Selama empat hari Cempaka dirawat di rumah sakit, selama itu Danendra berada dekat dengan istri pertamanya. Bertepatan rumah sakit tempatnya bekerja adalah lokasi yang sama dengan Cempaka. Berbeda keadaan di kediaman Natali yang kesal lantaran Danendra tak kunjung datang menemui dirinya paska pernikahan mereka. "Natali." Suara yang dirindukan Natali terdengar syahdu di pendengarannya. "Dane, kamu sudah pulang?" Dia membawa kursi roda ke arah suaminya dengan raut bahagia. "Bagaimana keadaan kamu, sehat semua, 'kan?" Danendra memandang Natali dari kaki sampai kepala untuk memastikan. Natali mengangguk. "Aku hanya kangen sama kamu," ucapnya manja sambil menggenggam jemari Danendra. "Maaf, aku tidak bisa menemani sejak pernikahan kita. Cempaka membutuhkanku." Mendengar nama Cempaka, Natali merasa asing dan kurang suka, keningnya mengerut. "Tapi ini tidak adil bagiku, aku juga butuh kamu, Dane. Lagipula kita baru saja menikah." Danendra mengambil posisi duduk di salah satu bangk
Selang dua bulan dari wafatnya Cakrawati, Cempaka berangsur menerima kenyataan termasuk kondisi rumah tangganya yang terasa asing.Sebulan lalu Cempaka memutuskan membuka sebuah toko bunga hidup. Awalnya Danendra keberatan lantaran kehamilan Cempaka semakin membesar."Tidak masalah, Dane, aku merekrut seorang pekerja," katanya membantah perkataan Danendra yang banyak khawatir terhadap kondisi fisiknya."Ya, tapi, untuk apa kamu harus bekerja saat ini. Aku masih bisa menafkahi." Danendra menolak ide Cempaka."Ini bukan tentang nafkah, aku juga bisa menyalurkan pikiran secara positif dengan membuka toko bunga. Ini mimpiku sedari dulu, lagipula aku tidak meminta modal dari kamu, bukan?"Percakapan itu berlangsung melalui sambungan telepon. Seminggu belakangan Danendra tidak datang berkunjung ke kediaman yang ditempati bersama Cempaka.Bahkan sampai saat ini, hanya sekali Danendra datang untuk peresmian toko bunga milik Cempaka. Alasan yang digunakan Danendra adalah keadaan Natali yang t
Menjaga jarak dari Cempaka, Danendra mengangkat panggilan dari Natali."Dane, kamu sedang di mana?""Bersama Cempaka, telah ku katakan, mengambil cuti.""Aku merindukanmu.""Keadaanmu baik-baik saja, bukan? Tidak drop lagi?"Natali menggeleng walaupun Danendra tak melihat wajahnya. "Aku sehat, semua karna kamu.""Sudah makan siang dan minum obat?"Bahagia hati Natali lantaran perhatian Danendra selalu tertuju padanya. "Sudah.""Dane..., apakah kamu sudah mengatakan rencana kita pada Cempaka?"Danendra bergeming, ia belum kuasa menyampaikan permintaan Natali pada Cempaka. Namun, dia pun kesulitan mengontrol kesehatan Natali bila berjauhan."Tenanglah, pasti akan aku sampaikan. Sudah dulu, ya, aku mau lanjut makan siang dengan Cempaka."Embusan napas kencang Danendra menyiratkan betapa lelah beristrikan dua orang perempuan. Menjadi adil itu tidak mudah sama sekali.Danendra kembali ke tempat dia makan bersama Cempaka. Perempuan itu tetap fokus dengan makanan yang tinggal sedikit, tanpa
Di ruang istirahat, Danendra memijit area pelipis, kepalanya terasa pusing. Bukan memikirkan pekerjaan, melainkan dua orang istri yang berbeda karakter.Cuti hanya sehari, setelahnya Danendra harus kembali pada tanggungjawab sebagai seorang dokter.Danendra sudah tahu dari lama kalau Cempaka tipe perempuan yang tegas berprinsip, sehingga sejak ia menikahi Natali kembali, dirinya seperti dianggap musuh oleh Cempaka. "Padahal tujuannya mulia untuk bertanggungjawab pada Natali yang sebenarnya telah mengidap kanker saat menjadi istriku, Cempaka."Penjelasan apa pun tetap tidak diterima oleh Cempaka, ia selalu dan selalu membantah."Kalau begitu, kamu nikahi semua perempuan yang menderita penyakit keras. Sekalian mulia dengan membiayai hidup mereka. Uang tidak masalah bagi kamu, bukan?"Mengingat percakapan yang lebih tepat perdebatan tak berujung, Danendra menepuk-nepuk kepala bagian belakang."Pak dokter, kenapa?"Salah seorang rekannya bertanya lantaran melihat gelagat aneh Danendra.
