Bab 61 muncul gak ya? Ada yang bisa beritahu aku
Riana membelalakan mata melihat sebuah butik di pusat perbelanjaan itu, dia melangkah masuk ke dalam sambil melirik kesana-kemari karena semua pakaian yang dipajang sangat bagus, menarik perhatian dirinya. Yah walau di sana juga ada gaun seksi memperlihatkan lekuk tubuh, Riana bergidik ngeri melihat pakaian seperti itu. ‘Apa mereka nyaman memakai pakaian seperti itu?' gumam Riana di dalam hati. Mereka terus berjalan masuk, di dalam sana ada seorang pegawai yang menyapa mereka dengan ramah dan seakan sangat mengenal Wira. “Tolong layani dia dengan baik, pilihkan pakaian yang cocok dengannya untuk dinner!” perintah Wira. “Dinner?” Riana terkejut kalau mereka akan dinner, bukankah Wira tidak memberitahukannya. “Iya, kita akan dinner nanti malam. Jadi aku ingin melihat penampilanmu yang terbaik untuk malam ini, karena aku ingin membuatmu bersinar dari wanita lainnya."Riana merasa Wira terlalu berharap lebih dengan dirinya, sedangkan dia memang tidak secantik seperti wanita lain, pena
“Tidak usah terlalu dipikirkan begitu, ayo kita berangkat dinner. Soalnya sekarang sudah sangat sore sekali, pasti kamu sudah sangat lapar, tapi kali ini kita makan di tempat yang kusuka, ya?” pinta Wira. “Em, baiklah,” sahut Riana. Wanita itu tidak mungkin memaksa Wira untuk makan di tempat yang dia inginkan seperti tadi pagi, karena egois namanya kalau mementingkan dirinya sendiri lelaki itu pun pasti menyukai suatu tempat seperti dirinya. “Ayo, kita pergi, Lady.” Wira mengecup punggung tangan Riana dengan mesra, lalu mengarahkan Riana untuk merangkul tangannya seperti kebanyakan dilakukan oleh para pasangan. “Em,” Riana ragu mau merangkul Wira atau tidak. “Untuk kali ini aku akan memaksamu, lain kali aku tidak akan melakukannya lagi,” ucap Wira. Riana terpaksa merangkul Wira, toh menurutnya hanya kali ini saja dia akan mau merangkul lelaki tersebut lain kali dia tidak akan mau lagi, walau pun Wira akan memaksa seperti sekarang. Mereka berdua pun meninggalkan butik itu setelah
“Sudah, masuk saja!” Wira menggandeng lengan Riana dengan mesra untuk masuk ke dalam. Riana merasa ragu untuk masuk ke dalam karena terlihat sepi, dia pikir restoran tersebut tutup, tetapi enggan untuk menolak ajakan dari lelaki yang sedang menggandeng lengannya sekarang. “Kuharap kamu akan menyukainya,” ucap Wira saat sedang mereka sedang berada di depan pintu masuk restoran. Pintu restoran terbuka, ada beberapa pelayan sudah menunggu kedatangan mereka sedari tadi membuat Riana menjadi berdebar rasanya di sambut orang sebanyak ini. “Lady, ayo kita masuk.” Wira menggengam tangan Riana dengan hangat, dia tahu kalau wanita itu sedang merasa gugup sekarang. “Kenapa mereka menyambut kita seperti itu dan kenapa restoran ini terlihat sepi?” Riana bertanya dengan suara pelan. Wira tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Riana, rupanya wanita yang berada di sampingnya ini tidak sadar kalau dia telah menyewa seluruh restoran untuk dinner malam ini bersama dengan Riana. Dia ingin sesuatu y
“Aku yakin kalau kamu akan membuka hatimu untukku tidak selama itu,” ucap Wira. Saat Riana ingin mengatkan sesuatu, pelayan datang dengan membawa banyak hidangan ke meja mereka dan juga pelayan itu menunggui saat mereka menyantap hidangan. Yah, itu semua karena Wira menyewa seluruh restoran untuk malam ini, makanya mereka menunggui Wira dan Riana lantaran takut kalau kedua orang itu membutuhkan sesuatu. Memang Wira adalah tamu ekslusif mereka yang harus dilayani dengan sepenuh hati tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. “Jangan malu kalau kamu masih lapar, habiskan saja semuanya karena aku memesan untukmu seorang,” ucap Wira. Lelaki itu tengah menikmati memandang Riana yang sangat cantik. “Em, berarti kamu memesan untukku? Tapi ini terlalu banyak kalau hanya aku yang seorang menghabiskannya dan juga malu,” sahut Riana. Dia merasa malu kalau menyantap hidangan terlalu banyak, apalagi dia merasa diperhatikan oleh para pelayan restoran. “Buat apa kau malu? Kan hanya ada kita berdua di
