"Kamu pikir pernikahan ini mainan, setelah Bima tiada juga turut berakhir, Cempaka?"Tidak mengira kedatangan istrinya untuk meminta perpisahan, Danendra mencerna maksud Cempaka."Tidak. Aku tidak nyaman meneruskannya."Danendra membuang pandangan lalu mendengkus dengan memikul rasa lelah."Kamu masih menganggap aku pembunuh... Bang Haris dan Bima?"Cempaka bergeming, enggan menyahut. Danendra tahu jawabannya. "Aku tidak akan memaksa kamu mengubah cara pikir. Bila aku salah di mata kamu, ada baiknya aku menebusnya, mengobati luka hati kamu."Tidak enak hati Cempaka mendengarnya, selama ini ia memelihara perasaan benci dan Danendra ingin memutarbalikkan rasa itu."Tidak perlu, nanti sembuh sendiri.""Astaga, Cempaka!"Danendra memegang kepala sampai rambutnya kusut."Luka fisik kalau sakit, harus diobati. Pergi ke dokter," jelas Danendra dengan menggerakkan tangan."Luka hati juga demikian, siapa yang membuat kamu terluka, orang itu bisa jadi mampu mengobati."Terkesiap Cempaka menden
"Aku masih ingin tidur terpisah," ucap Cempaka saat Danendra mengutarakan keinginan untuk tinggal seranjang. "Ya, tidak masalah."Sembilan bulan pernikahan Cempaka dan Danendra, mereka hidup bersama tanpa hubungan suami istri sewajarnya.Namun, keduanya saling menghormati keputusan masing-masing dan mereka nyaman berlaku demikian."Bapak, besok mama ulang tahun," Suatu malam, Saras mendatangi Danendra diam-diam di ruang kerjanya."Benarkah?" Danendra sigap menyimpan dokumen kerjanya."Iya. Bagaimana kalau kita memberi mama kejutan?" tanya Saras antusias di tempat duduknya."Ide yang baik. Kita akan kasih apa?""Mm... kalau dulu Papa Haris akan membawakan kue dan bunga buat mama," ucap Saras, Danendra menerima info dengan ekspresi alis mata terangkat."Kita lakukan lagi, yuk, Pa," pinta Saras."Boleh. Mama jangan sampai tahu, 'kan?""Iya, Pa.""Pas sekali besok hari Sabtu, bagaimana kalau kita liburan ke villa di Bogor? Belum pernah selama ini."Mata dan mulut Saras terbuka lebar hing
Bahagia Saras bisa pergi berlibur bersama keluarga di akhir pekan."Gimana tadi berenangnya, senang tidak?" tanya Cempaka sambil menemani Saras membasuh diri dan mengganti pakaian bersih."Sangat senang, Ma. Mama bagaimana, pasti senang diajak papa kemari.," tebak Saras.Cempaka tersenyum lalu mengangguk."Aku sudah beres. Ayo, ke taman, Ma," ajak Saras menarik tangan Cempaka. "Rasanya Mama ingin tidur siang sebentar, Saras. Badan Mama agak pegel.""Apa mama sakit?" Saras khawatir melihat mamanya yang memijit pundak sendiri. "Tidak." Saras menatap Cempaka memastikan keadaannya memang baik.Saras dan Cempaka keluar kamar, Cempaka meneruskan langkah menuju ruang pribadi untuk beristirahat. Saat Saras berenang, ingatan Cempaka tertuju pada mendiang Haris dan Bima. Itulah penyebab mengapa ia malah kurang semangat lalu memilih istirahat siang.Mendadak pintu ruang pribadinya terbuka, terdengar suara Saras menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan membawa buket bunga yang cantik, disus
