"Tapi kalau kamu mau aku meninggalkan Tiffany dan anak-anak demi ngasih kejelasan sama Vivi? Jangan mimpi."Setelah berkata demikian, Sean bahkan tidak repot-repot menoleh ke arah Lena lagi. Sebaliknya, dia berbalik dan berjalan ke arah Tiffany yang menatapnya dengan lembut. "Sudah lima tahun nggak kembali ke sini. Kamu rindu nggak?"Dengan penuh kelembutan, dia menemani Tiffany mengobrol sambil berjalan melewati Lena dan meninggalkan area bandara.Lena tetap berdiri di tempat, mengepalkan tangannya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Giginya menggigit bibirnya begitu keras hingga tampak pucat. Sampai akhirnya, Conan datang menghampirinya.Lena menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Kak Conan, menurutmu apa bagusnya mantan istrinya itu?"Lena hanya tahu bahwa Conan sudah lama mengenal Sean dan Sanny, sama seperti dirinya dan Vivi. Namun, dia tidak tahu bahwa dokter yang Conan temui di Kota Kintan adalah Tiffany. Karena mengira Conan tidak mengenal Tiffany, dia semakin berani m
Ucapan Lena memang terdengar sangat menyakitkan. Conan mengernyit tajam, lalu menarik tangan Lena dengan erat."Apa kami pernah bilang kami nggak mau bayar biaya pengobatan Vivi? Apa kami pernah bilang kami nggak mau bantu kalian berdua? Membalas budi nggak berarti harus mengorbankan pernikahan Sean!"Usai bicara, Conan menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kalau kamu benar-benar berpikir bahwa tindakanmu ini benar, silakan telepon Vivi sekarang dan lihat siapa yang akan dipermalukan pada akhirnya!""Kamu bilang kamu mau kerja dan menafkahi Vivi? Memangnya kamu bisa?"Lena langsung terdiam. Kata-kata Conan membuatnya tidak bisa membalas sepatah kata pun. Sebenarnya, dia juga tidak benar-benar ingin menelepon Vivi, hanya saja ....Sementara itu, tidak jauh dari sana."Siapa gadis yang ada di sebelah Conan itu?" Tiffany bertanya dengan nada santai sambil berjalan. Dia mengenakan mantel tipis dan menarik koper dengan satu tangan, ekspresinya tetap datar saat menoleh ke Sean."Ad
Tiffany masih ingat, dulu dia sedang makan ayam goreng bersama Julie di tempat ini saat pertama kali bertemu dengan Zara. Waktu itu, Zara masih merupakan boneka yang berada di bawah kendali Sanny.Namun sekarang, Zara telah berdiri di puncak kekuasaan Keluarga Japardi di Elupa dan menjalankan semuanya dengan tangannya sendiri.Sebenarnya, selama bertahun-tahun ini, alasan Tiffany bisa hidup dengan tenang di luar dan melakukan apa yang dia sukai, sebagian besar adalah berkat Zara. Secara teknis, Zara adalah "adik"-nya, tetapi dalam banyak hal, Zara lebih mirip kakak baginya.Di Elupa, dia bekerja sama dengan kakeknya untuk mengelola Keluarga Japardi dengan sangat baik. Semua pelatihan yang diberikan Sanny kepada Zara di masa lalu kini telah membuahkan hasil. Dia telah menjadi simbol Keluarga Japardi.Namun, tidak peduli seberapa besar kekuasaan yang dia miliki, setiap kali berhadapan dengan mitra bisnis atau para pemegang saham Keluarga Japardi, jawabannya selalu sederhana dan sopan."A
Menghadapi sikap Lena yang begitu agresif, Sean hanya mengernyitkan dahi. "Kapan Vivi pernah keluar dari rumah sakit?"Lena terdiam.Benar juga.Dia mendengus sinis. "Kamu masih sadar soal itu? Sejak Vivi mengenalmu, dia selalu berada di rumah sakit! Sedangkan kamu? Kamu bersenang-senang di sini, sementara dia sendirian menanggung rasa sakit di rumah sakit!"Setelah berkata demikian, Lena langsung menoleh ke Tiffany.Tanpa memedulikan bahwa ada dua anak kecil di sana, dia menunjuk tepat ke wajah Tiffany dengan senyum penuh ejekan. "Kamu ini mantan istrinya Sean, 'kan?""Aku nggak peduli kenapa kalian dulu berpisah. Yang jelas, kalau sudah cerai, artinya kalian memang nggak cocok, bukan? Sekarang di sisi Sean ada kakakku, Vivi. Tapi tiba-tiba kamu muncul kembali bersamanya di Kota Aven, bahkan membawa kedua anak ini.""Apa kamu baru sadar ingin kembali setelah melihat ada yang mencoba merebutnya darimu?"Tiffany mendengar semua itu dengan ekspresi bingung. Alisnya berkerut ringan saat d
