"Ada undangan nikah teman sejawat. Ini."Cempaka menerima undangan berwarna emas dari tangan Danendra lalu membacanya."Nikahnya di Bandung, bukan Bekasi.""Pergi ngga?" tanya Danendra sembari membuka kemeja kerja, badannya masih dilapis dengan kaos tipis."Jauh," ujar Cempaka. "Yang aku tanya, pergi tidak? Teman ini sama-sama satu almamater kuliah dulu, tidak menyangka bisa satu tempat kerja. Umur nikahnya juga sudah kepala tiga," ungkap Danendra. "Kamu mau pergi sendiri?"Danendra menoleh pada Cempaka dan menatapnya lama. "Ya, itu kalau kamu mau," lanjut Cempaka memaknai pandangan Danendra sebagai penolakan."Pikirkan dulu, aku mau mandi."Selepas membasuh badan, Danendra yang lupa membawa pakaian ganti, mengintip dari pintu memastikan Cempaka tidak ada di kamar.Sempat sebanyak dua kali dia memanggil nama Cempaka, tetapi tidak menyahut.Dengan yakin, Danendra berjalan menuju lemari dan mengenakan pakaian di sana tanpa ragu."Dane, kita per --."Cempaka menjerit kencang, ingin lep
Danendra mengenalkan Cempaka sebagai istri pada teman-teman yang kebanyakan dokter. Kecanggungan menyergap Cempaka lantaran pertanyaan teman Danendra agak mengganggu."Ini istri baru, Dokter?""Istri muda apa gimana, Dokter?""Udah hampir setahun nikah, kita baru tahu."Cempaka menilai karena kedekatan hubungan, maka teman-teman Danendra bebas bertanya apa saja.Lelah melayani percakapan yang aneh baginya apalagi di saat santap bersama, Cempaka menggeser duduk ke sudut ruangan yang lebih sepi. Sementara itu, Danendra dan teman-temannya terlihat menikmati acara.Seseorang berlari cukup kencang, hingga menabrak minuman di sudut meja Cempaka. Gelas terhempas ke karpet tanpa suara.Seorang wanita berlalu dengan tangan menutup mulut ke arah kamar mandi.Terkesiap Cempaka sewaktu perempuan itu membuka mulut untuk meraih gelas dari lantai. Cempaka bisa mengenali siapa perempuan itu.Menatap ke gelas yang terdapat noda darah, Cempaka lebih terkejut lagi.Dengan perasaan was-was, Cempaka mengi
Natali terpaksa kembali ke Bekasi lantaran kesehatannya memburuk usai menghadiri pesta pernikahan teman lama."Sudah aku peringatkan tidak perlu ikut kondangan!" seru Dahlia yang menyetir mobil. "Jadinya, aku nyetir sendiri ke Jakarta."Natali tertawa sembari menepuk pundak temannya."Ceritanya kamu menyesal?" tanya Natali terkekeh."Tidak juga, seenggaknya bisa penuhi keinginan teman buat bahagia." Natali tertawa lagi diiringi batuk."Kalau sakit keras, harus banyak istirahat, Natali," peringat Dahlia."Ya, aku tahu. Terima kasih sudah menemani.""Oke, tapi ini semua tidaklah gratis." Mereka kembali tertawa bersama."Kamu tahu Danendra menikah lagi, di acara aku sempat bertemu dengan istrinya.""Hah? Benarkah? Kamu masih mencari tahu hidup Danendra?"Natali mengangguk. "Oh, please, Natali," sesal Dahlia."Tapi, aku cepat-cepat menuju kamar kecil dan pura-pura tidak melihatnya."Dahlia menoleh sesaat, turun rasa iba terhadap teman baiknya."Natali, sudahlah, kamu telah memilih meningg
