Tekad Danendra untuk mempersunting Natali kembali menjadi istrinya benar-benar diwujudkan. Pesta pernikahan sederhana diselenggarakan di kediaman Natali."Mama dan papa tidak sudi hadir di pernikahan kamu bersama perempuan itu!"Qonita dan Lukito tak bersedia memberi restu pada Danendra dan Natali. Namun demikian, mereka tetap meneruskan niat yang dianggap baik."Besok aku, mama dan Saras, tidak bisa hadir. Kamu tahu Saras besok sekolah," ucap Cempaka malam sebelumnya."Bila kamu saja, bisakah hadir? aku akan menyuruh Heru mengantarkan kamu," pinta Danendra berusaha memengaruhi Cempaka. Perempuan itu menggeleng tanpa memandang suaminya. "Besok mau ke dokter.'"Kamu sakit lagi?" Danendra memajukan badannya untuk melihat paras Cempaka dengan jelas."Tidak."Cempaka masih menyembunyikan keberadaan calon anak dalam kandungannya. Esok merupakan bulan kedua untuk kontrol kehamilannya."Ke dokter apa? Aku minta maaf, sebelum-sebelumnya tidak menemani kamu.""Dokter umum." Cempaka berbohong
Setibanya di rumah sakit, Danendra berlari menuju unit gawat darurat dan menanyakan keberadaan ibu mertuanya.Tidak mengira keadaan Cakrawati separah itu, Danendra diarahkan ke kamar jenazah. Terngiang-ngiang kalimat ibu mertuanya tiga hari sebelum pernikahannya."Kamu jaga Cempaka baik-baik atau sebaliknya lepaskan, hidupnya penuh penderitaan, jangan tambah dengan keberadaan istri kedua kamu!"Cakrawati yang biasa bicara lembut memang terlihat berbeda kala itu, menjadi lebih tegas."Ya, Bu, aku tidak akan menyia-nyiakan Cempaka dan Saras."Ternyata, itu pesan terakhir ibu mertuanya.Danendra berhenti berlari sewaktu ia masuk ruangan, terasa dingin sekujur tubuhnya kala melihat Cakrawati terbujur kaku.Di dekat kepalanya, berdiri Cempaka yang menatap sendu ke arah Cakrawati tanpa ada tangisan dan air mata.Danendra berjalan perlahan tanpa berniat mengganggu Cempaka, setibanya di samping istrinya, dia merangkul Cempaka sehingga membuatnya terperanjat.Tolehan Cempaka mengandung luka, s
Pagi ini pemakaman Cakrawati diiringi hujan, tidak banyak pelayat yang bertahan lama."Cempaka, sudah, hujan bertambah deras," ucap Danendra memandang ke langit sambil menarik pelan lengan Cempaka. Terduduk di depan gundukan tanah makam Cakrawati, Cempaka menangis tanpa suara.Dalam waktu singkat, tiga orang terkasihnya dipanggil Yang Maha Kuasa. Cempaka merasa hidupnya tak berarti lagi."Bik, bawa Saras ke mobil, ya.""Saras mau sama mama," rengeknya sembari melihat Cempaka yang bergeming. "Bapak akan bantu mama ke mobil, Saras sama Bik Saidah duluan, ya," ucap Danendra menyamakan tinggi kepala dengan Saras.Anak perempuan itu menurut, Saidah memayungi Saras agar tidak kesalahan sampai di parkiran. Heru juga ikut bersama mereka.Tinggallah Cempaka bersama Danendra di sana."Cempaka...."Danendra berupaya mengangkat tubuh Cempaka dengan memegang lengannya.Reflek tangan Cempaka mendorong badan Danendra hingga terduduk ke makam sebelah."Kalau kamu mau pergi, silakan pergi!" teriak C
"Dane, sulit sekali kamu aku hubungi," gerutu Natali melalui sambungan telepon. Sudah dua malam sejak menikah, Danendra tidak menjumpai Natali.Pria itu hanya memberi kabar bila mertuanya meninggal dan Cempaka masuk rumah sakit."Seperti yang aku katakan pada kamu, Cempaka drop kehilangan ibunya."Natali menahan diri untuk menyampaikan keberatan lebih lanjut."Tapi, aku juga membutuhkan kamu. Walau kondisiku stabil, bukan berarti aku sehat, 'kan?" rengeknya. Danendra tersentuh mendengarnya, ia pun kasihan melihat Natali dengan kondisi kapan saja bisa menurun."Jagalah kesehatan, ya, Natali. Kamu juga harus kuat menjalani proses penyembuhan.""Aku mana bisa sembuh lagi, Dane? Kanker ini menggerogoti sangat kuat. Kamu pasti lebih tahu.""Tidak ada yang mustahil, Natali. Mukjizat melampaui ilmu pengetahuan," ucap Danendra untuk mendukung pikiran Natali agar positif."Aku bisa bertahan karena ada kamu yang selalu support, bila kamu seperti ini, aku rasanya dikesampingkan." Natali tidak s