Sean sudah memperingatkan bahwa jika Tiffany tetap membawa anak-anaknya menginap di hotel, dia akan memerintahkan Chaplin dan beberapa pengawal untuk berjaga di depan hotel, bahkan melakukan pemeriksaan keamanan terhadap tamu-tamu lain. Alasannya adalah karena dia khawatir ada orang yang akan menyakiti anak-anaknya.Bagaimanapun, status Sean di Kota Aven telah membuatnya memiliki banyak musuh.Tiffany tidak ingin ribet. Itulah alasannya dia setuju untuk tinggal di rumah Keluarga Tanuwijaya untuk sementara waktu. Namun, dilihat dari kondisinya sekarang ....Arlene menatap Tiffany dengan mata membelalak. "Mama, bukannya kita tinggal di rumah Paman Ganteng?"Tiffany tersenyum tipis dan menggendong Arlene dengan santai. "Pacarnya Paman Ganteng nggak akan setuju." Setelah berkata demikian, dia melirik ke arah Arlo.Arlo langsung mengerti maksud Tiffany. Dia buru-buru melompat turun dari kursi dan mengambil tas Tiffany. "Mama, ayo pergi!"Sean mengerutkan alisnya, lalu mengangkat tangannya u
Tiffany mengerutkan alisnya dan segera berusaha melepaskan diri dari pelukan Sean. "Pulang ke mana?"Di Kota Aven, dia sudah lama tidak punya rumah lagi. Namun, tenaganya jelas tidak sebanding dengan Sean. Pria itu tetap memeluknya erat dan membujuk dengan penuh kesabaran."Tiffany, kamu sudah lima tahun nggak kembali. Kak Rika dan yang lainnya rindu sekali sama kamu. Apa kamu benar-benar nggak mau pulang dan melihat mereka? Lalu, pohon yang dulu kamu tanam di halaman dan ...."Tatapan Sean beralih ke kedua anak mereka. "Anak-anak juga belum pernah melihat tempat di mana kita dulu tinggal bersama."Tiffany tetap terperangkap dalam pelukannya. Usahanya untuk melepaskan diri berakhir sia-sia dan pada akhirnya, dia hanya bisa menatap Sean dengan tatapan kesal."Aku sudah bilang, selesaikan dulu masalah sama penyelamat hidupmu sebelum datang mencariku!""Nggak ada yang perlu diselesaikan." Mata Sean yang hitam pekat, menatap Tiffany dengan erat. "Kami nggak ada hubungan apa pun. Kenapa dia
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Tiffany mengerutkan alisnya dan segera berusaha melepaskan diri dari pelukan Sean. "Pulang ke mana?"Di Kota Aven, dia sudah lama tidak punya rumah lagi. Namun, tenaganya jelas tidak sebanding dengan Sean. Pria itu tetap memeluknya erat dan membujuk dengan penuh kesabaran."Tiffany, kamu sudah lima tahun nggak kembali. Kak Rika dan yang lainnya rindu sekali sama kamu. Apa kamu benar-benar nggak mau pulang dan melihat mereka? Lalu, pohon yang dulu kamu tanam di halaman dan ...."Tatapan Sean beralih ke kedua anak mereka. "Anak-anak juga belum pernah melihat tempat di mana kita dulu tinggal bersama."Tiffany tetap terperangkap dalam pelukannya. Usahanya untuk melepaskan diri berakhir sia-sia dan pada akhirnya, dia hanya bisa menatap Sean dengan tatapan kesal."Aku sudah bilang, selesaikan dulu masalah sama penyelamat hidupmu sebelum datang mencariku!""Nggak ada yang perlu diselesaikan." Mata Sean yang hitam pekat, menatap Tiffany dengan erat. "Kami nggak ada hubungan apa pun. Kenapa dia
