Dua hari ini, Danendra tinggal bersama Natali. Ia menemani kontrol rutin ke rumah sakit tempatnya bekerja. "Syukurlah, keadaan kamu terus membaik, Natali," ucap Danendra sembari mendorong kursi roda Natali ke arah parkiran. "Kamu pulang duluan, ya. Aku masih harus menangani pasien." Natali mengangguk lalu bertanya, "Malam ini pulang ke rumah, bukan?" "Besok aku ke tempat kamu, malam ini aku balik ke rumah dulu." Natali dibopong oleh Danendra memasuki kendaraan yang khusus dibeli Danendra. Ia pun mempekerjakan seorang pengemudi untuk membantu Natali bila akan bepergian. Kursi rodanya dilipat oleh sopirnya dalam bagasi. "Cempaka 'kan baik-baik saja," ucap Natali bermaksud agar Danendra tidak jadi ke sana. "Sedari tadi malam, Cempaka tidak bisa dihubungi. Aku mau tahu kabarnya." "Dari Bik Saidah dan Heru kamu bisa bertanya." Berbagai cara diupayakan oleh Natali agar Danendra mengurungkan niat untuk pulang. "Ya, nantilah, di jam istirahat aku tanyakan." Natali tidak b
Saras masuk ke sebuah rumah berukuran lebih kecil dari rumah yang ditempati di Bekasi. Jauh lebih kecil.Dibuka Cempaka pintu sehingga mereka bisa masuk. Telah ada barang-barang yang tersusuk rapi seperti rak dan lemari di sana, tetapi tidak banyak."Saras, ini rumah kita sekarang," ucap Cempaka sambil membuka gorden dan kaca jendela.Saras membeku memikirkan lingkungan baru yang sekarang ada di hadapannya. Dari luar terdengar suara anak-anak kecil berlarian.Jalanan rumah tidak begitu lebar, hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor. Sungguh, berbeda dari yang ada selama ini."Mama yakin kita tinggal di tempat seperti ini?"Cempaka terhenti untuk menyalakan lampu di kamar. Suara Saras terdengar jelas dari sana."Yakin. Apa menurut kamu ada masalah?" tanya Cempaka menemui anaknya di ruang tamu."Ngga ada, Ma. Suasana aja beda jauh dari rumah lama."Senyum Cempaka tidak cukup menenangkan bagi Saras."Kita berpisah dari bapak, apa untuk selamanya?"Pertanyaan Saras cukup berani kali in
Toko bunga hidup milik Cempaka telah dibuka di sebuah ruko satu lantai berukuran 5 x 13 meter. Meskipun tanpa pesta pembukaan toko, hati Cempaka sangat senang melihat saat pengunjung mendatangi toko bunga miliknya."Bu, sebaiknya istirahat. Saat hamil tua jangan kelelahan, Bu," ujar Kinanti, pekerja yang dibawa oleh Cempaka dari Bekasi ke Jakarta.Cempaka mengusap keningnya yang basah oleh keringat. Ia belum mampu menyediakan AC di ruko agar lebih sejuk.Memperhitungkan biaya bulanan dan keperluan AC lebih dari satu, maka diputuskan hanya di rumah sewa ia letakkan. Itupun di kamar miliknya.Bila Saras kepanasan, terpaksa anak kecil itu mendatangi kamar ibunya. Cempaka pun sengaja agar komunikasinya dengan Saras bisa berjalan, bila hanya ada satu AC di rumah mereka.Ponsel Cempaka berdering, panggilan dari pihak sekolah membuat Cempaka khawatir. Segera ia menjawab."Selamat siang dengan Ibu Cempaka?"Dari awal, Cempaka telah menyimpan nomor kontak sekolah untuk bertanya informasi seput
Emosi Cempaka bercampur baur, orang tua Diego mengelak atas tuduhan Saras. Kepala sekolah dan guru tidak kalah bingung, baru kali ini mendengar ada anak didik yang melakukan tindakan yang menyasar ke hal berbau seksual. "Kalau tante tidak percaya, bisa tanya pada Anita!" ucap Saras berani, ibunda Diego merasa ditantang. Tidak ingin harga diri jatuh, ibunda Diego menghardik Saras. "Anak kecil sudah tahu membayangkan hal tidak senonoh. Bagaimana, sih, ibu ini mendidik anak!" amuknya pada Cempaka. "Saras, tidak boleh asal bicara." Cempaka gentar menghadapi Saras yang bernyali besar bicara pada ibunda Diego. "Diego, apa benar kata anak ini?" Ibunya bertanya, Diego menunduk dan tutup suara. "Mama Saras dan mama Diego, besok kami akan menghadirkan Anita dan orang tuanya di sini. Kami harap ibu berdua tetap datang ke sekolah lagi agar kita dapat jalan keluar yang baik," ujar kepala sekolah menengahi percakapan. Mereka semua keluar dari areal sekolah didahului oleh Diego dan mamanya yan
