"Tt-tidak kok!" Riana langsung mendorong Wira untuk segera menjauh darinya, lelaki itu hanya tertawa pelan melihat Riana gelagapan karena terpergok ibunya."Kamu tidak usah malu, Riana. Kalian kan saling suka, jadi tidak papa kalau hanya pelukan saja, tapi kalau lebih nikah dulu, baru nanti bisa puas mau ngapain saja!" Desi tidak mau kalau mereka melakukan hal lebih dari sekedar pelukan, karena dia tidak mau kalau kedua orang yang berada di depannya ini malah menjadi menginginkan lebih."Tidak kok, Tante! Aku tahu betul kalau itu tidak boleh," ucap Riana. Dia memang tidak ingin melakukan hal yang lebih, bisa-bisa kedua orang tuanya akan sedih melihat dirinya tengah melakukan hal tidak-tidak sebelum menikah."Jadi apa hubungan kalian sekarang?" Desi bertanya dengan antusias, dia sangat penasaran tentang hubungan mereka berdua.Riana tidak menjawab, dia juga merasa bingung dengan hubungan mereka yang masih tidak jelas sekarang apa? Teman atau sepasang kekasih sekarang? Wira dan dirinya
Reynald terkejut mendapati kenyataan kalau dia tidak akan bertemu dengan wanita cantik tadi, padahal dia ingin berkenalan dengan wanita itu, sayang sekali kalau dirinya tidak bisa bertemu. Jadi dia memutar otak untuk bisa bertemu dengannya walau sebentar.“Saya ingin bertemu dengannya, apakah tidak bisa?” tanya Reynald.Wira langsung mengalihkan pandangan dari komputernya tersebut, lelaki itu menatap ke arah Reynald. “Kenapa kau mau bertemu dengannya? Bukankah ada cara praktis seperti transfer saja?”“Rasanya kurang sopan saja kalau lewat transfer, jadi saya ingin menemuinya langsung!” Reynald menyampaikan keinginannya untuk bertemu.“Nanti aku yang akan mewakilkanmu saja, jadi kau tidak perlu repot menemuinya,” ucap Wira masih berusaha menolak Reynald untuk bertemu dengan Tiara, rasanya tidak sudi saja kalau temannya itu harus bertemu dengan lelaki yang dia sudah ketahui sifatnya ini.“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada wanita itu langsung, apa Bapak tidak bisa mengizinka
Desi mengambil bunga dan coklat yang berada di kursi depan tempat untuk menyetir, untung saja dia melihat sebelum masuk, semisalkan dia langsung duduk tanpa melihat bisa-bisa bunga dan coklat tersebut sudah hancur Desi duduki. “Apa ini milik teman Wira tadi?” Desi mulai berjalan ke ruangan Riana, dia ingin mengantarkan kedua benda yang berada di tangannya sekarang, tetapi baru sampai setengah jalan Wira sudah berlari menghampiri dirinya. “Berikan itu.” Wira menengadahkan tangannya dengan napas yang sedari tadi memburu, dia baru ingat saat Desi sudah pergi kalau meninggalkan kedua benda tersebut di dalam mobil. “Ini punya temanmu itu, ya?” Desi memberikan bunga dan coklat kepada Wira, lelaki itu hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. “suruh temanmu saja ambil kemari, jangan tinggalkan Riana seorang diri!” pesan Desi sebelum pergi. Wira berjalan masuk kembali ke dalam ruangan di mana Riana dirawat, lelaki itu menyembunyikan kedua benda tersebut di belakang punggungnya, dia tidak
Riana bangun mendengar suara Desi yang bertanya dengan nada tinggi, dia terkejut melihat dirinya tengah berada di dalam pelukan Wira, yah lelaki tersebut tengah memeluk pinggangnya. “Ada apa, Ma? Kenapa pagi-pagi sudah berisik?” Wira bangun dengan santai, dia mengucek matanya karena baru bangun dari tidur. “Cuci wajahmu terlebih dahulu, mama mau bicara sebentar dengan kalian berdua!” Desi berkata dengan wajah dingin, dia menunggu mereka berdua mencuci wajah terlebih dahulu. Riana yang melihat Desi berekspresi seperti itu untuk pertama kali, dia merasa menjadi takut, tetapi dia memang tidak tahu kalau Wira tengah berbaring di ranjang yang sama dengannya tadi malam. Dia meninggalkan Wira tidur lebih dulu, jadi tidak tahu kapan lelaki tersebut ikut berbaring di ranjang miliknya. “Kalian berdua duduk!” Desi memberikan perintah saat kedua orang tersebut sudah selesai mencuci wajah. Wira dan Riana duduk berhadapan dengan Desi, Wira baru saja tersadar apa kesalahan yang telah dia perbuat