Seharian suasana hati Cempaka tidak begitu baik, ia terus terpikir tentang percakapannya bersama Natali.Izin pulang lebih cepat dari toko bunga, Cempaka menyuruh Heru untuk singgah di pemakaman, tempat Haris, Bima, dan Cakrawati. Jarak makam ketiganya berbeda-beda lantaran wafat di tahun yang berbeda. Lokasi Bima dan Cakrawati sedikit berdekatan.Pergi ke makam malah menguras emosi Cempaka, ia merasa sendiri saat ini."Bang, usia pernikahanku sama sepupu kamu masih sangat muda, tapi aku bakal cepat tua karena madu yang diberinya untukku. Seharusnya madu itu, manis, tapi aku merasa diselubungi kepahitan, Bang," ucap Cempaka di hadapan nisan Haris."Kasih tahu, Bang, apa yang harus aku lakukan?" lanjutnya.Sementara itu, di makam Bima dan Cakrawati, Cempaka mencurahkan rasa sendiri tanpa menyinggung nama Danendra seolah-olah tidak ingin mengganggu keduanya dengan permasalahan rumah tangga barunya.Sore hari, barulah Cempaka kembali ke rumahnya. Heru sebagai pengemudi keluarga telah pu
Danendra serba salah dalam menghadapi Cempaka. Ia ingin memberikan perhatian sebagai suaminsiaga, sayangnya Cempaka selalu menunjukkan perlawanan.Dengkusan Danendra menandakan bila kepalanya bertambah pusing dalam menghadapi Cempaka. Dengan Natali, Danendra tidak sepusing ini. Perempuan itu lebih memahami keadaan, hanya saja apa yang disampaikan oleh Cempaka tadi menerbitkan rasa kesal dalam hatinya."Halo, Dane... kamu sudah makan malam?" Natali menghubungi Danendra setelah seharian tidak mendapat pesan dadi suaminya."Belum. Kamu?" jawab Danendra dengan sisa rasa kesal yang belum mereda."Sudah. Ini jam setengah tujuh, belum lagi makan malam?""Di sini makan malam jam 7, Natali.""Bagaimana kabar Cempaka dan kehamilannya?" Pertanyaan itu mengingatkan Danendra pada pertengakaran bersama Cempaka. "Natali, aku mau bertanya... apa yang kamu katakan pada Cempaka? Benar, kamu bilang kalau aku tidak akan menceraikan Cempaka karena anak dalam kandungannya?"Terhenyak Natali lantaran Cemp
Hari ini, Cempaka turut mengantarkan Saras ke sekolah. Sewaktu Danendra menawarkan diri menyopiri, diangguki baik oleh Cempaka, mendadak panggilan darurat dari rumah sakit memaksa Danendra mengurungkan niat baiknya.Rasa bersalah tercermin dari paras murung Danendra. "Tidak masalah, kewajiban kamu sebagai dokter. Ada anak yang lebih membutuhkan kamu di sana."Danendra mengangguk hingga kembali menampakkan raut riang."Lain waktu bapak akan menemani, bapak janji!" ucapnya pada Saras, mereka saling menautkan jari kelingking. Peristiwa itu disaksikan oleh Cempaka sampai membuat hatinya gelisah dan sedih. Secepatnya Cempaka mengalihkan pandang ke arah lain."Aku izin mencium perut kamu, ya," pinta Danendra dengan rasa ragu ditolak.Cempaka menoleh kembali setelah menenangkan diri. "Silakan!"Meskipun hanya dikecup dari luar pakaian dan tidak mengenai kulit, terbit gelenyar dalam diri Cempaka, bersamaan dengan itu janinnya bergerak.Ia mengusap perut setelah Danendra mengakhiri komunikas
Dua hari ini, Danendra tinggal bersama Natali. Ia menemani kontrol rutin ke rumah sakit tempatnya bekerja. "Syukurlah, keadaan kamu terus membaik, Natali," ucap Danendra sembari mendorong kursi roda Natali ke arah parkiran. "Kamu pulang duluan, ya. Aku masih harus menangani pasien." Natali mengangguk lalu bertanya, "Malam ini pulang ke rumah, bukan?" "Besok aku ke tempat kamu, malam ini aku balik ke rumah dulu." Natali dibopong oleh Danendra memasuki kendaraan yang khusus dibeli Danendra. Ia pun mempekerjakan seorang pengemudi untuk membantu Natali bila akan bepergian. Kursi rodanya dilipat oleh sopirnya dalam bagasi. "Cempaka 'kan baik-baik saja," ucap Natali bermaksud agar Danendra tidak jadi ke sana. "Sedari tadi malam, Cempaka tidak bisa dihubungi. Aku mau tahu kabarnya." "Dari Bik Saidah dan Heru kamu bisa bertanya." Berbagai cara diupayakan oleh Natali agar Danendra mengurungkan niat untuk pulang. "Ya, nantilah, di jam istirahat aku tanyakan." Natali tidak b
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info