Sebelum kembali ke Bekasi, saat beberes, Cempaka menatap hadiah istimewa yang diberi oleh suaminya di kamar. "Indah sekali berlian ini," ucapnya tersenyum sambil menyentuh permukaan perhiasan. "Semua sudah beres, ayo --" Sontak Cempaka menutup kotak perhiasan sampai menghasilkan bunyi yang keras. "Ya," sahut Cempaka pendek lalu menyandang tas yang berisi pakaiannya sendiri dan berlalu melewati Danendra. Sewaktu mereka dalam perjalanan kembali ke Bekasi, Saras meminta untuk masuk ke tempat istirahat dan pelayanan tol lantaran ingin buang air kecil. "Uti, tolong temani Saras, ya," pinta Saras sehingga Cempaka tidak ikut menyertai. Cempaka dan Danendra menunggu dekat pepohonan tanpa terlibat percakapan apapun. Mendadak Danendra disapa oleh seorang ibu-ibu dengan menepuk lengannya, dia menoleh. "Pak dokter, ingat pada saya?" Danendra memproses memori peristiwa belakangan, sayangnya tidak masuk dalam sadarnya. "Pasti lupa, ya, maklumlah dokter banyak pasien. Saya ibu dari pasi
"Ada undangan nikah teman sejawat. Ini."Cempaka menerima undangan berwarna emas dari tangan Danendra lalu membacanya."Nikahnya di Bandung, bukan Bekasi.""Pergi ngga?" tanya Danendra sembari membuka kemeja kerja, badannya masih dilapis dengan kaos tipis."Jauh," ujar Cempaka. "Yang aku tanya, pergi tidak? Teman ini sama-sama satu almamater kuliah dulu, tidak menyangka bisa satu tempat kerja. Umur nikahnya juga sudah kepala tiga," ungkap Danendra. "Kamu mau pergi sendiri?"Danendra menoleh pada Cempaka dan menatapnya lama. "Ya, itu kalau kamu mau," lanjut Cempaka memaknai pandangan Danendra sebagai penolakan."Pikirkan dulu, aku mau mandi."Selepas membasuh badan, Danendra yang lupa membawa pakaian ganti, mengintip dari pintu memastikan Cempaka tidak ada di kamar.Sempat sebanyak dua kali dia memanggil nama Cempaka, tetapi tidak menyahut.Dengan yakin, Danendra berjalan menuju lemari dan mengenakan pakaian di sana tanpa ragu."Dane, kita per --."Cempaka menjerit kencang, ingin lep
Danendra mengenalkan Cempaka sebagai istri pada teman-teman yang kebanyakan dokter. Kecanggungan menyergap Cempaka lantaran pertanyaan teman Danendra agak mengganggu."Ini istri baru, Dokter?""Istri muda apa gimana, Dokter?""Udah hampir setahun nikah, kita baru tahu."Cempaka menilai karena kedekatan hubungan, maka teman-teman Danendra bebas bertanya apa saja.Lelah melayani percakapan yang aneh baginya apalagi di saat santap bersama, Cempaka menggeser duduk ke sudut ruangan yang lebih sepi. Sementara itu, Danendra dan teman-temannya terlihat menikmati acara.Seseorang berlari cukup kencang, hingga menabrak minuman di sudut meja Cempaka. Gelas terhempas ke karpet tanpa suara.Seorang wanita berlalu dengan tangan menutup mulut ke arah kamar mandi.Terkesiap Cempaka sewaktu perempuan itu membuka mulut untuk meraih gelas dari lantai. Cempaka bisa mengenali siapa perempuan itu.Menatap ke gelas yang terdapat noda darah, Cempaka lebih terkejut lagi.Dengan perasaan was-was, Cempaka mengi
Natali terpaksa kembali ke Bekasi lantaran kesehatannya memburuk usai menghadiri pesta pernikahan teman lama."Sudah aku peringatkan tidak perlu ikut kondangan!" seru Dahlia yang menyetir mobil. "Jadinya, aku nyetir sendiri ke Jakarta."Natali tertawa sembari menepuk pundak temannya."Ceritanya kamu menyesal?" tanya Natali terkekeh."Tidak juga, seenggaknya bisa penuhi keinginan teman buat bahagia." Natali tertawa lagi diiringi batuk."Kalau sakit keras, harus banyak istirahat, Natali," peringat Dahlia."Ya, aku tahu. Terima kasih sudah menemani.""Oke, tapi ini semua tidaklah gratis." Mereka kembali tertawa bersama."Kamu tahu Danendra menikah lagi, di acara aku sempat bertemu dengan istrinya.""Hah? Benarkah? Kamu masih mencari tahu hidup Danendra?"Natali mengangguk. "Oh, please, Natali," sesal Dahlia."Tapi, aku cepat-cepat menuju kamar kecil dan pura-pura tidak melihatnya."Dahlia menoleh sesaat, turun rasa iba terhadap teman baiknya."Natali, sudahlah, kamu telah memilih meningg
