“Aku yakin kalau kamu akan membuka hatimu untukku tidak selama itu,” ucap Wira. Saat Riana ingin mengatkan sesuatu, pelayan datang dengan membawa banyak hidangan ke meja mereka dan juga pelayan itu menunggui saat mereka menyantap hidangan. Yah, itu semua karena Wira menyewa seluruh restoran untuk malam ini, makanya mereka menunggui Wira dan Riana lantaran takut kalau kedua orang itu membutuhkan sesuatu. Memang Wira adalah tamu ekslusif mereka yang harus dilayani dengan sepenuh hati tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. “Jangan malu kalau kamu masih lapar, habiskan saja semuanya karena aku memesan untukmu seorang,” ucap Wira. Lelaki itu tengah menikmati memandang Riana yang sangat cantik. “Em, berarti kamu memesan untukku? Tapi ini terlalu banyak kalau hanya aku yang seorang menghabiskannya dan juga malu,” sahut Riana. Dia merasa malu kalau menyantap hidangan terlalu banyak, apalagi dia merasa diperhatikan oleh para pelayan restoran. “Buat apa kau malu? Kan hanya ada kita berdua di
Riana takut mendengar respon yang Tante Desi berikan saat mereka datang, dia teringat akan Mayang yang akan mengomel setelahnya membuat dia menjadi menutupi kedua belah telinganya dengan tangan. Desi melihat itu langsung mendekati Riana, dia segera memeluk wanita itu. “Tante kira kalian kenapa-napa, makanya tante dari tadi menunggu kalian dengan cemas.” “Tidak. Kami tidak apa-apa, Tante, hanya saja tadi mampir mengantri membeli martabak telur yang Tante sukai. Tidak enak rasanya kalau tidak membawakan apa pun ke rumah.” Riana menenteng sebungkus martabak di tangannya. Dia merasa malu karena sudah hampir salah paham. “Apa kalian mengantri lama untuk ini?” Desi bertanya dengan sorot mata terharu yang dijawab oleh Wira dengan anggukan kecil. “seharusnya tidak usah, karena kaliankan sedang jalan berdua untuk melepaskan penat sehabis bekerja. Ini malah harus mengantri untuk membawakan martabak seperti ini,” sambung Desi. “Apa Tante tidak suka?” tanya Riana. “Suka. Tentu saja tante sang
“Ini sudah dua kalinya kamu jatuh, ya?” goda Wira. “Maaf, aku tidak sengaja.” Riana menunduk di dalam pelukan Wira, ingin beranjak dari pelukan lelaki itu tetapi tubuhnya terasa kaku sekali. “Ada apa? Mama dengar ada suara jatuh keras sekali.” Desi membuka pintu dengan posisi setengah sadar, bahkan dia mengucek matanya karena masih merasa mengantuk. Kesempatan itulah dipakai Riana untuk segera melepaskan diri dari pelukan Wira dengan cepat, karena tidak mau Tante itu melihat kalau dirinya tengah di dalam pelukan sang anak. Malu! Itu yang dia rasakan kalau sampai ketahuan, jadi dengan cepat bangkit dan bersikap biasa saja sebelum ketahuan. “Tidak papa, Tante,” sahut Riana cepat karena melihat Wira ingin membuka mulutnya. “Oh, tidak papa. Eh, itu kenapa Wira duduk di lantai malam-malam seperti ini?!” Desi terkejut melihat Wira yang tersenyum simpul sambil duduk lesehan di lantai. “Hanya terpeleset dikit, Ma,” sahut Wira tersenyum sambil memperlihatkan barisan giginya yang putih dan
“Memang kamu berharap aku merespon seperti apa?” Riana bertanya karena merasa heran dnegan tanggapan Diandra. “Kamu tidak iri dengan acara pernikahan yang akan aku adakan dengan mantan suamimu itu sangat mewah? Padahal pernikahanmu dulu sangat sederhana,” sahut Diandra tanpa sadar. Memang dia sangat berharap kalau Riana menjadi iri mendengar cerita tentang pernikahannya. “Tidak. Buat apa aku iri dengan kisah yang berlalu? Toh kalau pun aku iri, bukankah aku tidak mungkin juga akan kembali kepada kekasihmu itu? Kalau pun akan kembali, aku juga tidak mau kembali ke rumah itu lagi,” ucap Riana santai. Dia tidak terlalu menggebu-gebu seperti pertama kali bertemu dengan Diandra. “Huh! Setidaknya iri sedikit saja?” Diandra masih bersikeras berharap Riana iri walau sedikit saja, karena dia mau Riana merasakan hal yang sama saat berapa tahun dengan dirinya dulu. “Untuk apa?” Riana menatap sinis Diandra. Menurutnya sifat iri itu tidak berguna sama sekali untuk dirinya. “Ya untuk apa aku ti