Sean sudah memperingatkan bahwa jika Tiffany tetap membawa anak-anaknya menginap di hotel, dia akan memerintahkan Chaplin dan beberapa pengawal untuk berjaga di depan hotel, bahkan melakukan pemeriksaan keamanan terhadap tamu-tamu lain. Alasannya adalah karena dia khawatir ada orang yang akan menyakiti anak-anaknya.Bagaimanapun, status Sean di Kota Aven telah membuatnya memiliki banyak musuh.Tiffany tidak ingin ribet. Itulah alasannya dia setuju untuk tinggal di rumah Keluarga Tanuwijaya untuk sementara waktu. Namun, dilihat dari kondisinya sekarang ....Arlene menatap Tiffany dengan mata membelalak. "Mama, bukannya kita tinggal di rumah Paman Ganteng?"Tiffany tersenyum tipis dan menggendong Arlene dengan santai. "Pacarnya Paman Ganteng nggak akan setuju." Setelah berkata demikian, dia melirik ke arah Arlo.Arlo langsung mengerti maksud Tiffany. Dia buru-buru melompat turun dari kursi dan mengambil tas Tiffany. "Mama, ayo pergi!"Sean mengerutkan alisnya, lalu mengangkat tangannya u
Menghadapi sikap Lena yang begitu agresif, Sean hanya mengernyitkan dahi. "Kapan Vivi pernah keluar dari rumah sakit?"Lena terdiam.Benar juga.Dia mendengus sinis. "Kamu masih sadar soal itu? Sejak Vivi mengenalmu, dia selalu berada di rumah sakit! Sedangkan kamu? Kamu bersenang-senang di sini, sementara dia sendirian menanggung rasa sakit di rumah sakit!"Setelah berkata demikian, Lena langsung menoleh ke Tiffany.Tanpa memedulikan bahwa ada dua anak kecil di sana, dia menunjuk tepat ke wajah Tiffany dengan senyum penuh ejekan. "Kamu ini mantan istrinya Sean, 'kan?""Aku nggak peduli kenapa kalian dulu berpisah. Yang jelas, kalau sudah cerai, artinya kalian memang nggak cocok, bukan? Sekarang di sisi Sean ada kakakku, Vivi. Tapi tiba-tiba kamu muncul kembali bersamanya di Kota Aven, bahkan membawa kedua anak ini.""Apa kamu baru sadar ingin kembali setelah melihat ada yang mencoba merebutnya darimu?"Tiffany mendengar semua itu dengan ekspresi bingung. Alisnya berkerut ringan saat d
Tiffany masih ingat, dulu dia sedang makan ayam goreng bersama Julie di tempat ini saat pertama kali bertemu dengan Zara. Waktu itu, Zara masih merupakan boneka yang berada di bawah kendali Sanny.Namun sekarang, Zara telah berdiri di puncak kekuasaan Keluarga Japardi di Elupa dan menjalankan semuanya dengan tangannya sendiri.Sebenarnya, selama bertahun-tahun ini, alasan Tiffany bisa hidup dengan tenang di luar dan melakukan apa yang dia sukai, sebagian besar adalah berkat Zara. Secara teknis, Zara adalah "adik"-nya, tetapi dalam banyak hal, Zara lebih mirip kakak baginya.Di Elupa, dia bekerja sama dengan kakeknya untuk mengelola Keluarga Japardi dengan sangat baik. Semua pelatihan yang diberikan Sanny kepada Zara di masa lalu kini telah membuahkan hasil. Dia telah menjadi simbol Keluarga Japardi.Namun, tidak peduli seberapa besar kekuasaan yang dia miliki, setiap kali berhadapan dengan mitra bisnis atau para pemegang saham Keluarga Japardi, jawabannya selalu sederhana dan sopan."A
Ucapan Lena memang terdengar sangat menyakitkan. Conan mengernyit tajam, lalu menarik tangan Lena dengan erat."Apa kami pernah bilang kami nggak mau bayar biaya pengobatan Vivi? Apa kami pernah bilang kami nggak mau bantu kalian berdua? Membalas budi nggak berarti harus mengorbankan pernikahan Sean!"Usai bicara, Conan menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kalau kamu benar-benar berpikir bahwa tindakanmu ini benar, silakan telepon Vivi sekarang dan lihat siapa yang akan dipermalukan pada akhirnya!""Kamu bilang kamu mau kerja dan menafkahi Vivi? Memangnya kamu bisa?"Lena langsung terdiam. Kata-kata Conan membuatnya tidak bisa membalas sepatah kata pun. Sebenarnya, dia juga tidak benar-benar ingin menelepon Vivi, hanya saja ....Sementara itu, tidak jauh dari sana."Siapa gadis yang ada di sebelah Conan itu?" Tiffany bertanya dengan nada santai sambil berjalan. Dia mengenakan mantel tipis dan menarik koper dengan satu tangan, ekspresinya tetap datar saat menoleh ke Sean."Ad
