Tiffany tanpa sadar mundur selangkah. Garry yang berada di hadapannya tidak berbeda dari orang gila. Tatapannya kepadanya penuh dengan kegilaan, haus darah, dan obsesi yang sama persis seperti cara pandang pria tidak waras di desanya.Dari belakang, Sean menarik Tiffany ke dalam pelukannya. Melihat pria itu keluar, mata Garry berkilat dengan kebencian yang tajam. Dia terkekeh sebelum berujar, "Matamu ini nggak jelek, kenapa harus pura-pura buta sih?"Sean juga tersenyum. Dia membalas, "Bukannya kamu juga sangat pandai menghalalkan segala cara? Kenapa malah repot-repot berpura-pura jadi orang benar?"Kata-kata itu membuat Garry terdiam selama beberapa saat. Akhirnya, dia mendengus kesal dan menatap Sean dengan kebencian yang membara.Garry membalas, "Bagaimanapun, aku nggak pernah sekejam dirimu. Kamu pakai uang untuk memaksa Tiffany nikah denganmu, bahkan mau dia melahirkan anak untukmu!"Makin lama berbicara, suara Garry makin dipenuhi amarah. Kenapa hal ini bisa terjadi? Hanya karena
"Orang miskin seperti kalian memang menarik," ucap Sean yang meletakkan lengannya di bahu Tiffany dengan gerakan santai dan elegan. Senyuman di sudut bibirnya dingin dan membawa sedikit ejekan.Sean menambahkan, "Ketika Tiffany lagi dalam kesulitan dan sangat membutuhkan bantuan, kamu malah menghindar. Bahkan untuk sekadar memberikan dukungan atau kata-kata yang tulus, kamu juga nggak bersedia.""Tapi setelah aku bantu dia melewati masa-masa sulit itu, kamu muncul dan menuduhku memaksanya menikah denganku demi uang," ujar Sean."Kamu bilang aku nggak bersaing secara adil denganmu. Kenapa kamu bisa punya nyali untuk bilang seperti itu? Seingatku kamu pernah membeli sebuah mobil, 'kan? Berapa harganya? 1,2 miliar. Sementara biaya untuk mengobati nenek Tiffany juga kebetulan 1,2 miliar," lanjut Sean.Wajah Garry perlahan memucat. Di sisi lain, Tiffany menggigit bibirnya erat-erat. Hatinya bergetar hebat. Dia masih mengingat mobil itu dengan jelas.Saat itu, Tiffany bekerja di panti jompo
Buku catatan yang dipeluk erat oleh Mimi jatuh ke lantai. Dia buru-buru berjongkok untuk memungut buku catatannya, lalu berjalan cepat ke arah Tiffany dan Sean sambil terus membungkuk dan memberi hormat.Mimi berucap, "Maaf, aku benar-benar nggak tahu kalau kenyataannya seperti ini." Dia memejamkan matanya, lalu mengentakkan kaki dengan keras sambil menambahkan, "Aku ... aku cuma mengagumi Garry. Apa pun yang dia katakan, aku langsung percaya. Aku nggak sangka ....""Anggap saja aku dibutakan. Aku akan segera mengunggah pernyataan klarifikasi di X untuk membuktikan bahwa semua itu adalah kebohongan!" seru Mimi.Setelah itu, Mimi menatap Tiffany dengan mata yang sedikit memerah. Dia memohon, "Nona Tiffany, tolong jangan marah padaku. Maafkan aku ya. Aku benar-benar ...."Melihat ekspresi Mimi yang cemas, sedih, dan penuh penyesalan, Tiffany mengernyit dalam diam. Dia teringat pada dirinya sendiri.Ketika pertama kali menyadari siapa sebenarnya Garry, perasaannya juga serupa. Tiba-tiba,
