Bab51Zoya menatap Ammar."Aku yang minta maaf, sudah menjadi beban kamu ....""Kamu tidak salah, Zoya. Aku yang bersalah, karena aku kamu begini.""Ammar. Aku sayang kamu, dan selamanya akan sayang kamu. Aku melakukan semua ini untuk diriku, karena aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Ammar ...."Ammar terdiam sejenak, dan menghela napas berat."Aku sudah menikah, Zoya. Aku sangat menyayangi Olivia, dan mencintai keluarga kecil kami. Aku sangat berharap, kamu bisa mencari orang lain, demi dirimu sendiri.""Aku nggak bisa, Ammar. Dan nggak akan pernah bisa.""Kamu pasti bisa, Zoya.""Aku sudah mencoba, dan aku kesulitan.""Tapi akan lebih menyulitkan lagi, jika harus kembali sama kamu, Zoya."Zoya terdiam, mendengar ucapan Ammar yang tenang namun menyakitkan."Sekalipun menjadi bayangan, aku rela Ammar. Asal kamu sisakan ruang kecil untukku, walau hanya sekecil lubang semut.""Aku bukan pengkhianat, Zoya. Selamanya, aku hanya menyayangi, Olivia ....""Semudah itu, kamu melupakan kisah kit
Bab52"Nenek tidak mau terlalu banyak ikut campur lagi. Jika kamu bersikap tidak jelas terus, percaya ucapan nenek, kamu akan kembali kehilangan.""Iya, Nek. Maafin Ammar ....""Bujuk istirimu sana! Jadilah suami yang bertanggung jawab," ujar nenek dan langsung melanjutkan langkah. Namun, ketika melewati Ammar, Dewa kecil menghentikan langkahnya."Makanya, ayah jangan suka nakalin ibu. Jadinya kena hukuman kan," kata Dewa kecil dengan polosnya. Ammar terkekeh dan berjongkok untuk membawa Dewa ke dalam gendongannya."Iya, anak ayah. Kamu yang pinter tinggal sama nenek, oke. Jangan ikutan nakal, nanti dihukum ibu tidur diluar seperti ayah."Keduanya seketika langsung terkekeh bersama. Dewa kecil pun pulang, dan Ammar langsung masuk ke dalam ruang perawatan Olivia, karena kebetulan tadi perawat yang menjaga Olivia, sedang izin keluar."Ngapain?" tanya Olivia, ketika Ammar masuk."Sayang. Sampai kapan marah terus? Aku tahu aku salah, maafin aku ya. Jangan marah terus, aku bisa depresi la
Bab53Mata Olivia berkaca- kaca, karena terharu dengan semua yang Ammar lakukan untuknya. Dia pun menghamburkan diri, ke pelukan suaminya itu. Dan para tamu kembali riuh menyoraki keduanya."Ammar, aku menyayangimu," bisik Olivia ditelinga lelaki itu. Ammar tersenyum tipis, dan membalas pelukan istrinya."Harus, kamu harus menyayangiku. Kamu milikku, Olivia." Ammar berucap sambil terkekeh. Olivia pun sama, dan dia melepaskan diri dari pelukan Ammar. Dan Ammar pun mengeluarkan kotak hadiah kecil, dari dalam baju badutnya."Hadiah kecil untukmu.""Apa ini?" tanya Olivia."Bukalah." Olivia pun tersenyum dan langsung menerima kotak itu. Dia membukanya dengan perlahan, kemudian dia terkejut melihat isi dalamnya."Ammar, ini beneran?" Sebuah kunci mobil Audi Q8."Ya, sayang. Ini untukmu khusus."Olivia begitu bahagia, ketika mendapatkan mobil pertamanya dari suaminya. Para tamu undangan benar- benar merasa pesta ini hanya untuk menonton keromantisan kedua pasangan ini. Mereka benar- b
