicara sama sekali tak bereaksi.Aku tahu Athar mungkin tak mendengarku tapi entah mengapa aku sangat rindu. Aku rindu mendengar suaranya, aku rindu pelukannya dan aku rindu tingkahnya yang konyol saat menggodaku.Kuakui melihat Athar terbaring dengan banyaknya perban di kepala dan tubuh suamiku tak ayal hatiku terasa remuk dan perasaanku campur aduk.Sampai saat ini, aku masih gak menyangka suami yang kusayangi harus hidup hanya dengan dipenuhi berbagai alat yang men
Di tengah keputus-asaan dan kewarasanku yang tinggal setengahnya tiba-tiba telinga ini menangkap suara lelaki yang sangat kurindukan berteriak lantang. Sontak suasana jadi gak terkendali. Semua mata mengarah tajam ke arah pintu yang menampilkan bayangan suamiku.Ya Allah, alhamdullilah! Aku selamat. Dia datang."Athar, itu kamu, kan? Athar!" teriakku parau berharap penglihatanku gak salah. "Iya, Sayang! Ini aku! Bertahanlah! Aku akan bebasin kamu!" jawab Athar dengan suara bergetar. Pandangan matanya yang sedih beralih padaku yang sedang dalam kondisi mengenaskan."Iya, Thar! Hati-hati ya mereka orang jahat! Mereka menyekapku karena Anita! Dia gak mau kamu menuntut ibunya! Kamu jangan terpengaruh Athar!"Aku terus berusaha menambah keyakinan Athar. Melihat suamiku datang, rasanya tenagaku seolah disuntik ribuan vitamin. Aku berusaha kembali mengerahkan sisa tenaga untuk melawan para lelaki besar yang sedang mengikatku. Meski aku merasa kesakitan, kukuatkan jiwa dan raga demi bisa beb
Mataku terbuka setelah tersorot cahaya dari pintu kamar yang terbuka sempurna. Aku tidak tahu sudah berapa lama tertidur karena sepertinya aku pingsan usai dipukul oleh Ratna. Tak berapa lama, muncullah bayangan dua orang manusia yang berjalan dengan pongah dari ambang pintu. Dari bentuknya, aku yakin itu adalah dua orang wanita.Karena kepalaku masih sakit akibat hantaman benda tumpul, aku sangat sulit mengenali dengan jelas siapa saja yang datang itu. Terlebih, kini mataku terasa sangat perih dan parahnya badanku pun terikat hingga tidak bebas bergerak.Barulah setelah wanita itu menyalakan lampu dan sampai di depanku, aku langsung bisa melihat wajahnya yang serasa tak asing, meski lebih kurus dari sebelumnya tapi aku tahu kalau dia ...."Hey janda!" "Ternyata benar kalian bersekongkol? Berengsek!" makiku marah ketika melihat Ratna dan Anita berdiri di depanku sambil melipat tangan.Walau aku sudah curiga tetap saja kenyataan kalau mereka bersekutu sangat membuat darahku seolah men
Di antara kesadaran dan ketidaksadaran, sayup-sayup aku mendengar lagu BTS mengalun. Semula hanyalah alunan kecil semata tapi lama-lama semakin keras dan menuntut untut diangkat. Astaghfirullah! Ini siapa sih yang berani mengganggu tidurnya seorang istri yang baru saja menyelesaikan kewajibannya? Apa dia tidak tahu kalau aku sudah sangat bekerja keras demi mempersembahkan seorang anak bagi Athalarik Yusuf yang kekarnya setara dengan Aqua-Man? Astaghfirullah! Lemas, sumpah lemas. Gak nyangka kepiawaian berondong membuatku lupa akan trauma.Dikarenakan dering telepon itu terus mengganggu, dengan sangat terpaksa aku pun membuka mata. Walau pun nyawa belum kumpul semua dan melanglang buana setidaknya aku tahu dari arah mana itu berasal. Secara malas dan dengan masih memejamkan mata, aku merentangan tangan dan meraba-raba sisi di samping tempat tidur, berharap aku bisa menemukan benda pipih yang terus mengganggu itu dan akhirnya dapat."Halo, assalammu'alaikum. Halo? Siapa nih?" tanyaku
POV ATHARDengan perasaan masih tak karuan, aku hanya mampu terduduk di balik kemudi. Setelah melewati proses pemakaman dan interogasi yang menyita perhatian tentang kematian Clara akhirny aku bisa pulang. Namun, aku kecewa ketika sampai ke rumah aku malah tak menemukan Kania--istri yang selalu membuatku khawatir.Di mana dia? Kenapa semalam ini dia belum kembali? "Shit! Pake merah lagi!"Aku mendengkus kesal ketika mobilku terhalang lampu merah padahal perasaanku sudah sangat cemas. Sambil menunggu lampu berubah hijau, aku merogoh ponsel yang ada di saku celana. Tanganku gegas menekan tombol hijau untuk menelepon Kania tapi lagi-lagi gak ada jawaban. Hampir frustasi, aku memukul pelan setir dan lalu memandang layar hape yang menunjukan wajah istriku.Kupandang walpaper itu lamat-lamat.Heran. Ini orang narkoba apa manusia? Kenapa bisa membuatku resah begini? "Mbak kamu di mana? Lagi apa? Dan sama siapa?" Aku mendesah gelisah, apalagi lampu tak juga hijau. Sudah menjadi rahasia umu