Wajah Tiffany langsung memerah. Dia membalas, "Siapa yang cemburu? Aku nggak cemburu kok!""Tapi ...." Sean mengangkat alisnya dengan tenang, lalu berbicara, "Sudah saatnya suruh dia sadar."Tiffany bertanya karena bingung, "Dia mengalami kecelakaan dan koma sampai sekarang. Bukannya katanya dokter juga nggak bisa berbuat apa-apa?"Sean memejamkan mata sambil memberi tahu, "Itu bohong. Dia nggak mengalami kecelakaan dan dia juga nggak koma. Itu semua cuma atas perintahku."Tiffany sangat terkejut mendengarnya. Sean menjelaskan, "Hanya dengan dia mengalami kecelakaan, Mark punya alasan yang sah untuk kembali dan bantu mengelola perusahaanku. Setelah dia menangani perusahaan, aku punya waktu untuk menemanimu ke Desa Maheswari."Tiffany terdiam sejenak dan mencoba memahami keterkaitan semua ini. Setelah beberapa lama, dia akhirnya menyadari hubungan di baliknya.Kemudian, Tiffany mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang pernah ditanyakan oleh Sofyan, "Valerie sehat-sehat saja, tapi ka
Tangan Tiffany yang memegang ponsel sedikit bergetar. Sejauh apa seseorang bisa bertindak tidak tahu malu seperti ini?Garry memotong semua kalimat ancaman Sean terhadap dirinya dan mengunggahnya ke internet. Netizen yang sebelumnya hanya mengecam Tiffany dan Mark, kini mulai menyeret nama Sean ke dalam pusaran hinaan mereka.Bahkan, beberapa sukarelawan yang mengaku dipukul pada sore itu menyatakan bahwa di perjalanan pulang dari lembaga penelitian, mereka diserang oleh seseorang. Itu pasti ulah Mark atau Sean!Saat Sean selesai mengurus masalah pekerjaan dan kembali ke sofa, Tiffany menyerahkan ponselnya dengan wajah khawatir. Dia bertanya, "Sayang, apa yang harus kita lakukan?"Sean melirik sekilas ke ponsel itu, lalu membalas, "Belum waktunya."Tiffany menatapnya dengan bingung. Dia bertanya lagi, "Belum waktunya apa?"Pria itu memeluknya ke dalam dekapannya dan mencium keningnya. Dia menjelaskan, "Maksudku, situasinya belum mencapai titik puncaknya. Aku bukan tipe orang yang suka
Kalau Sean sendiri tidak bisa tidur, apa haknya meminta dia harus bisa tidur? Lengan lembut Tiffany melingkar di pinggang Sean. Mata pria itu seketika menjadi gelap. Dia menahan dorongan dalam dirinya, lalu dengan lembut memindahkan lengan Tiffany.Sean memberi tahu, "Ya, aku akan menemanimu." Usai berkata demikian, dia berbaring di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukan.Aroma segar dari tubuh pria itu memenuhi hidung Tiffany, sementara suara napasnya yang teratur terdengar di telinganya. Bukannya mengantuk, Tiffany malah makin tidak bisa tidur. Dia terus bergerak di pelukannya"Diamlah," pinta pria itu dengan suara rendah sambil mengerutkan alis.Tiffany menggembungkan pipi, lalu membalas dengan sedih, "Aku nggak bisa tidur.""Tutup matamu, nanti juga tertidur," ucap Sean.Tiffany memejamkan mata, tapi setelah itu berbicara dengan nada manja, "Aku sudah tutup mata, tapi tetap nggak bisa tidur."Sean tertawa, lalu menunduk untuk mencium bibirnya. Dia memberi tahu, "Ayo yang nurut,
Tiffany mengganti saluran televisi dan menyaksikan berita tentang Garry hingga selesai. dengan saksama. Ternyata, sebuah perusahaan bernama Grup Lukman menganggap Garry sebagai sosok yang penuh idealisme dan sangat berintegritas. Oleh karena itu, mereka berniat mendanainya untuk mendirikan sebuah klinik pribadi.Tiffany tertawa kecil. Idealisme? Integritas? Benarkah?Tepat pada saat itu, Julie menelepon. "Tiffany, kamu sudah lihat beritanya? Huh, Garry sudah buat banyak kekacauan, kalian nggak pernah menggubrisnya. Sekarang dia malah mau dirikan klinik pribadi!"Tiffany mengernyitkan alisnya. "Aku baru lihat. Aku lagi dalam perjalanan ke rumahmu. Kita bahas nanti, aku benar-benar kesal!""Baiklah."Setelah menutup telepon dari Julie, Tiffany meregangkan tubuhnya dan meminta Rika untuk membawakannya minyak angin.Belakangan ini dia terlalu banyak tidur. Namun, dengan ulah Garry yang semakin tidak tahu malu sekarang, dia tidak mungkin hanya berdiam diri."Sudah kuselidiki. Pemilik Grup L