Bab54"Vin, siapkan mobil!!" Ammar berteriak, membuat semuanya panik."Istriku kecelakaan, istriku kecelakaan ...." Ammar langsung berdiri, kemudian dia berlari, dan Melvin pun mengejarnya.Saat Ammar mau memasuki kemudi mobil, Melvin menariknya dengan paksa, memasukkan Ammar ke kursi belakang."Saya yang nyetir! Anda diam dibelakang!" tegas Melvin, kemudian menutup pintu mobil.Ammar jatuh tersungkur di kursi penumpang, masih dalam keadaan yang tidak sabaran."Cepat gas mobilnya!" teriak Ammar, ketika Melvin masuk."Baik, Pak."Melvin menghidupi mobil, dan menginjak pedal gas.Ammar memberitahukan rumah sakit tujuan mereka. Sepanjang jalan, lelaki itu benar- benar ketakutan, membayangkan keadaan istrinya saat ini.Entah kenapa, dia merasa semakin takut kehilangan, semakin pula kejadian yang nyaris merenggut nyawa istrinya terus berdatangan."Baru 1 bulan keluar dari rumah sakit, dan kini harus balik lagi ke rumah sakit. Kesialan apa ini, Melvin? Apa salah saya, kenapa harus Olivia te
Bab55Ammar tersentak, ketika mendapati pertanyaan dari Olivia."Paman, kenapa saya ada di rumah sakit ini ya. Saya benar- benar tidak ingat apapun sebelumnya. Dan kenapa, ada Paman disini?"Sebelum Ammar bisa menjawab, tiba- tiba Melvin masuk, dan berbisik."Mobil nyonya, rem nya dirusak seseorang."Ammar terkejut, dan menarik Melvin keluar dari ruangan."Terus?""Pelakunya juga sudah ditemukan.""Siapa pelakunya?""Orang suruhan, Tuan. Dan orang itu sudah mengaku, bahwa nona Zoya, yang menyuruhnya," kata Melvin."Apa? Zoya dalangnya?""Benar, Tuan."Ammar mengepalkan tinju, mendengar nama Zoya sebagai pelakunya. Berani sekali, wanita itu mau merenggut nyawa istrinya.Dia pun menghubungi anak buahnya, dan meminta mereka menangkap Zoya, serta mengurung wanita itu di dalam gudang tengah hutan.Melvin yang mendengarkan perintah Ammar pada anak buahnya itu, merasa merinding dan menganggap Ammar orang yang kejam.Namun perbuatan Zoya juga bukan perbuatan yang mudah dimaafkan, karena nyari
Bab56"Ammar, jangan lakukan ini, aku mohon," lirih Zoya."Terserah kamu, Darto." Ammar bersuara, dan mengabaikan permohonan Zoya."Ammar, kenapa harus sejahat ini?" tanya Zoya dengan suara yang terdengar pilu dan putus asa.Ammar menulikan telinga, dan dengan langkah lebarnya, meninggalkan gubuk tua ditengah hutan itu.Perasaan Ammar benar- benar mati rasa. Dia dendam, sangat dendam kepada Zoya saat ini, karena Zoya, membuatnya nyaris kehilangan kekuatan hidupnya, yaitu Olivia.Wanita yang saat ini, setiap harinya membuat dia tergila- gila.Tapi kini, ingatan Olivia sedang terganggu. Hal itu, cukup membuat kekhawatiran di benak Ammar.Lelaki tampan itu, melajukan mobilnya, meninggalkan hutan diujung kota tersebut. Tidak ada rasa kasihan sama sekali dihatinya, yang ada hanyalah rasa marah yang mendalam pada Zoya.Dengan segala kekuatan dan kekuasaannya, hilangnya Zoya dari kota Luky tanpa diketahui siapapun. Bahkan kedua orang tua Zoya, dia blokir dari kota Luky. Membuat kedua orang
Bab57"Ammar, sakit ....""Kamu kejam, Olivia. Setelah kamu mengambil semua perasaanku, dengan teganya kamu merusak- rusaknya."Olivia menangis, dan menggeleng lemah."Aku tidak berniat untuk berkhianat, Ammar. Kamu pun tahu, ingatanku sedang terganggu saat itu.""Jangan jadikan semua itu alasan, Olivia! Aku tidak akan pernah rela, dan bisa memakluminya, karena kamu bersentuhan fisik dengannya," bentak Ammar.Olivia menangis lirih. Sedangkan Ammar bersikap tidak perduli, dan menatap marah pada Olivia."Katakan padaku! Apakah kamu merasa senang di pelukannya? Apakah wajah ini sudah ada dia sentuh? Bibir ini, atau kedua bola ini?" Ammar menyentuh kasar, kedua persik bulat milik Olivia."Ammar," pekik Olivia. Dan Ammar tidak perduli.Lelaki itu semakin kehilangan kesabarannya, ketika mengingat Olivia dan Dion saat itu. Dengan kasarnya, Ammar meniduri Olivia. Bahkan, lelaki itu mulai meninggalkan banyak jejak merah, di leher jenjang Olivia.-------------------Hal itu terus terjadi, hing