Cempaka tersentak dari tidurnya, ia memandang ke seluruh ruangan, hanya dirinya sendiri. Aktivitas semalam membuatnya terlambat bangun.Mengenakan pakaian kembali yang sempat terlepas, Cempaka keluar untuk mencari segelas air.Sewaktu di dapur, ia menemukan Danendra tengah sibuk dengan kompor dan kuali."Ka... kamu sedang apa?"Danendra yang telah rapi dan bersih membalikkan badan ke belakang lalu menyunggingkan senyum pada Cempaka. "Masak sarapan."Danendra kembali berkutat dengan bahan makanan yang sedang diolah."Sebaiknya mandi dan berganti pakaian," ujar Danendra seraya mengerjakan tugasnya. Mengingat peristiwa semalam, Cempaka menjadi canggung dan menilai apakah dirinya salah. Sementara itu, Danendra riang berdendang sesekali bersiul. Cempaka membersihkan badan dengan mengusapnya kuat-kuat. Di celah sempit hatinya, muncul rasa menyesal."Bang Haris, maafkan aku," ucapnya. Kenangan masa lalu bergonta-ganti mengisi pikiran Cempaka. Tayangan kemarahan pada Danendra di dua tahun
Kepulangan Cempaka dan Danendra disambut bahagia oleh Saras dan Cakrawati. "Saras belum tidur? Besok sekolah.""Iya, aku tunggu mama dan bapak, pulangnya malam sekali. Aku sampai ngantuk," protes Saras.Danendra membelai kepala Saras seraya tersenyum."Macet panjang di tol, Saras. Senyum dong," ujar Danendra menyamakan tingginya dengan Saras.Tidak bisa menahan diri, Saras pun menyunggingkan senyum pada Danendra dan Cempaka."Nah, gitu, cantik anak mama."Mereka masuk bersama ke dalam rumah."Selama ditinggal apa ada masalah, Bu?" tanya Cempaka pada ibunya."Tidak, semua biasa saja. Saras juga baik," sahutnya."Ini kami bawa oleh-oleh buat ibu." Cempaka menyerahkan tas goodie. "Ini untuk Saras."Mata Saras berbinar, ia melonjak senang seraya menerima pemberian mama dan bapaknya.Saat itu juga Saras membuka dan melihat boneka bayi, hatinya diliputi rasa bahagia."Aku suka sekali boneka ini, Ma. Koleksi boneka bagiku bertambah lagi. Asyik," ujarnya lalu memeluk Cempaka."Bapak lihat Sa
Danendra berjalan cepat dari poliklinik menuju parkiran siang ini. Jadwal praktek di rumah sakit telah selesai, dia mau melanjutkan praktek ke rumah sakit lain.Sosok Dahlia berjalan dari kendaraan terparkir menuju gedung rumah sakit."Dahlia," gumam Danendra. Sepengtahuan Danendra, Dahlia merupakan teman dekat Natali sewaktu masih jadi istrinya.Menutup kembali kendaraannya, ia mengikuti arah masuk Dahlia ke dalam rumah sakit.Sebagai rumah sakit yang besar dengan lorong yang panjang dan bercabang, perjalanan Dahlia cukup jauh.Namun, sebelum mencapai ruangan tujuan, Dahlia peka terhadap sekitar.Ia membelok ke arah lain.Danendra kehilangan jejak Dahlia. "Pak Danendra?" Awalnya Dahlia ingin terus bersembunyi, akan tetapi ia tidak bisa terlalu lama menunggu Danendra pergi."Kamu Dahlia, teman Natali?" tanya Danendra memastikan. Dahlia mengamati dan menerjemahkan arah pembicaraan Danendra, hanya saja ia tidak menemukan jalurnya."Ya, Pak.""Di sini sedang apa?" tanya Danendra dengan
"Aku yakin imunoterapi kanker ini akan memberi kamu peluang untuk sembuh," ucap Dahlia pada Natali setelah mereka mendapat informasi pengobatan dari dokter konsultan onkologi medik. "Kamu juga harus berpikir baik, agar imun tubuh terjaga," lanjut Dahlia sembari merapikan nakas di samping ranjang pasien."Iya, Bu Dahlia, siap laksanakan," sahut Natali."Aku keluar sebentar membeli makanan ke kantin, ya."Sepeninggalan Dahlia, Natali tidak melakukan apa-apa selain beristirahat. Ia melihat ponsel Dahlia tertinggal di nakas."Yah, handphone-nya malah lupa dibawa."Bunyi pintu terbuka membangunkannya kembali."Ketinggalan, Dahlia?" tanyanya, hanya saja, seketika membatu melihat bukanlah Dahlia yang masuk ke ruang rawatnya."Danendra?" lirihnya dengan pupil mata membesar."Natali, apa yang kamu sembunyikan dariku?" Paras Danendra menegang disertai cemas melihat Natali terbaring di ranjang rumah sakit.Kehilangan kata-kata membuat Natali tidak mampu menjawab pertanyaan Danendra. Mengamati N