Tiffany tidak boleh lagi membuat Sean repot. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia menatap Julie sekilas. "Bisa nggak kita tangani sendiri masalah ini?"Setelah bicara, Tiffany merasa bahwa mereka berdua mungkin tidak akan cukup matang untuk menangani masalah ini sendirian. Karena itu, dia menelepon Mark untuk meminta bantuan.Bagaimanapun, urusan ini juga ada kaitannya dengan Mark. Selain itu, Mark lebih tua dari mereka berdua dan memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam dunia bisnis. Pandangannya pasti lebih strategis dibandingkan mereka."Kita nggak punya pilihan selain menghadiri konferensi pers itu," ujar Mark dengan nada santai sambil menyipitkan matanya. "Kebetulan aku juga mau cari kesempatan untuk klarifikasi hubunganku denganmu. Konferensi pers ini adalah panggung yang sempurna."Julie tampak agak khawatir. "Apa kita nggak perlu kasih tahu Sean soal ini?"Tiffany terdiam sejenak, teringat pada pesan Sean sebelumnya. Mereka adalah keluarga yang paling dekat di dunia ini. Apa
Seisi vila jatuh dalam keheningan. Tiffany, Zara, dan Charles yang menyaksikan kehebohan ini hanya bisa melongo. Di sisi lain, wajah Samuel sudah terlihat sangat masam.Julie menepis tangan Mark dan berseru, "Gila kamu! Aku hanya pacaran normal, apa maksudmu dengan merusak diri? Kamu sudah menolakku, kenapa aku nggak boleh ...."Mark menggertakkan gigi. Matanya terlihat berapi-api.Julie menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dia terlihat putus asa dan sedih saat berkata, "Mark, aku benar-benar nggak tahu apa maumu! Selama 19 tahun aku hidup, ada berbagai pemuda yang mengejarku. Tapi, aku nggak pernah meladeni mereka. Aku mengakukan cinta padamu karena ingin berada di sisimu dan menjagamu ...."Julie menarik ingusnya. Pada akhirnya, dia tidak menceritakan masalah ginjalnya.Air mata jatuh berderai di pipinya. Julie menggertakkan gigi dan melanjutkan, "Kamu menolakku. Kamu menyuruhku untuk menghargai orang yang ada di depanku."Julie melirik ke arah Samuel dan berucap lagi, "Jadi, aku men
Charles tertawa kecil dan berkata, "Aku bisa merias wajahmu. Kemampuanku lumayan oke, lho. Fitur wajahmu sekarang sudah lumayan bagus. Wajah seperti apa yang kamu inginkan? Aku bisa meriasnya untukmu."Charles memiliki banyak hobi. Belakangan ini, dia tertarik pada seni riasan, tetapi dia belum menemukan wanita yang pas untuk menjadi pasangan berlatihnya. Zara kebetulan bisa membantunya."Oke, sekarang sudah larut. Kalian semua istirahat dulu. Tiffany, aku tidur duluan," ucap Sean sambil berdiri.Sebelum Tiffany sempat menjawab, Sean sudah berbalik dan melangkah ke lantai atas. Punggung pria itu terlihat kesepian.Tiffany hendak menyusul Sean, tetapi Charles menahannya dan berkata, "Biarkan dia sendiri dulu. Dia butuh waktu untuk mencerna semua informasi yang diterimanya. Bagaimanapun, dia baru mendengar kalau kakak yang disayanginya itu sudah menyakiti Zara."Tiffany menghela napas dan memutuskan untuk tinggal sebentar di ruang tamu.Sekarang sudah lewat tengah malam. Samuel yang tadi