Cempaka tersentak dari tidurnya, ia memandang ke seluruh ruangan, hanya dirinya sendiri. Aktivitas semalam membuatnya terlambat bangun.Mengenakan pakaian kembali yang sempat terlepas, Cempaka keluar untuk mencari segelas air.Sewaktu di dapur, ia menemukan Danendra tengah sibuk dengan kompor dan kuali."Ka... kamu sedang apa?"Danendra yang telah rapi dan bersih membalikkan badan ke belakang lalu menyunggingkan senyum pada Cempaka. "Masak sarapan."Danendra kembali berkutat dengan bahan makanan yang sedang diolah."Sebaiknya mandi dan berganti pakaian," ujar Danendra seraya mengerjakan tugasnya. Mengingat peristiwa semalam, Cempaka menjadi canggung dan menilai apakah dirinya salah. Sementara itu, Danendra riang berdendang sesekali bersiul. Cempaka membersihkan badan dengan mengusapnya kuat-kuat. Di celah sempit hatinya, muncul rasa menyesal."Bang Haris, maafkan aku," ucapnya. Kenangan masa lalu bergonta-ganti mengisi pikiran Cempaka. Tayangan kemarahan pada Danendra di dua tahun
Setelah Joko Chandra, giliran Natali ditemui oleh Cempaka. Ia datang sendiri ke kediaman perempuan yang menjadi istri kedua suaminya."Mau apa datang kemari!" Sambutan Natali dingin saat membuka pintu rumahnya. Di belakang Natali, dia melihat seorang perempuan yang diketahui Cempaka sebagai teman dekat Natali."Suruh masuk, ada tamu," ucap Dahlia ramah.Cempaka tak berminat masuk, ia langsung bicara ke topik inti."Ayahmu sudah mendekam di penjara, Natali."Badan Natali meremang, senyum miring Cempaka malah membuatnya gentar."Aku hanya peringatkan, pelan tapi pasti aku minta kamu mundur dari hubunganki dan Danendra!" tegas Cempaka tanpa ada rasa takut.Natali menatap manik Cempaka dalam-dalam lalu tawa lepas dari bibirnya."Kamu datang kemari untuk mengancam aku, heh?!"Natali membalas menggertak Cempaka."Kartumu ada di aku."Tawa Natali terhenti disambut kalimat ramah Dahlia."Apa kita masuk dulu untuk membicarakan hal penting ini?"Tatapan Cempaka beralih pada Dahlia yang tampak t
Natali gelisah usai menonton berita mengenai penangkapan ayahnya sebagai dalang kebakaran ruko yang pernah ditempati Cempaka. "Memang si Tua ini keras kepala, dari dulu merasa benar dan sekarang dapat akibatnya."Meskipun gelisah, ada rasa marah yang menggerogoti hatinya. Ia teringat bagaimana perlakuan Joko Chandra terhadap ibunya di masa silam, bukannya baik-baik saja, melainkan sebaliknya.Natali kecil sering melihat pertengkaran ayah dan ibunya, dia tidak paham masalah apa yang menimpa. Semakin dewasa, ia mendapati kesalahan ibunya yang dituturkan ayahnya, yakni bersama pria lain.Tertawa miris, itulah yang dilakukan Natali. Memiliki orang tua yang menelantarkan dirinya secara batin, membuatnya tidak yakin dengan relasi pernikahan seumur hidup."Kalian membuat masa depanku hancur, penuh dendam dan kebencian," ucapnya di hadapan bingkai berisi gambar kedua orang tuanya.Bukan sedih yang dirasakan oleh Natali atas kejadian yang menimpa ayahnya."Memang pantas mendapatkannya."Natal
