Melihat Sean seperti ini, Tiffany tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata yang lebih ketus. Pada akhirnya, dia hanya bisa menghela napas pelan."Baiklah. Tapi aku mau kamu segera menyelesaikan semuanya dengannya. Tadi adik orang itu menerobos ruangan sampai ngagetin anak-anak. Aku nggak mau lihat kejadian seperti hari ini terulang lagi."Sean mengatupkan bibirnya dan mengangguk tegas. "Aku janji."Mendengar jawaban yang meyakinkan darinya, Tiffany akhirnya menghela napas panjang, lalu tanpa sadar menyandarkan kepalanya ke bahu Sean. "Aku capek sekali."Tiffany benar-benar merasa lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang hari ini, tetapi juga karena beban emosional yang terus menghimpitnya. Setiap hari yang dia habiskan bersama Sean selalu penuh tekanan dan kecemasan.Untuk saat ini, Zara masih bisa mengurus Keluarga Japardi di Elupa. Namun, bagaimana jika suatu hari nanti para pemegang saham mengetahui bahwa dia dan Sean masih berhubungan baik? Apa reaksi mereka?Tiffany tahu dia tida
Rumah Keluarga Tanuwijaya masih tampak sama seperti sebelumnya. Begitu Genta menghentikan mobil di depan pintu utama, Sean langsung turun dengan Tiffany dalam gendongannya.Sementara itu, Arlo duduk di kursinya dengan frustrasi sambil memeluk Arlene yang tertidur nyenyak di pundaknya dan bahkan sampai mengences. Dia ingin sekali menggendong adiknya turun dari mobil secara langsung agar tidak mengganggu istirahatnya.Akan tetapi, dia baru berusia lima tahun!Adiknya juga lima tahun!Meskipun Arlene sedikit lebih kecil darinya, Arlo tetap saja tidak punya tenaga untuk menggendongnya. Arlo awalnya berpikir bahwa Sean akan kembali ke mobil setelah mengantar Tiffany ke kamar dan membantunya membawa Arlene.Namun, setelah menunggu sekian lama, Sean tidak juga muncul kembali. Saat itulah Arlo menyadari bahwa Arlene dan dirinya tidak mendapat perlakuan yang sama dengan ibu mereka!Dasar pria kejam!Bukankah katanya seorang pria yang sudah punya anak biasanya akan mulai mengabaikan istrinya? Ke
Setelah memastikan semuanya, Sean tetap duduk di tepi tempat tidur sambil menatap Tiffany yang terlelap. Dia tidak bergerak sedikit pun atau menunjukkan tanda-tanda bosan. Seperti seorang anak kecil yang tengah menatap mainan favoritnya.Melihat punggung Sean seperti itu, hati Arlo juga ikut merasa lega. Sepertinya, hanya orang yang benar-benar menyayangi seseorang yang bisa duduk diam dan menatapnya seperti itu, 'kan?Lagi pula, kalau dia disuruh menatap Arlene dalam waktu lama, dia pasti sudah bosan sejak tadi.Tiffany tidur sangat nyenyak. Dari luar pintu, Arlo bahkan masih bisa mendengar napas ibunya yang teratur dan tenang. Arlo menggelengkan kepalanya pelan.Di mata orang lain, ibunya adalah sosok dokter yang tegas, dingin, dan sulit didekati. Namun, hanya di depan orang-orang terdekatnya, Tiffany berubah menjadi seseorang yang ceroboh, tidak terlalu peduli dengan penampilannya, dan sering kali bertingkah konyol.Itulah keunikannya, sekaligus kelemahannya.Tiffany hanya menunjukk
"Kak!"Lena mendorong pintu kamar rumah sakit dengan kesal dan langsung duduk di tepi tempat tidur Vivi dengan wajah cemberut."Kak! Aku sudah bilang dari dulu kalau Sean itu nggak bisa diandalkan! Seharusnya kamu langsung memastikan hubungan kalian tiga tahun lalu! Tapi kamu malah menolaknya! Sekarang lihat hasilnya! Dia bukan cuma bawa mantan istrinya kembali, tapi juga bawa dua anaknya!"Lena mengangkat tangannya dan menunjukkan tinggi anak-anak itu dengan gerakan dramatis. "Dua anak itu sudah sebesar ini!""Kalau kamu benar-benar menikah sama dia sekarang, kamu harus jadi ibu tiri!""Harusnya tiga tahun lalu kamu menikah sama dia, lalu melahirkan anak untuknya juga! Dengan begitu, nggak ada yang perlu jadi ibu tiri bagi siapa pun!"Ketika mengingat ekspresi dingin Sean saat di restoran tadi, Lena merasa semakin marah dan cemas."Kak, sekarang mantan istrinya sudah kembali! Dia pasti nggak akan memperlakukan kita seperti dulu lagi! Dia nggak akan memberikan uang untuk biaya perawata