Bab58"Ammar," lirih Olivia, yang mulai gugup.Tiba- tiba lelaki itu mulai merapat, dan menindih Olivia. Tatapan mata bening Olivia yang berkaca- kaca, membuat Ammar seakan merasa terpancing.Emosi karena pikiran membuatnya bergejolak. Teringat senyuman ceria Olivia, yang pernah dia berikan pada Dion, membuat hati Ammar mulai tercemar rasa sakit lagi.Olivia ingin menghindar, namun teganya Ammar malah menahannya."Jangan coba menolak, apalagi melawan!" bisik Ammar, sembari tangannya mulai menjelajah."Hentikan, hentikan. Aku, aku tidak bisa, akh ...."Ammar meremas kasar persik Olivia, membuat wanita itu kesakitan.Sebenarnya Ammar tidak sepenuhnya tega. Tapi tatapan Olivia seakan jijik padanya, membuat Ammar tersinggung."Tolong jangan, akh." Ammar dengan kasar, merobek baju tidur Olivia, dan kacing baju itu rusak dengan sempurna.Tubuh indah itu terlihat jelas, dan Ammar pun langsung melepaskan baju rusak itu dari tubuh Olivia. Hingga hanya menyisakan bra coklat yang masih melekat s
Bab69Karena perasaan sayang dan cinta yang buta. Rosalinda rela berhenti kuliah, dan menikah dengan Make, meski tanpa restu orang tuanya.Di hari pernikahan sederhananya. Olivia datang seorang diri, tanpa Dewa maupun Ammar.Rosalinda menatap ibunya, dengan tatapan berkaca- kaca. Mata dingin Olivia, membuat Rosalinda tidak berani memeluk wanita itu.Olivia datang, membuat semua tamu undangan berdecak kagum dengan penampilan dan kecantikkannya. Mereka meyakini Olivia adalah ibu dari Rosalinda, karena wajah mereka sangat mirip.Namun Olivia bahkan tidak menyapa ibu Mike, besannya. Dia hanya berjalan menuju Rosalinda, yang berdiri di pelaminan bersama Mike, bersalaman dengan para tamu undangan.Olivia mengeluarkan sebuah kado kotak kecil, dan memberikannya pada Olivia."Semoga ini berguna untukmu. Apapun yang terjadi, jika kamu tidak bahagia, kembalilah."Rosalinda bungkam, namun menerima hadiah dari ibunya. Tidak ada pelukan ataupun ucapan selamat dari Olivia.Wanita itu berbalik badan,
Bab68Ammar mendengkus, sedangkan Olivia hanya tersenyum. Ammar melihat senyuman di wajah istrinya, merasa gemas dan menatapnya, dengan tatapan penuh keinginan.Seakan mengerti, Olivia pun meminta Dewa untuk keluar kamar mereka, dengan alasan mau beristirahat.Setelah Dewa keluar, Olivia langsung bersuara."Sayang, aku mau mandi." Ammar merasa dadanya berdebar kencang. Dia baru menyadari, kalau Olivia, memanggil dirinya sayang.Biasanya, Olivia bersikap diam, menjaga jarak dan selalu memanggil dirinya dengan nama. Tapi kali ini, dia di panggil sayang.Rasanya jantung Ammar tidak dalam keadaan aman. Debarannya begitu kencang."Aku gerah," ujar Olivia lagi, merentangkan kedua tangannya, meminta Ammar menggendongnya."Bantu aku mandi, ya." Olivia kembali bersuara, ketika mereka sudah ada di dalam kamar mandi.Ammar salah tingkah, dia menjadi sedikit bingung dan linglung.Ammar menyiapkan air dalam bathup. Dia menumpahkan banyak sabun, wajahnya memerah, tingkahnya jadi serba salah.Dia m