Kekecewaan Cempaka terbawa sampai ke rumah. Dia memutuskan pulang usai makan di kantin rumah sakit. "Sepertinya lemas sekali," nilai Cakrawati begitu melihat putrinya berjalan seperti orang sempoyongan."Agak pusing, tapi sudah tidak kenapa-napa, Bu. Dokter bilang banyak istirahat. Saras di mana, Bu?""Sedang tidur siang. Apa kamu sudah makan?"Anggukan kepala sebagai jawabnya, Cempaka menolak diantar ke kamar tidur, ia yakin mampu masuk kamar dalam kondisi yang baik.Langsung merebahkan diri, Cempaka bernapas lega karena telah bisa beristirahat. Ponselnya berdering di meja nakas.Dengan susah payah, Cempaka kembali bangun, menurunkan kaki dan mengecek ponsel di dalam tas.Danendra.Berulang kali pria itu menghubungi, tetapi Cempaka enggan untuk sekedar mengangkat panggilan. Ia butuh istirahat karena lelah menanti Danendra, padahal pria itu berjanji akan kembali.***Tidur Cempaka terganggu, terasa ada sesuatu yang menempel di wajahnya. Dia menggerakkan badan, sayangnya kesulitan u
Hari mulai gelap, Cempaka gelisah lantaran merasa terlalu lama jauh dari anak-anaknya."Kita makan malam dulu, gimana?" ajak Danendra usai mereka menonton film drama di bioskop."Pulang saja, ya, anak-anak pasti cari," tolaknya dengan pasti, Cempaka gelisah mengingat kedua buah hatinya.Danendra mengangguk, mereka berjalan beriringan ke lokasi parkir."Kamu suka filmnya tadi?" tanya Danendra membuka percakapan setelah mereka dalam perjalanan tak mengeluarkan kata sama sskali.Cempaka mengangguk."Nabil, pemain utama, memilih tindakan yang tepat dengan berpisah dari suaminya, pulang kembali ke Indonesia," komentar Cempaka yang membuat posisi duduk Danendra merasa tak nyaman."Tapi, Maxime menunjukkan kalau dia serius bersama Nabil, bukan. Mengejar istrinya sampai ke Indonesia dan meyakinkannya kalau dia bukan Maxime yang dulu. Perjuangan Maxime lima tahun untuk bisa menemukan jejak istrinya. Dan butuh tiga tahun meyakinkan Nabil.""Entahlah, sepertinya semua pria memang seperti itu, ka
Pagi hari usai mengantarkan Saras ke sekolah, Danendra melakukan aktivitas sebagai dokter di rumah sakit. Meskipun semangatnya turun, ia tetap profesional dalam bekerja. Saat jam istirahat ponselnya berdering."Ya, Ma?""Bagaimana kabar kamu?" tanya Qonita dari seberang. Danendra menghela napas panjang, menyenderkan punggung ke bangku."Sepertinya aku gagal, Cempaka tetap mau bercerai, Ma."Qonita merasakan nada sendu dari anak tunggalnya itu. Hatinya pun tak sanggup bila Cempaka akan berpisah dari Danendra. "Sepertinya kamu harus bersiap untuk itu," ucap Qonita bila memang itu akan terjadi."Besok kami akan ke pengadilan, Ma."***Hari yang ditakuti Danendra datang, mereka hadir secara terpisah. Danendra dari tempat kerja, sementara Cempaka dari rumah.Cempaka bisa mengamati bagaimana paras suaminya, sedari semalam mereka telah pisah ranjang. Danendra memutuskan menghabiskan waktu di ruang kerjanya.Ia tak sanggup bersama Cempaka dan setelah itu mereka berpisah.Agenda pertama ada