Saat Zara berusia tujuh tahun, keluarganya bertanya apakah dia ingin menjadi gadis yang lebih cantik dan hebat. Dia tentu saja mengiakan dengan gembira.Kala itu, Keluarga Winata hanyalah keluarga yang terpuruk dan tanpa pendukung. Ketika ayahnya bertanya apakah Zara ingin keluarganya hidup lebih baik, dia mengangguk. Ketika ayahnya bertanya lagi, apakah Zara rela menderita supaya semua orang bisa hidup lebih baik, dia tetap mengangguk.Lantaran wajahnya mirip dengan Sanny semasa kecil, sejak itu Zara "beruntung" terpilih sebagai pengganti S di masa depan.Masa kecil Zara dihabiskan dengan dikurung di sebuah ruangan bersama seorang wanita yang wajahnya sudah rusak. Dia dicambuk dan dicaci tanpa belas kasihan.Mereka menanamkan cip di tubuh Zara agar dia menurut dan berada dalam kendali penuh wanita itu. Mereka juga mengoperasi Zara hingga dia terlihat hampir identik dengan wanita itu sebelum wajahnya cacat.Semua orang berkata bahwa dirinya terlahir untuk menjadi Sanny yang kedua. Namu
"Kenapa kamu datang malam ini?" tanya Tiffany."Ada seseorang yang kelewat khawatir. Aku juga mencemaskanmu," sahut Sean sambil mengusap kepala istrinya.Tidak lama kemudian, api berhasil dipadamkan. Berhubung Tiffany masuk menerobos api dan menyelamatkan peralatan fotografi, kerugian mereka tidak terlalu besar.Namun, koper Tiffany, Julie, dan Samuel sudah hangus dimakan api. Mereka juga tidak punya tempat untuk tidur malam ini.Tiffany mengusulkan agar mereka tidur di vila yang disewa oleh Sean dan Mark. Mereka juga bisa membawa Zara yang pingsan ke sana.Setelah memeriksa Zara untuk beberapa saat di kamar, dokter desa keluar dengan membawa sebuah benda kecil berwarna putih. Dia berkata, "Kondisi gadis ini sedikit spesial."Dokter menaruh benda itu di atas meja kopi dan melanjutkan, "Aku menemukan benda ini di bawah kulit lehernya."Mark mengernyit dan mengangkat benda itu untuk mengamatinya. Dia bertanya, "Benda apa ini?""Alat penyadap," gumam Sean dengan alis berkerut."Alat penya
Saat ketiganya sudah menjauh dari lokasi kebakaran, warga desa sudah tiba. Orang-orang dari klub fotografi juga sudah kembali.Warga desa sibuk memadamkan api. Sementara itu, Julie bergegas mendekat dengan mata merah. "Tiffany!" panggilnya.Di belakang Tiffany, Sean menurunkan Zara yang pingsan karena menghirup asap ke tanah. Dia berkata, "Panggil dokter."Chelsea menyahut sambil mengangguk, "Dokter sudah dalam perjalanan!"Kobaran api kian membesar. Semua orang mundur ke jalan kecil di luar halaman. Tiffany masih memegang kamera berharga di tangannya."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran? Tanah di pegunungan lembap, seharusnya nggak mudah terbakar!" ucap Chelsea sambil mondar-mandir dengan gelisah.Sean mengambil handuk yang diberikan Julie dan menyeka noda jelaga di wajahnya sambil berkata, "Nggak aneh kalau ada seseorang yang sengaja menyulut api.""Zara!" Tepat ketika Sean selesai bicara, Penny menyeruak dari tengah kerumunan. Dia langsung menggenggam tangan Zara, cemas saat melihat ba
Sebelum Tiffany menyelesaikan ucapannya, Sean melihat gadis mencurigakan tadi mengeluarkan benda kecil dari sakunya. Mata pria itu membelalak. Benda itu adalah korek api!Gadis itu melempar korek api ke tanah yang sudah dibasahi bensin. Seketika, api mulai berkobar. Api menyala di belakang rumah, jadi Tiffany yang berdiri di depan dan membelakangi rumah sama sekali tidak sadar.Sean mengeratkan pegangannya di ponsel dan berseru, "Cepat lari!"Tiffany tertegun. Mengapa Sean menyuruhnya lari? Dia refleks menoleh ke belakang. Api yang menyentuh bensin membubung tinggi ke langit. Seantero rumah seakan-akan sudah dilahap mulut yang tidak berwujud.Sean melempar ponselnya dan melompat dari beranda sambil berteriak, "Tiffany, lari!"Namun, gadis itu sepertinya tidak mendengar seruannya. Tiffany melepas mantel dan mencelupkannya ke dalam tangki air. Kemudian, dia bergegas masuk ke dalam rumah yang tengah terbakar dengan menutupi hidung dan mulutnya. Zara masih tidur di dalam!"Uhuk, uhuk, uhuk