Bab67Dion yang tahu watak kejam sang Paman. Tentu saja, setelah Ammar pergi, dia pun berusaha segera pergi dari rumah tua itu.Jika tidak berpura- pura mau mati, mungkin Olivia tidak sepenuhnya mau menghentikan tindakan kejam Ammar.Dion benar- benar sakit hati, karena Ammar tidak segan- segan, mau mencabut nyawanya.Dan benar saja, Dion yang kini terduduk di dalam hutang belakang rumah besar tadi, melihat kobaran api yang sangat besar, berasal dari rumah itu."Dia benar- benar kejam," lirih Dion.Ada rasa sesal, karena dia tidak cukup cepat, merusak kehidupan Olivia. Sebab dia sempat merasa dilema, saat melihat wajah memelas Olivia.Disaat dia termenung. Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.[Kamu dimana, aku rindu.] Pesan itu berasal dari Karina, wanita yang pernah sangat dia sukai. Tapi setelah lulus sekolah menengah. Dia menyadari, kalau dia butuh Olivia, bukan Karina. Dia suka Karina, tapi dia cinta Olivia. Dion sempat merasa drop dan hancur hatinya saat itu, saat tahu Oliv
Bab66"Maaf." Olivia berniat melewatinya. Namun, orang itu merentangkan tangan, menghalangi Olivia."Mau kemana? Kenapa buru- buru sekali. Bukannya dulu kamu selalu suka, jika aku ada di dekat kamu, Olivia?""Kamu kenapa sih?" Olivia merasa sedikit kesal."Kenapa denganku? Aku tidak melakukan apapun, hanya ingin bicara sama kamu. Kenapa kamu jutek sekali?""Suamiku pasti khawatir, jika aku lambat untuk kembali. Dion, jangan halangi jalanku."Dion, lelaki yang sudah lama menghilang. Yang Olivia tahu, Dion sudah dikirim Ammar ke negara lain, dan di blokir lelaki itu kembali ke kota Luky ini. Namun kini, dia ada di hadapan Olivia, dengan sorot mata yang hampa, penuh luka.Dion terkekeh."Aku suka, jika dia khawatir, dan ketakutan. Karena apa yang pernah dia lakukan padaku, itu lebih dari sekedar menakutkan.""Dion. Jika kamu macam- macam, maka keadaannya akan semakin kacau. Kumohon, biarkan aku pergi.""Membiarkan kamu pergi? Maaf, aku tidak bisa. Apakah kamu sudah tidak rindu aku, pada
Bab65Wajah Ammar memerah, dia berniat akan membuka pintu kamar dan melampiaskan emosinya pada Dewa.Lelaki itu berjalan ke arah pintu. Olivia yang melihat kilatan amarah yang membesar di wajah Ammar, pun langsung berlari kecil menyusul Ammar.Saat Ammar membuka kasar daun pintu, tiba- tiba Olivia yang berlari terpeleset, dan kepalanya menghantam dinding.Ammar terkejut dan langsung menangkap tubuh Olivia. Namun, wanita itu meringis kesakitan, karena benturan keras di kepalanya."Ibu ...." Dewa semakin panik. Terlebih melihat kondisi kamar kedua orang tuanya yang berantakan, membuat miris hati Dewa.Ammar langsung mengangkat tubuh Olivia, dan meletakkannya ke atas kasur."Kenapa kamu berlari? Kamu mau bunuh anakku?" teriak Ammar, ketika meletakkan Olivia di atas kasur."Ibu," lirih Dewa, sembari memeluk Olivia."Kamu juga! Kenapa kamu harus teriak- teriak di depan pintu kamar?" bentak Ammar pada Dewa.Emosi Ammar benar- benar sulit dikendalikan. Dia terus marah, dan memaki anak serta
Bab64Melihat tangisan Olivia yang tidak biasa, Ammar melunak dan memberikannya, meksipun dia sangat tidak senang.Olivia begitu lahap menyantap nasi goreng buatannya. Dewa pun datang ke meja makan, menatap berbinar pada nasi goreng yang sedang di makan ibunya."Ibu bikin sarapan?"Sorot matanya memancarkan keinginan. Olivia tersenyum, dan menjawab lembut."Iya, nak. Tapi maaf, ibu bikinnya cuma dikit, nggak bisa dibagi sama kamu. Kecuali satu suapan," jelas Olivia.Ammar tercengang."Itu banyak, sayang. Bisa 1 porsi lagi, kenapa dibilang nggak cukup?""Buat aku," ujar Olivia, dengan wajah serba salah."Nggak apa- apa, Ibu. Satu suap juga boleh, asal ada," kata Dewa dengan tersenyum sumringah.Ammar menggeleng. Untuk pertama kalinya, Olivia tidak mau berbagi makanan dengan anaknya, benar' benar tidak biasa bagi Ammar.Selesai sarapan, Dewa pun berpamitan pada ibu dan ayahnya. Sedangkan Olivia, masih sibuk dengan makanannya."Jangan buru- buru, Dewa sudah berangkat, nggak bakal ada yan