Aku menatap perempuan yang ada di depanku dengan wajah datar. Sudah lima belas menit berlalu aku dan Anita duduk berhadapan di meja kafe tapi wanita di depanku belum juga bersuara. Tadinya, aku malas sekali menemui perempuan yang telah merebut Hans dariku ini tapi dia terus memohon hingga aku tak ada pilihan selain menemuinya. Pertemuan ini bermula dimulai dari beberapa waktu lalu di mana aku yang sedang membeli nasi goreng tiba-tiba melihat Anita turun dari mobil dan menghampiriku. Jujur, aku terkejut melihatnya menemuiku semalam ini, padahal aku kira dia sedang berada di luar kota dengan Bu Maryam sesuai yang aku lihat di medsosnya. Ternyata ... oh ternyata dia ada di sini, ajaib!Saat di depan tukang nasi goreng, Anita bilang dia ingin bicara padaku empat mata saja. Mulanya aku menolak karena curiga dan juga takut Athar mencari tapi dia tetap memaksa sampai memohon-mohon. Katanya ini sangat penting dan dia berjanji tidak akan lama berbicara. Entah apa tujuannya tapi kuakui kal
Kania mondar mandir gak tenang. Sudah seharian ini Athar tidak bisa dihubungi. Otaknya terus saja melancarkan aksi spekulasi tentang berbagai peristiwa yang mungkin terjadi pada Athar di luar sana. Setelah berpamitan pagi tadi, Athar seolah susah dihubungi.Kania gelisah, galau dan merana. Akibat kabar meninggalnya Clara, ternyata sangat hebat. Bahkan Kania saja yang sengaja gak masuk kantor langsung mendapat kasak-kusuk yang gak jelas via grup WA para karyawan.Mendapati itu, tak dipungkiri di satu sisi dia juga merasa sedih karena walau Kania tak menyukai Clara tetap saja dia adalah manajer di kantornya. Sedikitnya Kania dan Clara sempat bersinggungan. Namun, anehnya selain sedih di satu sisi lainnya Kania merasa sangat khawatir.Ya, khawatir akan ada masalah baru lagi."Huf."Kania mengambil napas dalam sekaligus beristighfar. Gadis itu menengadahkan tangannya menghadap kiblat untuk berdoa.Dia memutuskan untuk mendoakan mendiang Clara dan juga kebaikan untuk keluarganya terutama A
POV AuthorMata Athar mengerjap pelan ketika dia melihat tubuh atas Kania yang ter-ekspos setelah istrinya tersebut menanggalkan baju piyama. Ini untuk pertama kalinya Kania berani membuka pakaiannya di depan Athar. Melihat pemandangan ekslusif ini, Athar tidak menyangka kalau Kania memiliki banyak luka di sana sini, ada luka pukulan sampai goresan semua ada. Athar yakin semua itu bukti kekerasan Hans yang entah mengapa belum sembuh walau sudah sekian lama berlalu. Sebaliknya, Kania pun terkejut melihat penampakan punggung Athar yang kini bisa dilihatnya dengan jelas. Jujur. Kania tidak menyangka kalau Athar juga memliki bekas luka bakar di tubuhnya. Kata Athar itu terjadi karena dulu almarhum bapaknya sempat memukulinya karena berani menantang Bu Maryam. Mereka pun saling iba terhadap kondisi masing-masing dan berjanji akan saling melindungi, walau tidak terucap secara langsung."Mbak, kenapa Mbak gak pernah bilang kalau punya luka seberat ini? Ini harus divisum Mbak. Kita harus m
Kania terperanjat saat melihat Athar pulang dengan tatapan mata yang begitu sayu. Lelaki yang katanya mau menunaikan misi itu malah pulang dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Semalaman di luar nyatanya membuat tampilan Athar teramat kusut di pandangan Kania yang telah mencemaskannya.Tentu pemandangan ini membuat Kania bertanya-tanya. Apa yang terjadi pada suaminya? Kenapa pulang dari rumah Clara jadi seperti ini? Berbagai macam pertanyaan dan hipotesis mulai muncul di benak Kania. Namun, sayangnya belum juga itu terjawab, Athar sudah lebih dulu berjalan masuk melewati istrinya dengan tatapan kemarahan. Lelaki itu mengarahkan kakinya ke dapur meninggalkan Kania yang masih melongo kebingungan. "Thar, kenapa? Kamu haus?" kejar Kania cemas. Athar tak mengindahkan pertanyaan Kania. Athar lebih fokus untuk membuka kulkas untuk mengambil botol minum berisi air es dan lalu meminumnya hingga tandas. Akan tetapi, meski sudah beberapa kali menegak minuman sialnya rasa panas yang membakar tu