"Tapi kalau kamu mau aku meninggalkan Tiffany dan anak-anak demi ngasih kejelasan sama Vivi? Jangan mimpi."Setelah berkata demikian, Sean bahkan tidak repot-repot menoleh ke arah Lena lagi. Sebaliknya, dia berbalik dan berjalan ke arah Tiffany yang menatapnya dengan lembut. "Sudah lima tahun nggak kembali ke sini. Kamu rindu nggak?"Dengan penuh kelembutan, dia menemani Tiffany mengobrol sambil berjalan melewati Lena dan meninggalkan area bandara.Lena tetap berdiri di tempat, mengepalkan tangannya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Giginya menggigit bibirnya begitu keras hingga tampak pucat. Sampai akhirnya, Conan datang menghampirinya.Lena menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Kak Conan, menurutmu apa bagusnya mantan istrinya itu?"Lena hanya tahu bahwa Conan sudah lama mengenal Sean dan Sanny, sama seperti dirinya dan Vivi. Namun, dia tidak tahu bahwa dokter yang Conan temui di Kota Kintan adalah Tiffany. Karena mengira Conan tidak mengenal Tiffany, dia semakin berani m
Tiffany mengernyit. Reaksi Conan membuatnya menyadari bahwa gadis muda yang mengenakan jeans dan kaus putih itu jelas bukan pacar Michael.Lalu, siapa dia?Orang yang bisa berdiri di sebelah Michael untuk menjemput Sean dan Sanny pulang ke rumah Keluarga Tanuwijaya, pastinya bukan orang sembarangan.Di saat Tiffany masih berpikir, pengawal bertubuh tinggi yang membawa Arlene di pundaknya sudah sampai di pintu keluar."Edy, anak siapa ini? Cantik sekali!" Pengawal yang dipanggil Edy itu hanya tersenyum tipis, lalu berjongkok dan menurunkan Arlene dengan hati-hati. "Tuan Putri, turun ya.""Oke!"Arlene langsung melompat turun dengan wajah ceria, lalu menepuk bahu Edy dengan santai. "Paman tinggi sekali! Nanti aku boleh naik lagi nggak?"Edy yang ramah mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja, Tuan Putri."Mendengar Edy terus memanggilnya "Tuan Putri", gadis yang berdiri di hadapannya mengerutkan alis. "Tuan Putri? Anak siapa ini? Apa perlu sampai memanggilnya Tuan Putri?""Anakku." Begitu ucap
"Sstt ...." Conan menutup mulut Sanny. "Jangan bicara lagi.""Sean dan Tiffany terpisah selama ini karena dendam generasi sebelumnya. Kenapa kamu masih ungkit mereka?"Sanny mengerucutkan bibirnya dan baru terdiam.....Setelah menempuh penerbangan selama lima jam, akhirnya pesawat mereka mendarat di Bandara Kota Aven pada pukul dua siang.Orang yang datang menjemput mereka adalah Michael, ditemani seorang gadis muda yang mengenakan celana jeans dan kaus putih.Michael yang mengenakan setelan jas hitam, berdiri di dekat pintu keluar dengan beberapa pengawal di sekelilingnya. Begitu melihat Sean dan yang lainnya keluar, dia segera memimpin para pengawal untuk mendekat.Sebagian pengawal langsung bergerak, ada yang membantu mendorong ranjang rumah sakit untuk Sanny, ada yang mengurus barang bawaan.Salah satu pengawal berjongkok dan menatap Arlene sambil bertanya dengan suara ramah, "Tuan Putri, mau naik ke pundak?"Arlene yang penuh semangat langsung menoleh ke Tiffany dengan mata berbi
Tiffany tidak pernah menyembunyikan identitas asli kedua anaknya.Bagaimanapun, wajah Arlo sudah jelas menunjukkan segalanya. Bahkan jika dia bersikeras mengatakan bahwa Arlo bukan anak Sean, tidak akan ada yang percaya.Namun, kedua anak ini dibesarkan olehnya seorang diri. Hubungannya dengan Sean sekarang juga tidak lebih dari sekadar teman yang sedikit lebih dekat. Jadi, saat Sanny tiba-tiba menyuruh anak-anaknya menggunakan marga Tanuwijaya, Tiffany hanya merasa hal itu benar-benar menggelikan.Apa mereka mengira karena dia orang yang sabar, jadi dia akan membiarkan anak-anaknya masuk ke dalam kendali Keluarga Tanuwijaya begitu saja?Melihat ekspresi Tiffany yang mulai kesal, Sean mengernyit dan mengangkat tangan untuk menahan tangan Sanny."Kak, anak-anak ini dilahirkan Tiffany. Selama lima tahun ini, dia membesarkan mereka sendiri dengan penuh perjuangan. Jadi, soal nama belakang atau apa pun, itu keputusannya."Sanny mengerutkan alisnya. Bukan berarti dia tidak menghargai semua