Bab63"Ayah, buka ...." Suara Dewa terus terdengar dari luar. Ammar merasa lelah, karena harus menahan sabar pada Dewa.Dia melirik jam dinding, dan merasa sangat kesal dengan ulah Dewa malam ini. "Ammar, kumohon jangan marah. Dewa masih kecil," pinta Olivia. Ammar mendengkus, dan menunjuk ke arah jam dinding."Lihat jam sana! Ngapain dia ribut diluar kamar, saat jam segini?""Mungkin dia sedang mimpi buruk," lirih Olivia, masih mencoba memberi pengertian pada Ammar.Ammar pun berjalan ke arah pintu dan membukanya. Nampak Dewa sudah tersandar di samping, dengan tubuh yang gemetar, serta wajah yang sangat basah air mata."Apa yang kamu lakukan?" tanya Ammar dengan geram.Dewa mempercepat gerakkannya, dan masuk ke dalam kamar."Ibu, ibu tidak apa- apa kan? Apakah ayah nyakiti ibu lagi?"Dewa melayangkan bermacam pertanyaan, membuat Olivia terharu. Inilah alasan dia, tidak sanggup pergi dari Ammar. Dia tidak bisa, jika harus meninggalkan Dewa lagi, dia takut Dewa sakit hati dan kesepia
Bab62"Sayang, hei ...." Ammar mendekat sembari membelai pipi Olivia. Wanita itu menundukkan wajah, membuat Ammar semakin kebingungan."Kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir," ujar Ammar. Dia benar- benar kebingungan, melihat Olivia."Ammar," lirih Olivia, yang masih terisak, tanpa mau bersitatap dengan Ammar."Ya, sayang. Kamu kenapa?"Ammar begitu antusias, mendengarkan ucapan istrinya."Aku capek," ungkap Olivia. Ammar terdiam."Aku kesulitan menjalani hubungan ini, aku tidak bahagia, aku menderita, Ammar.""Jadi? Kamu mau meninggalkan aku lagi, Olivia?"Ammar mulai meninggikan suara."Apakah ini yang kamu mau, Olivia? Meninggalkan aku, membuat aku hancur, kemudian aku gila dan mati dalam keadaan memalukan?"Seketika Olivia langsung mendongakkan wajahnya."Tidak, Ammar. Kamu tidak mungkin hancur, apalagi gila," kata Olivia meyakinkan."Tahu apa kamu? Yang merasakan aku, bukan kamu.""Hubungan kita sudah lama tidak sehat, Ammar.""Tidak sehat? Kamu jangan banyak beralasan, Olivia. K
Bab61Ammar mendengkus, Olivia melihat kemarahan di mata Ammar.Ammar beringsut turun dari ranjang, dan berjalan ke arah pintu. Saat dia membuka lebar daun pintu, Dewa langsung menerobos masuk, berlari ke arah ibunya."Ibu, ibu tidak apa- apa? Apakah ayah menyakiti ibu lagi?"Dewa kecil bertanya dengan panik. Ammar menutup daun pintu."Memangnya ayah pernah memukul ibumu?" tanya Ammar, yang tidak senang dengan pertanyaan anaknya pada Olivia.Dewa mengabaikan pertanyaan Ammar, membuat Ammar murka dan berniat menarik tubuh Dewa, dari pelukan Olivia."Jangan, Ammar. Kamu boleh menyakiti aku, tapi jangan Dewa. Ingat, Ammar. Dia anak kita," lirih Olivia. Ammar urung menarik Dewa dari Olivia."Memangnya aku pernah memukulmu?""Pernah, kamu memukul wajahku. Kamu menyiksaku dengan meniduriku secara kasar," ujar Olivia, dengan mata berkaca- kaca."Cukup!" bentak Ammar."Aku bisa mengulanginya lagi, jika kamu melanjutkan. Dan Dewa, kenapa kamu kemari sendirian? Kamu terlalu berani," geram Amma