“Saya tidak tahu, Pak. Mungkin Pak Wira tengah berada di rumah sakit sekarang,” sahut sekuriti yang berjaga di luar. Dia adalah ayahnya Wira yang bernama Subroto, lelaki itu terkenal dengan ketegasan dan kedisplinan para pekerja termasuk dirinya sendiri yang tidak pernah telat untuk berangkat bekerja. Walau pun itu adalah perusahaan miliknya sendiri, tetapi dia tidak mau melakukan yang namanya telat bahkan libur bukan diakhir pekan, makanya hal tersebutlah yang membuat dia harus terbaring dua bulan lamanya lantaran sakit, dia adalah orang terlalu gila berkerja. “Siapa yang sakit?” Subroto mengerinyitkan alisnya.Dia memang pulang tanpa memberikan kabar kepada keluarganya, bahkan lelaki tersebut menginap di hotel supaya keluarganya itu terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. “Dia sekertaris baru Pak Wira yang bernama Riana, mungkin sudah sekitar tiga hari dia dirawat di sana. Pak Wira setiap hari selalu menyempatkan diri ke sana untuk menjenguknya,” sahutnya. “Wanita yang bern
“Masa tidak ada?!” Wira mendekati sang ayah, dia ikut membongkar seluruh isi laci tersebut. “Apa kamu lupa menaruhnya?!” Subroto terlihat panik, sebuah dokumen untuk proyek besar hilang sekarang. “Tidak. Aku tidak mungkin melupakan dokumen itu!” Wira tidak kalah panik, dia sekarang sangat bingung ke mana dokumen tersebut berada. Wira dan Subroto mencari di sekeliling ruangan kerja Wira, mereka mencari di setiap tempat tanpa melewatkan satu sudut pun karena takut kalau map tersebut terjatuh, selama satu jam mereka masih mencari, tetapi tetap tidak menemukan map berwarna merah tersebut, membuat Subroto yakin kalau ada tikus yang masuk ke dalam untuk mencuri dokumen ini. “Cepat kita ke ruangan keamanan!” Subroto bergegas berlari keluar untuk menuju ruangan CCTV, diikuti oleh Wira di belakangnya. Brak! Pintu didorong kasar oleh Wira, lelaki itu memang berlari lebih cepat dari sang ayah lantaran perbedaan usia yang lumayan jauh. “Cepat putar rekaman dan cari orang yang terlihat mencur
“Apa maksud Anda, Pak? Saya membantu pencuri?! Pencuri itu siapa dan apakah saya mengenalnya?!” Kiki memberikan banyak pertanyaan, dia merasa semakin bingung dengan tuduhan yang diberikan kepadanya sekarang.“Dia Riana,” sahut Subroto.Kiki terkejut mendengar nama Riana disebut, bahkan dia tidak tahu di mana Riana dirawat, tetapi kenapa bisa mereka malah dituduh mencuri oleh bos besar yang berada di depannya ini. Sedangkan Wira, lelaki itu terkejut ayahnya menuduh Riana dengan yakin, padahal tadi berkata hanya akan mencurigainya saja, bukan malah menuduh dengan mengatakan kalau memang benar Riana lah pelakunya.“Pa, bukannya Papa bilang hanya akan mencurigai mereka saja? Berarti hanya menjadikan mereka tersangka saja, bukan malah mengatakan mereka adalah pelakunya! Lagi pula rekaman itu belum tentu dia sedang mencuri!” Wira menyuarakan protes tentang tuduhan ayahnya tersebut.“Wira, kamu tahu sedang berbicara kepada siapa sekarang?!” Subroto menatap sang anak dengan sorot mata dinginn
“Aku tahu pasti kamu yang mengambil map merah itu! Kalau bukan kamu, ya, siapa lagi? Karena kamu ‘lah yang terlihat paling mencurigakan beberapa hari ini!” Kiki menunjuk wajah Lia, dia sangat tahu kalau wanita itu lah yang mengambil map dari gerak-gerik yang terlihat selama ini. “Buat apa juga aku mengambil map itu?” Lia sengaja bertanya seperti itu, supaya Kiki tidak lagi menuduhnya. “Mana kutahu! Hanya kamu yang mengetahuinya atau mungkin karena ingin sengaja menjatuhkan Riana, kan kamu sangat membencinya. Entah apa kesalahannya kepadamu, sehingga kamu menjadi membenci wanita baik itu!” Kiki menggerutu dengan mata memerah, dia ingin sekali menerjang wanita tersebut tetapi tidak memiliki tenaga sama sekali. “Memangnya kenapa kalau aku yang mengambilnya?! Ya, aku mengambil map itu! Lalu apa? Kamu mau mengatakannya kepada mereka? Mana mungkin mereka mempercayai dirimu itu!” Lia bergegas menjauh dari Kiki, wanita itu memilih meninggalkan Kiki karena merasa kesal sampai akhir Kiki mas