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Kemudian, Tiffany berbalik untuk kembali ke dapur. Kedua pelayan itu segera menghentikannya. "Nyonya, nggak perlu."Mereka digaji untuk masak, tetapi semua sudah disiapkan oleh Tiffany. Kalau sampai Sean tahu soal ini, bukankah mereka akan dipecat?"Nyonya, aku dan Rika bertanggung jawab masak sarapan. Kamu baru datang ke rumah ini, nggak mungkin tahu selera Tuan. Sebaiknya jangan membuat masalah di dapur," ujar salah seorang pelayan dengan kesal.Pelayan bernama Rika itu segera menyahut, "Ya, Bibi Prisa benar. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.""Tuan nggak makan makanan seperti ini. Dia selalu sarapan roti lapis, ham, dan susu. Sarapan yang Nyonya buat terlalu kuno," ucap Prisa sambil memandang sarapan yang terlihat hambar itu.Ekspresi Tiffany tampak heran sesaat, lalu menjadi suram. Dia menunduk dan mengiakan. "Kalian benar."Orang kaya memang suka bergaya. Di kampusnya, para siswa kaya saja tidak pernah pergi ke kantin untuk makan, apalagi orang sekaya Sean. Tiffany merasa dirinya s
Suara Sean terdengar sangat dingin, seolah-olah ingin membekukan seluruh ruang makan. Saat berikutnya, buk! Prisa berlutut di lantai dan berujar dengan mata merah, "A ... aku nggak seharusnya bicara begitu dengan Nyonya ...."Sean memang terlihat baik. Namun, jika dia marah, tidak ada yang bisa menanggung amarahnya.Prisa meneruskan, "Tapi, aku nggak berniat jahat! Aku cuma nggak ingin Nyonya masak karena takut dia lelah ...."Sean tersenyum sambil menghadap Prisa dan bertanya, "Makanya, kamu sengaja merusak suasana hati istri baru yang masak untuk suaminya?"Suasana di ruang makan menjadi hening untuk sesaat. Perkataan Sean ini bukan hanya mengejutkan Rika dan Prisa, tetapi Tiffany juga memelotot terkejut. Sean sedang membelanya?Prisa ketakutan hingga gemetaran. Dia menyahut, "A ... aku nggak bermaksud begitu .... Aku nggak membuang masakan Nyonya. Aku dan Rika memakannya ...."Senyuman Sean menjadi makin dingin. Dia mengejek, "Sepertinya kamu lebih mirip majikan di sini daripada aku
"Kak!"Lena mendorong pintu kamar rumah sakit dengan kesal dan langsung duduk di tepi tempat tidur Vivi dengan wajah cemberut."Kak! Aku sudah bilang dari dulu kalau Sean itu nggak bisa diandalkan! Seharusnya kamu langsung memastikan hubungan kalian tiga tahun lalu! Tapi kamu malah menolaknya! Sekarang lihat hasilnya! Dia bukan cuma bawa mantan istrinya kembali, tapi juga bawa dua anaknya!"Lena mengangkat tangannya dan menunjukkan tinggi anak-anak itu dengan gerakan dramatis. "Dua anak itu sudah sebesar ini!""Kalau kamu benar-benar menikah sama dia sekarang, kamu harus jadi ibu tiri!""Harusnya tiga tahun lalu kamu menikah sama dia, lalu melahirkan anak untuknya juga! Dengan begitu, nggak ada yang perlu jadi ibu tiri bagi siapa pun!"Ketika mengingat ekspresi dingin Sean saat di restoran tadi, Lena merasa semakin marah dan cemas."Kak, sekarang mantan istrinya sudah kembali! Dia pasti nggak akan memperlakukan kita seperti dulu lagi! Dia nggak akan memberikan uang untuk biaya perawata