Selama empat hari Cempaka dirawat di rumah sakit, selama itu Danendra berada dekat dengan istri pertamanya. Bertepatan rumah sakit tempatnya bekerja adalah lokasi yang sama dengan Cempaka. Berbeda keadaan di kediaman Natali yang kesal lantaran Danendra tak kunjung datang menemui dirinya paska pernikahan mereka. "Natali." Suara yang dirindukan Natali terdengar syahdu di pendengarannya. "Dane, kamu sudah pulang?" Dia membawa kursi roda ke arah suaminya dengan raut bahagia. "Bagaimana keadaan kamu, sehat semua, 'kan?" Danendra memandang Natali dari kaki sampai kepala untuk memastikan. Natali mengangguk. "Aku hanya kangen sama kamu," ucapnya manja sambil menggenggam jemari Danendra. "Maaf, aku tidak bisa menemani sejak pernikahan kita. Cempaka membutuhkanku." Mendengar nama Cempaka, Natali merasa asing dan kurang suka, keningnya mengerut. "Tapi ini tidak adil bagiku, aku juga butuh kamu, Dane. Lagipula kita baru saja menikah." Danendra mengambil posisi duduk di salah satu bangk
Selang dua bulan dari wafatnya Cakrawati, Cempaka berangsur menerima kenyataan termasuk kondisi rumah tangganya yang terasa asing.Sebulan lalu Cempaka memutuskan membuka sebuah toko bunga hidup. Awalnya Danendra keberatan lantaran kehamilan Cempaka semakin membesar."Tidak masalah, Dane, aku merekrut seorang pekerja," katanya membantah perkataan Danendra yang banyak khawatir terhadap kondisi fisiknya."Ya, tapi, untuk apa kamu harus bekerja saat ini. Aku masih bisa menafkahi." Danendra menolak ide Cempaka."Ini bukan tentang nafkah, aku juga bisa menyalurkan pikiran secara positif dengan membuka toko bunga. Ini mimpiku sedari dulu, lagipula aku tidak meminta modal dari kamu, bukan?"Percakapan itu berlangsung melalui sambungan telepon. Seminggu belakangan Danendra tidak datang berkunjung ke kediaman yang ditempati bersama Cempaka.Bahkan sampai saat ini, hanya sekali Danendra datang untuk peresmian toko bunga milik Cempaka. Alasan yang digunakan Danendra adalah keadaan Natali yang t
Menjaga jarak dari Cempaka, Danendra mengangkat panggilan dari Natali."Dane, kamu sedang di mana?""Bersama Cempaka, telah ku katakan, mengambil cuti.""Aku merindukanmu.""Keadaanmu baik-baik saja, bukan? Tidak drop lagi?"Natali menggeleng walaupun Danendra tak melihat wajahnya. "Aku sehat, semua karna kamu.""Sudah makan siang dan minum obat?"Bahagia hati Natali lantaran perhatian Danendra selalu tertuju padanya. "Sudah.""Dane..., apakah kamu sudah mengatakan rencana kita pada Cempaka?"Danendra bergeming, ia belum kuasa menyampaikan permintaan Natali pada Cempaka. Namun, dia pun kesulitan mengontrol kesehatan Natali bila berjauhan."Tenanglah, pasti akan aku sampaikan. Sudah dulu, ya, aku mau lanjut makan siang dengan Cempaka."Embusan napas kencang Danendra menyiratkan betapa lelah beristrikan dua orang perempuan. Menjadi adil itu tidak mudah sama sekali.Danendra kembali ke tempat dia makan bersama Cempaka. Perempuan itu tetap fokus dengan makanan yang tinggal sedikit, tanpa
Di ruang istirahat, Danendra memijit area pelipis, kepalanya terasa pusing. Bukan memikirkan pekerjaan, melainkan dua orang istri yang berbeda karakter.Cuti hanya sehari, setelahnya Danendra harus kembali pada tanggungjawab sebagai seorang dokter.Danendra sudah tahu dari lama kalau Cempaka tipe perempuan yang tegas berprinsip, sehingga sejak ia menikahi Natali kembali, dirinya seperti dianggap musuh oleh Cempaka. "Padahal tujuannya mulia untuk bertanggungjawab pada Natali yang sebenarnya telah mengidap kanker saat menjadi istriku, Cempaka."Penjelasan apa pun tetap tidak diterima oleh Cempaka, ia selalu dan selalu membantah."Kalau begitu, kamu nikahi semua perempuan yang menderita penyakit keras. Sekalian mulia dengan membiayai hidup mereka. Uang tidak masalah bagi kamu, bukan?"Mengingat percakapan yang lebih tepat perdebatan tak berujung, Danendra menepuk-nepuk kepala bagian belakang."Pak dokter, kenapa?"Salah seorang rekannya bertanya lantaran melihat gelagat aneh Danendra.
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info