Di malam hari, setelah Devano dan Anita pulang, Danendra duduk di ruang keluarga sendirian. Ia mengulir ponsel tanpa berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakan. Pikirannya menerawang pada masa lalu, bagaimana hubungan pertemanan dengan Devano kandas karena pria itu menjalin hubungan dengan Natali di belakangnya.Kekhawatiran menyerang Danendra saat melihat istrinya, Cempaka, terlihat nyaman berada di dekat Devano."Sudah jam setengah sebelas, tidak tidur?" tanya Cempaka yang muncul dari arah belakang badan Danendra. Pria itu hanya diam saja tanpa respon."Cantik ngga kalau bunga ini di taruh di sini?" tanya Cempaka membawa vas berisi bunga yang dibawanya tadi."Hm...," jawab Danendra sembari melirik ke arah bunga cantik di nakas.Cempaka duduk di bangku berhadapan dengan Danendra. "Pak Devan tadi datang sekalian mengabarkan kalau dalang kebakaran ruko sudah ditangkap pihak berwajib."Pandangan Danendra mendadak terarah pada Cempaka. Dia belum mendapat kabar apapun."Namanya Joko Cha
Setelah menidurkan Keenan, Cempaka mengulir media sosial miliknya sembari beristirahat.Matanya membelalak membaca sebuah artikel, berulang kali Cempaka membaca dengan seksama."Pelaku pembakaran ruko sudah ditangkap," ulangnya pelan, tersinggung senyum di parasnya.Tidak lama, layar ponselnya menampilkan nama Danendra. Gegas Cempaka menanggapi."Cempaka, aku tadi dihubungi kuasa hukum. Pelaku pembakaran ruko yang kamu sewa sudah tertangkap. Mereka ada tiga orang.""Apa datangnya ada di antara mereka?" tanya Cempaka antusias."Belum sampai ke sana. Wajah mereka dipakaikan masker, diduga masih ada kawanan lainnya."Cempaka mengangguk, dugaannya juga serupa dengan itu. Hanya saja bukti tidak ada."Siapapun orangnya cepat atau lambat pasti akan tertangkap," ujar Cempaka dengan nada emosional. "Tapi, jangan terlalu memikirkan hal ini, ya." Dari nada bicara Cempaka, Danendra bisa mengira-ngira perasaan istrinya sejauh mana."Nanti aku pulang lebih cepat, mau dibawain makanan tidak?" Danen
Insiden di rumah Natali membuat Danendra membatalkan prakteknya secara mendadak. Alasan istrinya sakit dipakai untuk menemani Natali yang memintanya tidak pergi bekerja setelah dirinya meminta maaf."Apa masih sakit?" tanya Danendra memandang pipi Natali memerah. "Sudah berkurang." Natali tersenyum sembari memegang kompres dingin, berbeda dengan raut Danendra yang datar.Danendra melirik jam estetik yang menempel di dinding, tidak terasa setengah hari dilalui di kediaman Natali."Sore nanti aku mau keluar," ucap Danendra seperti seorang anak yang minta izin ke ibunya."Apa tidak bisa menginap lagi di sini?" Natali menyulap pertanyaan dengan keinginan keras. "Temanilah aku lagi," ujarnya dengan merengek. "Aku akan datang lagi besok," janji Danendra, meskipun dia tidak begitu yakin bisa dipenuhi atau tidak.Usai makan siang, Danendra meninggalkan rumah Natali. Beralasan ke rumah sakit lagi, Danendra menyetir ke rumah miliknya, ia ingin melihat istri dan anak-anak.Rumah dalam keadaan
Danendra terbangun di pagi hari dengan ruangan serasa berputar, kepalanya pening.Memandang sekitar, dia tahu kalau malam tadi dirinya menginap di kediaman Natali.Pakaiannya sudah berganti dengan bahan yang lebih ringan.Berjalan memegang dinding agar tidak jatuh, sampai Danendra di luar kamar. Tercinta aroma wangi masakan dari dapur. Ia yakin kalau Natali ada di sana."Mengapa aku bisa menginap di sini?" tanyanya dengan suara meninggi.Tersentak Natali mendengar suara Danendra, ia berbalik dan langsung mengubah raut menjadi lebih ramah."Kamu sudah bangun? Aku lagi siapin sarapan," sahutnya tanpa menjawab pertanyaan Danendra. Natali mengambil sebuah gelas lalu pergi menuju dispenser untuk mengisi dengan air minum. "Minum air hangat setiap pagi baik untuk kesehatan. Aku selalu ingat pesan kamu," ucapnya.Danendra hanya menatap gelas berisi air, tanpa memedulikan hal itu, Danendra berjalan menuju bangku di sekitar meja makan lalu duduk di sana.Memejamkan mata menjadi jalan untuk me