Setelah memastikan semuanya, Sean tetap duduk di tepi tempat tidur sambil menatap Tiffany yang terlelap. Dia tidak bergerak sedikit pun atau menunjukkan tanda-tanda bosan. Seperti seorang anak kecil yang tengah menatap mainan favoritnya.Melihat punggung Sean seperti itu, hati Arlo juga ikut merasa lega. Sepertinya, hanya orang yang benar-benar menyayangi seseorang yang bisa duduk diam dan menatapnya seperti itu, 'kan?Lagi pula, kalau dia disuruh menatap Arlene dalam waktu lama, dia pasti sudah bosan sejak tadi.Tiffany tidur sangat nyenyak. Dari luar pintu, Arlo bahkan masih bisa mendengar napas ibunya yang teratur dan tenang. Arlo menggelengkan kepalanya pelan.Di mata orang lain, ibunya adalah sosok dokter yang tegas, dingin, dan sulit didekati. Namun, hanya di depan orang-orang terdekatnya, Tiffany berubah menjadi seseorang yang ceroboh, tidak terlalu peduli dengan penampilannya, dan sering kali bertingkah konyol.Itulah keunikannya, sekaligus kelemahannya.Tiffany hanya menunjukk
Rumah Keluarga Tanuwijaya masih tampak sama seperti sebelumnya. Begitu Genta menghentikan mobil di depan pintu utama, Sean langsung turun dengan Tiffany dalam gendongannya.Sementara itu, Arlo duduk di kursinya dengan frustrasi sambil memeluk Arlene yang tertidur nyenyak di pundaknya dan bahkan sampai mengences. Dia ingin sekali menggendong adiknya turun dari mobil secara langsung agar tidak mengganggu istirahatnya.Akan tetapi, dia baru berusia lima tahun!Adiknya juga lima tahun!Meskipun Arlene sedikit lebih kecil darinya, Arlo tetap saja tidak punya tenaga untuk menggendongnya. Arlo awalnya berpikir bahwa Sean akan kembali ke mobil setelah mengantar Tiffany ke kamar dan membantunya membawa Arlene.Namun, setelah menunggu sekian lama, Sean tidak juga muncul kembali. Saat itulah Arlo menyadari bahwa Arlene dan dirinya tidak mendapat perlakuan yang sama dengan ibu mereka!Dasar pria kejam!Bukankah katanya seorang pria yang sudah punya anak biasanya akan mulai mengabaikan istrinya? Ke
Melihat Sean seperti ini, Tiffany tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata yang lebih ketus. Pada akhirnya, dia hanya bisa menghela napas pelan."Baiklah. Tapi aku mau kamu segera menyelesaikan semuanya dengannya. Tadi adik orang itu menerobos ruangan sampai ngagetin anak-anak. Aku nggak mau lihat kejadian seperti hari ini terulang lagi."Sean mengatupkan bibirnya dan mengangguk tegas. "Aku janji."Mendengar jawaban yang meyakinkan darinya, Tiffany akhirnya menghela napas panjang, lalu tanpa sadar menyandarkan kepalanya ke bahu Sean. "Aku capek sekali."Tiffany benar-benar merasa lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang hari ini, tetapi juga karena beban emosional yang terus menghimpitnya. Setiap hari yang dia habiskan bersama Sean selalu penuh tekanan dan kecemasan.Untuk saat ini, Zara masih bisa mengurus Keluarga Japardi di Elupa. Namun, bagaimana jika suatu hari nanti para pemegang saham mengetahui bahwa dia dan Sean masih berhubungan baik? Apa reaksi mereka?Tiffany tahu dia tida
Tiffany mengerutkan alisnya dan segera berusaha melepaskan diri dari pelukan Sean. "Pulang ke mana?"Di Kota Aven, dia sudah lama tidak punya rumah lagi. Namun, tenaganya jelas tidak sebanding dengan Sean. Pria itu tetap memeluknya erat dan membujuk dengan penuh kesabaran."Tiffany, kamu sudah lima tahun nggak kembali. Kak Rika dan yang lainnya rindu sekali sama kamu. Apa kamu benar-benar nggak mau pulang dan melihat mereka? Lalu, pohon yang dulu kamu tanam di halaman dan ...."Tatapan Sean beralih ke kedua anak mereka. "Anak-anak juga belum pernah melihat tempat di mana kita dulu tinggal bersama."Tiffany tetap terperangkap dalam pelukannya. Usahanya untuk melepaskan diri berakhir sia-sia dan pada akhirnya, dia hanya bisa menatap Sean dengan tatapan kesal."Aku sudah bilang, selesaikan dulu masalah sama penyelamat hidupmu sebelum datang mencariku!""Nggak ada yang perlu diselesaikan." Mata Sean yang hitam pekat, menatap Tiffany dengan erat. "Kami nggak ada hubungan apa pun. Kenapa dia