Tiffany tidak tahu mengapa Zara tiba-tiba mengatakan hal ini padanya. Namun, dia balas tersenyum dan berkata, "Istirahatlah." Usai berkata begitu, gadis itu mengambil ponselnya dan keluar.Sekarang sudah pukul 8 malam. Tiffany sudah berjanji akan menelepon Sean pada pukul 7 malam untuk melaporkan keadaannya. Entah pria itu akan marah atau tidak karena dirinya terlambat satu jam penuh.Tiffany berdiri di halaman. Sambil bersandar di dinding, dia mengambil ponsel dan menelepon suaminya.Di sebelah kiri halaman, ada vila yang disewa oleh klub fotografi. Saat ini vila itu masih gelap gulita. Di sebelah kanan, ada vila yang konon sudah disewakan ke seorang konglomerat. Vila itu terang benderang.Sean duduk di beranda vila, memandang gadis yang berdiri di halaman yang diterangi sinar rembulan. Saat melihat ponselnya berdering, dia tersenyum tipis."Akhirnya mau menghubungiku?" tanya Sean."Maaf, Sayang. Aku nggak bermaksud lupa buat telepon ...," ucap Tiffany, langsung meminta maaf.Pukul 7
Tiffany mengernyit. Meskipun hatinya enggan, dia tidak enak hati menolak Zara di depan banyak orang.Selain itu, Tiffany lebih familier dengan jalan-jalan di desa pada malam hari. Jadi, dia tidak perlu khawatir Zara macam-macam padanya."Oke," sahut Tiffany sambil mengangguk dengan ragu. Kemudian, dia menatap Julie dan berkata, "Habis makan kamu juga cepat kembali, ya."Julie mengernyit dan mengangguk pelan."Ayo jalan," ajak Tiffany.Zara memikul ranselnya dan berjalan menuju vila bersama Tiffany.Malam hari di desa sangat sepi. Yang terdengar di telinga hanyalah suara air, gemeresik dedaunan, suara langkah kaki mereka, dan suara hewan di kejauhan. Zara menghirup udara segar di sana. Suasana hatinya cukup baik."Kudengar kamu tumbuh besar di desa, ya?" tanya Zara dengan tenang.Tiffany mengernyit saat mendengar pertanyaannya. Dia berjalan di depan sambil membawa senter dan menjawab singkat, "Ya.""Lingkungan desa sebenarnya cukup menyenangkan. Daripada di kota, aku lebih suka desa yan
Tiffany mengernyit jengkel. Apa maksudnya dengan tidak peka? Waktu pacaran Samuel dan Julie bahkan belum mencapai sebulan.Selama jangka waktu ini, sikap Samuel pada Julie juga tidak sehangat saat dia masih mengejar gadis itu sebelumnya. Apa haknya untuk menuntut sekamar dengan Julie?Lagi pula, hubungan Samuel dan Julie belum berkembang ke tahap itu. Bahkan jika hubungan keduanya sudah semaju itu, atas dasar apa Samuel bisa meminta Tiffany tidur di luar sendirian sementara dirinya dan Julie tidur di dalam?Chelsea duduk di sebelah Tiffany dan tertawa kecil. Dia berucap, "Samuel, apa maksudmu dengan nggak peka? Kalau nggak ada gadis lain yang sekamar denganku, aku pasti sudah tukar tempat denganmu dan tidur dengan mereka berdua."Samuel mengambil pecahan kaca dan membalas dengan kepala tertunduk, "Aku pacarnya Julie. Apa salahnya kalau aku ingin tidur dengannya?" Jika bukan demi memperdalam hubungannya dengan Julie, buat apa dia repot-repot mengikuti kegiatan klub fotografi ini?"Ada s