Dengan sigap Danendra melingkarkan tangan ke tubuh Cempaka sehingga perempuan itu tidak terjerembab ke lantai.Mendadak suara tangis Keenan memenuhi kamar tidur mereka. Segera Cempaka setelah badannya seimbang pergi menggendong Keenan."Ssshhh... maaf, ya, Mama membangunkan kamu." Cempaka mengayun-ayun Keenan, menenangkan, sampai anaknya kembali terlelap dalam gendong Cempaka.Perilaku Cempaka yang lembut menangani Keenan disaksikan oleh suaminya dengan seksama. Dalam hati ia memuji istrinya yang lembut pada anak, tetapi bisa kasar juga terhadap orang yang melewati batas.Cempaka kembali naik ke tempat tidur lalu meletakkan Keenan dengan perlahan. Dia menarik napas panjang, lega, lantaran Keenan sudah terbuai dalam tidurnya."Ngapain senyum-senyum?" tanya Cempaka pada Danendra yang tak melepas tatapan.Danendra tidak sadar kalau Cempaka memerhatikan dirinya, ia salah tingkah dengan menggaruk-garuk kepala belakang. "Kamu ibu dan istri yang luar biasa." Danendra memberanikan diri memuj
Merasa tidak mampu sendiri, Danendra memutuskan meminta bantuan orang tuanya untuk meyakinkan Cempaka agar bersedia bersamanya."Baru sadar sekarang, Danendra!" Lantaran jarak jauh, Danendra hanya bisa mengobrol dari telepon.Bukannya dukungan, Danendra malah dimarahi oleh ibu kandungnya, Qonita."Papa kamu mendukung perceraian kamu, terlalu banyak penderitaan Cempaka!"Beberapa waktu lalu Qonita masih berjuang agar Cempaka tidak bercerai dari putra kesayangannya, hanya saja mengingat betapa Cempaka terluka, hatinya pun tak sanggup."Mama harus bantu aku," ucap Danendra memohon. "Kamu tidak sadar betapa dicintai oleh Cempaka selama ini, hah?!""Cempaka hanya mencintai bang Haris, Ma." Bayangan kemesraan dan kedekatan Cempaka di masa lalu dengan mendiang Haris menari di alam pikiran Danendra. "Jadi, Keenan - anak kamu, bukan bukti kalau Cempaka sangat mencintai kamu? Dia rela tetap bertahan dimadu, padahal dia tahu mendiang istri kamu orang jahat!!"Qonita menggeleng tak habis pikir,
Sepekan berlalu, Danendra rutin setiap hari mengirimkan buket bunga mawar untuk istrinya. Sayangnya, ia terus menemukan buket cantik itu di tong sampah belakang rumah.Danendra tahu benar kalau istrinya sangat menyukai mawar.Ada perasaan tersinggung muncul di awal, Danendra memahami bila ia patut mendapat perlakuan seperti itu dari Cempaka.Ini hari kedelapan, masih berlangsung demikian. Selain itu, Danendra berusaha mengajak Cempaka untuk berdialog berdua, makan malam, sampai jalan-jalan bersama, Cempaka kekeh menolak."Apalagi yang harus aku lakukan? Waktu semakin mendekat," lirihnya usai praktek di poliklinik.Danendra tetap bekerja secara profesional, sekalipun pikirannya tertuju pada Cempaka.[Sudah makan?]Danendra mengirim pesan pada Cempaka. Hanya centang dua biru tanpa ada balasan.Danendra menggaruk-garuk kepala, menepuki wajah, sampai menggosok matanya, saking bingung menghadapi istrinya."Memang cukup saja satu istri, sakit kepala kalau ada masalah seperti ini."***"Sara
Hubungan Danendra dan Cempaka tidak berangsur membaik, hal paling ditakutkan Danendra malah terjadi lebih cepat."Kita bisa mengurus perceraian lebih cepat." Cempaka duduk di seberang meja kerja Danendra di rumahnya.Jantung Danendra terasa sesak, seperti akan berhenti berdetak. Wajahnya seperti dihantam benda berat.Kehilangan Cempaka?"Cempaka, aku mohon jangan lakukan ini." Danendra akan mengupayakan apa pun untuk rumah tangganya kali ini."Mau kamu apa? Kamu mau mengikat aku di pernikahan yang tidak bahagia ini. Kamu hanya mau membalas kebaikan Haris dan itu sudah cukup, Dane!"Napas Cempaka tersengal mengatakannya. Danendra masih ingin menahannya lebih lama?Dasar tidak berperasaan!"Aku akan mengikat kamu seumur hidup, Cempaka."Ingin rasanya Cempaka memberi Danendra pukulan supaya pria itu sadar kalau semakin lama bersamanya, Cempaka bisa-bisa mati berdiri atau kemungkinan gila.Namun, badannya yang lebih kecil tidak akan ada artinya bila ia melakukan kekerasan fisik pada Danen