"Maaf, Bu. Ada apa ini? Suara ibu mengganggu tetangga, hari sudah malam." Seorang bapak datang menghampiri Cempaka untuk menegurnya. Cempaka mengatur emosinya dengan baik. Dia meminta maaf lalu menjelaskan perihal Danendra di dalam rumah Natali. "Suami ibu?" "Ya." Tampak bapak-bapak itu pergi lalu berbisik dengan tetangga lain. "Saya RT di sini, apakah ibu yakin ada orang di dalam?" tanyanya. "Itu mobil suami saya." Cempaka menunjuk kendaraan roda empat yang terparkir di garasi. Ketua RT meminta bukti mengenai data suami Cempaka. Ketua RT bersama warga menggedor-gedor pintu kediaman Natali sampai Natali merasa terpojok. "Bu Natali silakan di buka atau kami membuka paksa." Merasa terancam akhirnya Natali membuka pintu. "Mana Danendra?!" jerit Cempaka berusaha memaksa masuk, tetapi cepat dihalangi Natali. "Tidak ada yang boleh masuk paksa ke rumah saya atau saya lapor polisi!" teriak Natali melawan. Cempaka dan warga lain berdiri mematung. "Bu Natali, ibu
Natali merasa tidak puas dengan penuturan Joko Chandra, ia menghadapi masalah baru. yakni Cempaka jadi kembali ke Bekasi paska kejadian kebakaran. Hal membuat Natali kesal adalah keputusan kembali Cempaka dan Danendra kembali serumah."Kamu cukup berempati pada perempuan itu, masalah lain Papa akan membantu," ujar Joko Chandra waktu itu.Natali menghubungi Danendra, ia punya permintaan."Dane, temani aku konsultasi ke dokter kandungan, ya," pintanya melalui sambungan telepon."Kalau mau ke rumah sakit, datang saja, Natali," sahut Danendra sambil memeriksa jadwal operasi, seminar, dan praktek di poliklinik.Gegas Natali melakukan apa yang disuruh Danendra, mereka berdua masuk ke dalam ruang praktek."Coba dilihat ini janinnya masih berukuran kecil. Harap dokter dan istri memperhatikan kebutuhan sang bayi melalui nutrisi ibu hamil," ingat sang dokter.Dokter kandungan meresepkan vitamin untuk Natali."Kamu sudah selesai praktek, 'kan? Mau pulang?" tanya Natali di luar ruangan."Sudah.
Malam ini Cempaka dan anak-anak mulai menginap di Bekasi. Danendra girang bukan kepalanya, tanpa paksaan Cempaka menyerahkan diri padanya.Danendra tidak yakin alasan apa yang membuat istrinya memutuskan hal itu. Apapun alasannya bagi Danendra tidak begitu penting."Saras masih bersekolah di Jakarta, besok Heru bisa mengantar ke sekolah, 'kan?" tanya Cempaka saat mereka berada dalam kamar yang sama. Cempaka memutuskan bersedia sekamar tanpa syarat apapun."Ya, Heru bisa antarkan. Tapi, kamu tidak berniat Saras bolak-balik sejauh itu, bukan? Dia harus bangun sepagi apa, pasti lelah perjalanan jauh."Cempaka telah memikirkannya. "Saras sebenarnya sudah nyaman bersekolah di sana, sejak masalah di sekolahnya dulu. Waktu aku membicarakan hal ini padanya, Saras sedih, jadi aku beri pilihan mau tinggal di Bekasi pindah sekolah atau tetap di Jakarta."Danendra mengangguk. "Jadi jawaban Saras apa?""Kamu tidak tanya?" Cempaka menoleh pada suaminya dengan kernyitan di kening.Danendra berdehem