Keadaan Natali semakin lama semakin membaik, terutama setelah melakukan prosedur laparoskopi."Beruntung aku bisa kembali pada Danendra, cara aku dulu meminta cerai memang salah," ujar Natali sembari menikmati santapan kesukaannya."Kamu harus berhenti makan seperti ini, Natali. Makanan diawetkan bukannya pantangan kanker lambung?"Natali mengangguk. "Tapi, aku kangen makan ini," ucapnya sambil menunjukkan daging olahan. Dahlia berdecak menunjukkan rasa kesal."Kamu bilang beruntung bisa kembali pada Danendra, kalau dia tahu kamu makan seperti ini, heemm... dia pasti kecewa.""Makanya kamu jangan bilang pada Danendra." Dahlia menatap datar sambil menggelengkan kepala."Menjerumuskan teman pada ketidakbaikan." Dahlia sendiri hanya bisa sebatas menegur sebab ia mengenali karakter keras Natali.***"Bagaimana hasil pencariannya?" tanya Danendra pada seseorang di hadapannya. Mereka sedang duduk di sebuah restoran."Belum dapat detail lokasi, Pak, tahap pencarian. Dari data yang dapat, Bu
Saras kesal lantaran Anita menyembunyikan kejadian sebenarnya di kelas seni tempo hari. Akibatnya, ia dikecam oleh orang tua Diego. Keluar dari ruang kepala sekolah Cempaka terdiam sebab dituding putrinya suka mengarang cerita, padahal Cempaka memercayai cerita Saras."Ma, sungguh aku tidak bohong," ucapnya di mobil yang membawa mereka pulang.Cempaka tetap diam sembari menoleh pada Saras yang berubah paras menjadi sedih.Pikiran Cempaka mengulang kejadian di sekolah tadi. Ia heran dengan kalimat yang dipakai oleh Anita karena anak sekecil itu mengucapkan kalimat dengan sangat rapi."Ma, apa Mama tidak percaya aku?" Mata Saras berbinar. Barulah Cempaka tersenyum sambil mendekap Saras."Mama percaya kamu, sangat percaya."Saras memeluk Cempaka dengan kedua tangannya mengelilingi perut besarnya."Aku jadi kasihan melihat Anita berbohong."Cempaka melepas dekapan Saras."Iya, mama juga lihat Saras seperti ketakutan.""Mungkin neneknya yang menyuruh.""Saras, tidak boleh menuduh orang s
Lagi-lagi Saras berkelahi dengan Diego, mereka berguling-guling., sementara itu teman-teman mereka hanya menyoraki tanpa melerai."Berhenti!!" teriak Cempaka dengan kuat. Hal itu membuat perhatian sebagian guru dari kejauhan mengarah ke sana.Mereka berlari menuju koridor.Cempaka menarik putrinya. Pakaian Saras sudah berantakan juga rambutnya.'Sekolah apa ini?' batinnya dalam hati."Ada apa ini?" tanya seorang guru sembari membersihkan Diego dari lantai. Diego terlihat memegang perutnya."Perut saya sakit, Bu," ucap Diego. Jantung Cempaka yang berdegup kencang membuat tangannya bergetar, ada percikan kemarahan pada putri dan Diego. Namun, ia menahan suara amarah."Apa yang terjadi di sini? Ada yang bisa jelasin?" tanya Cempaka melihat satu persatu anak sekolah teman sekelas Saras.Memilih bungkam, mereka satu persatu membalik badan meninggalkan lokasi."Bu guru, mengapa anak didiknya dibiarkan pergi? Ini harus diselesaikan biar tidak berkepanjangan."Dari belakang muncul perempuan
Bersamaan kala hati Cempaka dan Saras diamuk gelisah, mendadak ketukan pintu berubah menjadi gedoran.Rupanya beberapa kali ketukan tak ada di antara Cempaka dan Saras yang berani sekedar mengintip dari jendela.Mereka berdua berpelukan, mengira petugas datang lebih cepat, padahal di surat mereka yang datang ke kantor untuk dimintai keterangan. "Mama, itu siapa? Saras takut," lirih Saras dengan suara bergetar sambil mendekap Cempaka di samping."Ibu Cempaka!" Kini suara panggilan, Cempaka memastikan itu bukan kurir pengantar paket."Ibu Cempaka!""Kamu masuk kamar, ya. Biar mama yang ke depan.""Tapi, mama... kalau itu orang jahat bagaimana?" tanya Saras dengan dugaan lain. Mereka berdua berbicara dengan cara bisik-bisik."Tidak apa-apa, di depan masih banyak tetangga. Mama bisa berteriak. Masuk, ya."Saras mematuhi ucapan ibunya, memastikan Saras masuk dan mengunci pintu, Cempaka perlahan keluar.Sebelumnya, ia menyingkap tirai jendela kecil di samping pintu. Rupanya ada bapak RT, d
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa
Cempaka membaca pesan Danendra, ia mengerti mengapa suaminya tidak pulang, tanpa dijelaskan secara rinci.Helaan napas Cempaka menandakan kekecewaan dibanding marah. Kecewa pada Danendra yang tidak menganggap perhatiannya selama menjadi istri Danendra. Baru saja Danendra pulih dari sakit dan yang merawat adalah Cempaka.Setelah sehat, pria itu malah pergi ke istrinya yang lain.Cempaka melangkahkan kaki ke kamar anak-anaknya. Ia melihat betapa nyaman dan tentram keadaan kedua buah hatinya.Berbeda saat ia masih menjadi istri Haris, harus mengirit segala pengeluaran untuk bertahan hidup."Bagaimana nanti?" Pikiran Cempaka malah diselubungi kekhawatiran.Namun, sesaat saja, ia teringat pada mertuanya yang penuh perhatian pada kedua anaknya. Cempaka mengusap secara bergantian rambut Saras dan adiknya.Cempaka tersenyum. "Mama harus selesaikan ini sampai akhir, kalian menjadi kekuatan mama," bisiknya lebih untuk dirinya sendiri.Ia melangkahkan kaki keluar, melihat jam di ponsel menunjukk
Setelah istirahat beberapa hari, Danendra beraktivitas seperti biasa di rumah sakit tempatnya bekerja.Sewaktu berjalan menuju ruang praktek, tidak sengaja berpapasan dengan Natali yang tampak murung."Kamu kenapa tidak bilang mau periksa?" tanya Danendra merasa tidak enak hati.Natali diam saja sembari menatap suaminya. Dengan kesal Natali berjalan begitu saja meninggalkan Danendra. Pria itu mengejarnya lalu menangkap lengan Natali."Mengapa menangis?"Danendra tahu kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja. Ia menyentuh tangan Natali untuk memberi penguatan. "Bayinya ada masalah. Beratnya lebih kecil daripada yang seharusnya," ucap Natali lalu melepaskan tangan dari Danendra. "Itu semua karena kamu!" teriak Natali pada Danendra, ia menunjuk-nunjuk suaminya. "Kamu tidak pernah memperhatikan aku selama kehamilan!"Natali menangis, Danendra merasa tidak enak dengan Natali dan lingkungan sekitar yang berisi banyak pasien."Tenanglah, Natali, mari kita pergi dari sini." Danendra meng
Siang itu Cempaka berniat keluar rumah. ia menitipkan putranya pada Saidah. Bertepatan Danendra keluar kamar, tubuhnya mulai pulih."Kamu mau ke mana?" Dia mengamati pakaian Cempaka yang rapi dari bawah kaki hingga kepala.Cempaka tertegun sejenak. "Mau ketemu teman."Kening Danendra mengerut, tidak biasanya Cempaka pergi tanpa izin darinya."Siapa?""Kamu tidak kenal," jawab Cempaka lalu melangkah ke arah pintu.Danendra menyusul lalu menghambat lengan Cempaka."Laki-laki atau perempuan?"Cempaka diam saja tanpa reaksi berarti. "Aku bertanya, Cempaka?"Mendengar namanya disebut, Cempaka tersadar kalau suaminya menuntut jawaban."Laki-laki."Tatapan Danendra penuh tanya, tetapi Cempaka bersikap seolah-olah tak ada masalah."Aku pergi dulu."Danendra tidak menahan kepergian istrinya. Namun, rasa penasaran membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan yang ditemui oleh istrinya. Dia mengintip dari celah gorden, melihat Cempaka pergi dengan taksi berwarna kuning. ***Danendra uring-uringan
Cempaka ingin mengalahkan rasa kasihan dengan kekesalan dan kekecewaan pada suaminya. Namun, melihat keadaan Danendra tidak baik-baik saja, hatinya pun luluh."Terima kasih sudah mau mengurusku," ucap Danendra usai disuapi makan dan minum obat pereda demam. Danendra telah meminta izin tidak masuk kerja pada pihak rumah sakit sehingga dia bisa beristirahat. "Hm," jawab Cempaka pendek dengan paras datar lalu perempuan itu pergi membawa piring kotor keluar kamar."Cempaka," Panggil Danendra membuat langkahnya terhenti sewaktu akan membuka pintu kamar."Aku minta maaf soal semalam."Tarikan napas pelan menandakan Cempaka teringat akan reaksi Danendra sewaktu ia mengungkap kalau anak dalam kandungan Natali bukanlah anak pria itu. Rasanya sesak dada Cempaka, tetapi ia tak mau ambil pusing lagi.Cempaka pergi keluar kamar tanpa kata. Danendra menyenderkan punggung ke kepala ranjang, diamnya Cempaka menyisakan perasaan bersalah dalam diri pria itu.***"Ya, tolong bagaimana pun caranya info