Dahlia menemui Danendra di rumah sakit, mereka duduk di taman yang sedang tidak banyak orang. "Aku mohon kamu mau menemui Natali." "Aku akan menceraikannya setelah anak itu lahir lalu mengasuhnya bersama Cempaka." Rahang Dahlia mengatup kuat. Dia semakin yakin cinta Danendra pada Natali sudah sirna seiring terkuak kebenaran. "Apa kamu yakin Cempaka akan menerima anak itu?" Natali tidak setuju, tetapi dia pun tidak bisa berbuat banyak. "Untuk terakhir kali aku menemui Natali, setelah itu jangan kamu datang lagi atas suruhan Natali!" "Aku tidak disuruh Natali atau siapapun, hanya demi kemanusiaan." Danendra berdecak lalu tertawa seolah-olah ada yang membuat kelucuan. Cempaka keluar dari persembunyiannya, ia mencuri dengar percakapan antara Danendra dan Dahlia. Keinginan untuk menemui suami pudar, Cempaka memiliki rencana lain. *** "Dane, kamu masih bersedia menemui aku?" Danendra memenuhi keinginan Dahlia untuk menemui Natali. Danendra duduk berseberangan dengan N
Sebulan berlalu sejak kejadian Cempaka meminta cerai, tinggal tiga bulan lagi. Hubungan antara Cempaka dan Danendra semakin renggang. "Mengapa akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah?""Memangnya kenapa? Bik Saidah mengadu?" tanya Cempaka tanpa memandang suaminya. Dia sibuk dengan banyak kertas di tangannya."Kamu buka toko baru?""Kamu membuntutiku?""Kalau tidak seperti itu, kamu tidak pernah mau cerita. Sudah berapa lama?""Bukan urusan kamu." Cempaka berdiri memandang suaminya. "Kamu urusi saja istri kamu yang mau melahirkan itu, bukannya sebentar lagi?"Danendra menghela napas."Jangan mengalihkan pembicaraan. Oh, ya, perlu aku ingatkan keinginan bercerai kamu tidak akan pernah terkabul." Danendra pergi begitu saja dari kamar ke ruang makan. Beberapa minggu belakangan, Danendra sering pulang lebih awal dari rumah sakit.Cempaka terduduk kembali, gilirannya mendengkus karena Danendra memutuskan secara sepihak nasibnya di masa mendatang. ***Usai praktek di poliklinik, Danendra
"Natali, sudahi kebodohan ini!" ujar Dahlia. Baru kali ini perkataan Dahlia serasa tajam di pendengaran Natali."Keluarga Danendra sulit ditumbangkan, lihat papamu, malahan masuk penjara demi aksi balas dendamnya. Apa kamu mau berakhir seperti itu? Cukup menjadi orang jahat, fokuslah sekarang pada anakmu!"Dahlia rasanya tidak sabar lagi menghadapi sahabat karibnya yang terlihat konyol."Tapi... tapi... aku mencintainya, Dahlia," isaknya duduk di kursi."Apa aku bilang! Dulu kamu menikah dengannya tanpa cinta, hanya untuk membalas dendam. Danendra sangat mencintai kamu. Sekarang giliran kamu mencintainya, pria itu sudah tak punya lagi hati untuk kamu. Sadar, Natali!!"Natali semakin terisak, ia merasa menyesal dengan sikapnya di masa lalu sehingga membuat cinta Danendra luntur padanya."Tapi, aku mau berusaha untuk mendapatkan Danendra lagi, Dahlia," ucapnya dibarengi gelengan dari Dahlia."Sadar Natali kesalahan kamu itu banyak, jangan sampai Danendra tahu rahasia kelam kamu, tiba wa