Riana takut mendengar respon yang Tante Desi berikan saat mereka datang, dia teringat akan Mayang yang akan mengomel setelahnya membuat dia menjadi menutupi kedua belah telinganya dengan tangan. Desi melihat itu langsung mendekati Riana, dia segera memeluk wanita itu. “Tante kira kalian kenapa-napa, makanya tante dari tadi menunggu kalian dengan cemas.” “Tidak. Kami tidak apa-apa, Tante, hanya saja tadi mampir mengantri membeli martabak telur yang Tante sukai. Tidak enak rasanya kalau tidak membawakan apa pun ke rumah.” Riana menenteng sebungkus martabak di tangannya. Dia merasa malu karena sudah hampir salah paham. “Apa kalian mengantri lama untuk ini?” Desi bertanya dengan sorot mata terharu yang dijawab oleh Wira dengan anggukan kecil. “seharusnya tidak usah, karena kaliankan sedang jalan berdua untuk melepaskan penat sehabis bekerja. Ini malah harus mengantri untuk membawakan martabak seperti ini,” sambung Desi. “Apa Tante tidak suka?” tanya Riana. “Suka. Tentu saja tante sang
“Ini sudah dua kalinya kamu jatuh, ya?” goda Wira. “Maaf, aku tidak sengaja.” Riana menunduk di dalam pelukan Wira, ingin beranjak dari pelukan lelaki itu tetapi tubuhnya terasa kaku sekali. “Ada apa? Mama dengar ada suara jatuh keras sekali.” Desi membuka pintu dengan posisi setengah sadar, bahkan dia mengucek matanya karena masih merasa mengantuk. Kesempatan itulah dipakai Riana untuk segera melepaskan diri dari pelukan Wira dengan cepat, karena tidak mau Tante itu melihat kalau dirinya tengah di dalam pelukan sang anak. Malu! Itu yang dia rasakan kalau sampai ketahuan, jadi dengan cepat bangkit dan bersikap biasa saja sebelum ketahuan. “Tidak papa, Tante,” sahut Riana cepat karena melihat Wira ingin membuka mulutnya. “Oh, tidak papa. Eh, itu kenapa Wira duduk di lantai malam-malam seperti ini?!” Desi terkejut melihat Wira yang tersenyum simpul sambil duduk lesehan di lantai. “Hanya terpeleset dikit, Ma,” sahut Wira tersenyum sambil memperlihatkan barisan giginya yang putih dan
“Memang kamu berharap aku merespon seperti apa?” Riana bertanya karena merasa heran dnegan tanggapan Diandra. “Kamu tidak iri dengan acara pernikahan yang akan aku adakan dengan mantan suamimu itu sangat mewah? Padahal pernikahanmu dulu sangat sederhana,” sahut Diandra tanpa sadar. Memang dia sangat berharap kalau Riana menjadi iri mendengar cerita tentang pernikahannya. “Tidak. Buat apa aku iri dengan kisah yang berlalu? Toh kalau pun aku iri, bukankah aku tidak mungkin juga akan kembali kepada kekasihmu itu? Kalau pun akan kembali, aku juga tidak mau kembali ke rumah itu lagi,” ucap Riana santai. Dia tidak terlalu menggebu-gebu seperti pertama kali bertemu dengan Diandra. “Huh! Setidaknya iri sedikit saja?” Diandra masih bersikeras berharap Riana iri walau sedikit saja, karena dia mau Riana merasakan hal yang sama saat berapa tahun dengan dirinya dulu. “Untuk apa?” Riana menatap sinis Diandra. Menurutnya sifat iri itu tidak berguna sama sekali untuk dirinya. “Ya untuk apa aku ti
“Bukannya aku disuruh masuk dulu, ini malah langsung ditinggal di depan pintu seperti ini!” gerutu Diandra. Padahal dia juga yang menolak untuk disuguhkan air minum oleh Mayang, tetapi dia melupakan itu kalau Mayang harus berganti pakaian terlebih dahulu sebelum berangkat. Karena dia terbaiasa pakai pakaian yang bagus setiap hari, jadi kalau ada yang mengajak berangkat dia sudah siap tanpa perlu menunggunya untuk berganti pakaian. Diandra memilih menunggu di dalam mobilnya saja, mobil yang dia dapat saat pertama kali naik daun menjadi model, sekarang hanya tinggal kenangan makanya dia bergegas untuk segera menikah dengan Reynald yang adalah seorang Manajer di perusahaan terkenal. “Lama sekali Nenek Tua itu, ini sudah setengah jam dia berganti pakaian.” Diandra menatap arloji yang melingkar di tangannya, dia sudah sangat bosan menunggu sedari tadi. “Maaf, ya, Ibu sudah membuatmu menunggu lama.” Mayang datang dengan dandanan heboh, bahkan dia memakai emas seperti sebuah toko berjalan