Sean sudah memperingatkan bahwa jika Tiffany tetap membawa anak-anaknya menginap di hotel, dia akan memerintahkan Chaplin dan beberapa pengawal untuk berjaga di depan hotel, bahkan melakukan pemeriksaan keamanan terhadap tamu-tamu lain. Alasannya adalah karena dia khawatir ada orang yang akan menyakiti anak-anaknya.Bagaimanapun, status Sean di Kota Aven telah membuatnya memiliki banyak musuh.Tiffany tidak ingin ribet. Itulah alasannya dia setuju untuk tinggal di rumah Keluarga Tanuwijaya untuk sementara waktu. Namun, dilihat dari kondisinya sekarang ....Arlene menatap Tiffany dengan mata membelalak. "Mama, bukannya kita tinggal di rumah Paman Ganteng?"Tiffany tersenyum tipis dan menggendong Arlene dengan santai. "Pacarnya Paman Ganteng nggak akan setuju." Setelah berkata demikian, dia melirik ke arah Arlo.Arlo langsung mengerti maksud Tiffany. Dia buru-buru melompat turun dari kursi dan mengambil tas Tiffany. "Mama, ayo pergi!"Sean mengerutkan alisnya, lalu mengangkat tangannya u
Menghadapi sikap Lena yang begitu agresif, Sean hanya mengernyitkan dahi. "Kapan Vivi pernah keluar dari rumah sakit?"Lena terdiam.Benar juga.Dia mendengus sinis. "Kamu masih sadar soal itu? Sejak Vivi mengenalmu, dia selalu berada di rumah sakit! Sedangkan kamu? Kamu bersenang-senang di sini, sementara dia sendirian menanggung rasa sakit di rumah sakit!"Setelah berkata demikian, Lena langsung menoleh ke Tiffany.Tanpa memedulikan bahwa ada dua anak kecil di sana, dia menunjuk tepat ke wajah Tiffany dengan senyum penuh ejekan. "Kamu ini mantan istrinya Sean, 'kan?""Aku nggak peduli kenapa kalian dulu berpisah. Yang jelas, kalau sudah cerai, artinya kalian memang nggak cocok, bukan? Sekarang di sisi Sean ada kakakku, Vivi. Tapi tiba-tiba kamu muncul kembali bersamanya di Kota Aven, bahkan membawa kedua anak ini.""Apa kamu baru sadar ingin kembali setelah melihat ada yang mencoba merebutnya darimu?"Tiffany mendengar semua itu dengan ekspresi bingung. Alisnya berkerut ringan saat d
Tiffany masih ingat, dulu dia sedang makan ayam goreng bersama Julie di tempat ini saat pertama kali bertemu dengan Zara. Waktu itu, Zara masih merupakan boneka yang berada di bawah kendali Sanny.Namun sekarang, Zara telah berdiri di puncak kekuasaan Keluarga Japardi di Elupa dan menjalankan semuanya dengan tangannya sendiri.Sebenarnya, selama bertahun-tahun ini, alasan Tiffany bisa hidup dengan tenang di luar dan melakukan apa yang dia sukai, sebagian besar adalah berkat Zara. Secara teknis, Zara adalah "adik"-nya, tetapi dalam banyak hal, Zara lebih mirip kakak baginya.Di Elupa, dia bekerja sama dengan kakeknya untuk mengelola Keluarga Japardi dengan sangat baik. Semua pelatihan yang diberikan Sanny kepada Zara di masa lalu kini telah membuahkan hasil. Dia telah menjadi simbol Keluarga Japardi.Namun, tidak peduli seberapa besar kekuasaan yang dia miliki, setiap kali berhadapan dengan mitra bisnis atau para pemegang saham Keluarga Japardi, jawabannya selalu sederhana dan sopan."A
Ucapan Lena memang terdengar sangat menyakitkan. Conan mengernyit tajam, lalu menarik tangan Lena dengan erat."Apa kami pernah bilang kami nggak mau bayar biaya pengobatan Vivi? Apa kami pernah bilang kami nggak mau bantu kalian berdua? Membalas budi nggak berarti harus mengorbankan pernikahan Sean!"Usai bicara, Conan menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kalau kamu benar-benar berpikir bahwa tindakanmu ini benar, silakan telepon Vivi sekarang dan lihat siapa yang akan dipermalukan pada akhirnya!""Kamu bilang kamu mau kerja dan menafkahi Vivi? Memangnya kamu bisa?"Lena langsung terdiam. Kata-kata Conan membuatnya tidak bisa membalas sepatah kata pun. Sebenarnya, dia juga tidak benar-benar ingin menelepon Vivi, hanya saja ....Sementara itu, tidak jauh dari sana."Siapa gadis yang ada di sebelah Conan itu?" Tiffany bertanya dengan nada santai sambil berjalan. Dia mengenakan mantel tipis dan menarik koper dengan satu tangan, ekspresinya tetap datar saat menoleh ke Sean."Ad