“Bukannya aku disuruh masuk dulu, ini malah langsung ditinggal di depan pintu seperti ini!” gerutu Diandra. Padahal dia juga yang menolak untuk disuguhkan air minum oleh Mayang, tetapi dia melupakan itu kalau Mayang harus berganti pakaian terlebih dahulu sebelum berangkat. Karena dia terbaiasa pakai pakaian yang bagus setiap hari, jadi kalau ada yang mengajak berangkat dia sudah siap tanpa perlu menunggunya untuk berganti pakaian. Diandra memilih menunggu di dalam mobilnya saja, mobil yang dia dapat saat pertama kali naik daun menjadi model, sekarang hanya tinggal kenangan makanya dia bergegas untuk segera menikah dengan Reynald yang adalah seorang Manajer di perusahaan terkenal. “Lama sekali Nenek Tua itu, ini sudah setengah jam dia berganti pakaian.” Diandra menatap arloji yang melingkar di tangannya, dia sudah sangat bosan menunggu sedari tadi. “Maaf, ya, Ibu sudah membuatmu menunggu lama.” Mayang datang dengan dandanan heboh, bahkan dia memakai emas seperti sebuah toko berjalan
“Tapi Mas Reynald bilang minte ke Ibu, berarti Ibu ada uangnya! Apa Ibu mau aku membatalkan saja pernikahan dengan anakmu itu? Biar sih, aku tidak rugi juga kalau tidak menikah dengan anakmu itu, masih banyak lelaki kaya dan tampan yang mau mejadi suamiku, tentu saja mereka yang akan membayar semua urusan pernikahan ini.” Diandra mengancam sambil duduk bersandar di sofa, memang menurutnya lelaki tampan dan kaya sangat banyak selain Reynald. Dia merasa akan mendapatkan salah satu dari mereka dengan mudah.Mayang gelagapan, dia mulai berpikir kalau tidak jadi mendapatkan menantu seperti Diandra yang memiliki penghasilan besar itu, bisa gawat! Apalagi kalau sampai ketahuan orang lain, bisa-bisa dia ditertawakan oleh mereka smeua ia gagal mendapatkan menantu seorang model karena tidak mau bermodalsedikit untuk mengeluarkan uang atas pernikahan mereka berdua. Toh, dia akan untung besar kalau mendapatkan menantu model yang banyak penghasilan, jadi dia akan meminta ganti rugi suatu hari kepa
“Astaga! Aku ketiduran.” Riana mengucek matanya yang terasa berat. Sekarang dia masihbelum sadar sepenuhnya karena baru bangun dari tidur, lalu mendongak menatap ke depan ada seorang lelaki yang tengah menatapnya. “Pak Wira! Kapan Bapak datang kemari? Kenapa juga tidak membangunkan saya?”“Aku baru saja datang kemari, tidak enak mau membangunkanmu karena kamu terlihat sangat kelelahan sekali,” ucap Wira sambil terus menatap Riana.“Tetap saja! Masa iya seorang bawahan seperti saya malah tidur dijam kerja? Itu tidak baik, Pak!” tegur Riana. Dia merasa kalau bosnya ini terlalu lunak kepada dirinya.“Lalu, aku harus apa? Apa kamu mau aku marah dan mengomelimu seperti yang kulakukan kepada para karyawan lain?” Wira bertanya kemauan Riana seperti apa.“Iya.” Riana mengangguk pelan. Dia memang merasa pantas mendapatkan omelan seperti yang para karyawan lain lakukan.“Em, sayangnya aku tidak bisa melakukan itu kepadamu, walau pun kamu yang memintanya sendiri. Karena aku sangat menyayangimu j
“Sangat membanggakan sekali dapat melihat pemandangan ini.” Reynald bertepuk tangan sambil melihat ke dalam mobil yang kacanya terbuka setengah.“Maksudmu melihat pemandangan apa?!” Riana sedikit terpancing emosi karena merasa kalau Reynald tengah menuduhnya melakukan sesuatu bersama dengan Wira.“Melakukan apa lagi? Kalau bukan melakukan adegan suami-istri yang sering kita lakukan saat masih bersama dulu,” ucap Reynlad dengan menunjukan seringai kecil.“Aku tidak sehina itu melakukannya tanpa ada ikatan pernikahan!” geram Riana. Padahal dia merasa kalau mantan suaminya itu tahu kalau dia bukanlah wanita yang hina seperti yang dituduhkan.“Ck, siapa tahukan seseorang bisa berubah! Bisa saja kamu menginginkan harta atau wajah rupawan bos kita ini, jadi kamu menggodanya dengan tubuhmu itu,” Reynald tertawa keras, dia merasa kalau wajah Riana sangat lucu karena dia berhasil mengejeknya.Riana mengepalkan tangannya, ingin sekali menampar mulut mantan suaminya yang sangat kurang ajar kepad